jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie menilai saat ini momentum yang pas bagi Indonesia untuk menekan Amerika Serikat (AS) di bidang ekonomi.
Hal itu disampaikan Prof Jimly merespons rencana kedatangan Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo ke Indonesia.
BACA JUGA: Hikmahanto: AS Berharap Indonesia Berada di Belakangnya
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) ini menganggap kunjungan Pompeo merupakan upaya untuk membujuk Indonesia supaya tak berpihak ke China.
"Nanti setelah Menlu AS berkunjung, makin jelas gigihnya AS bujuk RI tidak berpihak ke RRC," kata Prof Jimly melalui pesan singkat kepada jpnn.com, Kamis (22/10) malam.
BACA JUGA: Arief Kaitkan Prabowo ke AS dengan Pilpres 2024, Minta jadi Jenderal Bintang 4
Pompeo akan mengunjungi Jakarta, pekan depan, dalam rangkaian perjalanannya ke India, Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia pada 25-30 Oktober 2020.
Persiapan kunjungan Menlu Pompeo masih terus dibahas, termasuk oleh Menlu Retno Marsudi dan Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Kim.
BACA JUGA: PM Jepang Pulang, Giliran Menlu Amerika Rayu Indonesia Jauhi Tiongkok
Bagi Prof Jimly, kunjungan Pompeo ini justru bisa menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk memberikan tekanan kepada Negeri Paman Sam.
"Peluang emas untuk tekan AS agar teken persetujuan pindahkan pabrik-pabrik industrinya dari China ke Indonesia," lanjut mantan ketua pertama Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
"Bila perlu buat UU/Perppu khusus untuk kemudahan investasi mereka. Bisa jadi UU Ciptaker tidak relevan," lanjut Prof Jimly Asshiddiqie.
Sebelumnya, menanggapi rencana kunjungan Menlu AS tersebut, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan pentingnya Indonesia menjaga politik luar negeri yang bebas aktif, baik terhadap China, AS, maupun negara manapun.
"Menjadi pertanyaan di masa pandemi Covid 19 ini dan mendekatnya pelaksanaan Pemilihan Presiden di AS, mengapa para pejabat AS intens berhubungan dengan para mitranya di Indonesia," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Kemungkinan besar ini terkait dengan kekhawatiran AS terhadap Indonesia yang dianggap terlalu dekat dengan China.
"Belakangan ini China sangat agresif di Laut China Selatan," ujar Hikmahanto.
Bahkan dengan kekuatan ekonominya dan penemuan vaksin telah mengembangkan pengaruh di negara-negara kawasan.
Ekonomi China yang agresif bahkan menurut buku putih Departemen Pertahanan AS, memungkinkan China meminta sejumlah negara untuk membangun pangkalan militer, termasuk Indonesia.
"AS tentunya berharap Indonesia berada di belakang AS. Permintaan AS untuk mendaratkan pesawat tempur mata-mata dapat diartikan demikian," kata Hikmahanto. (fat/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam