Prof Romli Sebut UU Cipta Kerja Pangkas Potensi Korupsi di Birokrasi

Minggu, 11 Oktober 2020 – 18:37 WIB
Prof. Romli Atmasasmita. Foto: dokumen JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum dari Universitas Padjadjaran, Profesor Romli Atmasasmita menilai, Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak menyengsarakan rakyat, melainkan menghentikan upaya korupsi di birokrasi. Ini terlihat dari upaya undang-undang ini memangkas perizinan berinvestasi.

Dia menjelaskan, selama ini pengusaha selalu disulitkan dengan banyaknya meja birokrasi yang harus dilalui saat akan membuka usaha. Selain prosedur yang panjang, tiap meja perizinan tersebut juga membuka peluang tindakan korupsi.

BACA JUGA: Giliran FPI, PA 212, dan GNPF Gelar Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Berapa Jumlah Massa yang Dikerahkan?

"Kalau birokrasi penuh suap ini enggak dibasmi, investasi apa pun enggak akan mau. Jokowi keluar negeri buat cari investor juga bakalan percuma. Karena meja birokrasi yang panjangn rentan maladministrasi, korupsi dan suap," katanya saat dihubungi, Minggu (11/10).

Dalam UU Cipta Kerja ini, Romli menerangkan, prosedur yang panjang tersebut telah disederhanakan. Sehingga, peluang bagi pejabat maupun birokrat nakal akan sulit dilakukan. Hal tersebut membuat sejumlah pihak gusar, sehingga melakukan penolakan terhadap UU ini.

BACA JUGA: Buruh Jateng akan Demo RUU Cipta Kerja Lagi, Ganjar: Saya Minta Bantuan, Tolong Mari Hentikan Kerumunan Itu

Dia menerangkan, selama ini banyak pembangunan terkendala akibat ulah segelintir orang yang terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. Ini diduga menjadi latar belakang mengapa akhirnya proses perizinan dipangkas dan dipercepat.

"Sekarang kalau ada proyek pembangunan sedang berjalan, terus tiba tiba ada pejabat atau birokrat ketangkap. Kan proyeknya berhenti. Padahal nilai investasinya besar. Dan proyek itu berhenti cuman gara-gara segelintir orang korupsi," terangnya.

BACA JUGA: 7 Poin Pernyataan Sikap Forum Rektor Indonesia Terkait RUU Cipta Kerja

Namun, Romli mengingatkan, pemusatan perizinan ini tetap harus mendapatkan pengawasan yang ketat. Jangan sampai upaya pemusatan perizinan ini menjadi ladang basah di pemerintah pusat. Untuk itu, KPK, Kejaksaan dan Ombudsman harus mencegah hal tersebut terjadi.

"Ini di pusatnya harus bener, jangan sampai kena korupsi lagi. Ini peran KPK, Kejaksaan dan Ombudsman. Ombudsman harus bisa memberikan masukan ke Presiden Jokowi soal penerapan aturan ini," tutupnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler