jpnn.com, JAKARTA - Pemerhati isu-isu strategis dan global Prof Imron Cotan melihat ada empati dan simpati Phillip Mehrtens, Pilot Susi Air kewarganegaraan New Zealand yang disandera kelompok Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
"Saya tidak heran, itu ada teorinya bernama Oslo Syndrom yang dikembangkan antara lain oleh Kenneth Levin yang menyebutkan kalau seseorang disandera, lama kelamaan akan mencintai atau bersimpati kepada yang menyanderanya. Itu bisa saja terjadi," papar Prof Imron.
BACA JUGA: BNPT Jengkel, Teror KKB Meningkat, Harus Segera Diselesaikan
Hal itu disampaikan oleh Prof Imron Webinar Moya Institute bertajuk "Penyanderaan Pilot Susi Air: Tindakan Terorisme?" pada Jumat (17/3).
Menurut Prof. Imron, rasa empati yang dimiliki Philip menjadi cukup rumit. Hak itu juga dilihat Panglima TNI sehingga pembebasan yang bersangkutan cukup sulit, sebab sudah jatuh cinta tidak hanya kepada penyanderanya tetapi kepada ideologi yang dianut para penyandera.
BACA JUGA: KKB Bakar Sekolah Lagi di Dekai, Kapolres Yahukimo Merespons Begini
"Ini jadi sulit karena dia sendiri tidak mau di-rescue. Jadi, kalaupun itu terjadi, saya berharap dalam waktu dekat bisa berubah. Karena jika dia bersimpati kepada gerakan separatisme, maka sesuai Pasal 13 A UU No.Tahun 2018, dia sudah terlibat dalam separatisme sesuai bunyinya: siapapun yang melibatkan diri atau membantu gerakan separatisme bisa dipidana maksimal 5 tahun," beber duta besar Indonesia untuk Tiongkok 2010-2013 itu.
Di sisi lain, kata Prof Imron, tuntutan KKB menukar kebebasan sanderanya dengan kemerdekaan Papua, adalah tuntutan di luar nalar.
BACA JUGA: Irjen Mathius: Tidak Mudah Membebaskan Sandera di Tangan KKB
Duta besar Indonesia untuk Australia 2003-2005 itu menyebut jika tuntutan semacam ini dipenuhi, maka akan muncul banyak negara merdeka baru sebagai buah dari tindak penyanderaan.
"Tidak mungkin pemerintah Indonesia, sebagai negara besar dan berdaulat menuruti tuntutan semacam itu," ujar Imron.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyebutkan banyak upaya pemerintahan Presiden Jokowi memperpendek jarak pemerintahan antara Jakarta dan Papua.
Upaya Presiden Jokowi membangun Papua Youth Creative Hub (PYCH) di Jayapura, untuk memajukan generasi muda Papua adalah contoh dari upaya tersebut.
"Presiden Jokowi, menurut saya adalah Presiden yang paling banyak berkunjung ke Papua, dan sambutan masyarakat Papua sangat semarak," ujar Fahri.
"Karena apapun itu, masyarakat Papua memang rindu akan kehadiran negara," tambah tokoh aktivis reformasi itu.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar yang menjadi keynote speech menyatakan Penyanderaan pilot Susi Air asal Selandia Baru, Philips Marthen, oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, justru kontradiktif dengan propaganda mereka selama ini.
KKB, ujar Boy, selama ini selalu mempropagandakan bahwa mereka berjuang untuk masyarakat Papua. Hal itu dikatakan Boy melalui naskah yang dibacakan Kepala Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Irjen Ibnu Suhendra.
"Pilot maskapai yang beroperasi di Papua itu besar sekali jasanya bagi warga Papua," ujar Boy.
"Mereka berupaya membantu distribusi logistik yang sangat dibutuhkan masyarakat Papua, di tengah kondisi alam yang berat," tambahnya.
Narasumber lain Prof Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani mengatakan KKB di Papua ini bertujuan menimbulkan rasa takut dalam pergerakannya.
Di negara mana pun, kata dia, gerakan semacam ini pasti dikutuk dan akan ditumpas.
"Pemerintah seharusnya segera bertindak tegas atas kelompok tersebut guna membebaskan tersandera. Hal itu untuk mencegah timbulnya hubungan emosional antara penyandera dan yang disandera, karena penyanderaan yang terlalu lama," ujarnya.
Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto mengatakan BNPT telah menegaskan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat diterapkan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan KKB termasuk penyanderaan pilot Susi Air.
Kekerasan KKB telah memenuhi unsur tindak pidana terorisme karena memiliki motif politik, ideologi, dan gangguan keamanan, yang juga menciptakan rasa ketakutan luas di tengah masyarakat.
"Kondisi dilematis tersebut harus segera dicarikan solusinya. Kita berharap tak hanya Pilot Susi Air dapat bebas dalam kondisi selamat tak kurang satu apapun, namun juga kekerasan tiada henti yang dilakukan TPNPB-OPM harus dihentikan," ujar Hery.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul