jpnn.com, BANDA ACEH - Sebagai gerbang masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke-13 atau lebih awal, Aceh membawa perubahan yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan peradaban.
Tidak terhitung jumlahnya naskah dan manuskrip kuno dari bahasa Arab, Latin, Inggris, Portugis, Belanda, Melayu, dan Jawa telah menghiasi diskursus sejarah masyarakat Aceh.
BACA JUGA: Kepala BPIP Yudian Wahyudi Sebut Aceh Jadi Tiang Penyangga NKRI
Baik dari tema tauhid, fikih, tasawuf, nahwu-sorof, hikayat, astronomi, sastra, hingga naskah-naskah yang menyangkut obat-obat tradisional dan dunia medis.
Aceh yang menjadi gerbang paling barat Republik Indonesia telah eksis sejak lama ikhwal perdagangan dan pelayaran.
BACA JUGA: BPIP Dorong dan Siap Mendukung Pendirian Kampung Pancasila di Semarang
Hal itulah yang dirasakan kembali oleh Prof. Yudian ketika mengunjungi Aceh sekaligus berziarah ke makam Sultan Iskandar Muda didampingi dengan Deputi Bidang Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP, Ir. Prakoso, M.M, Selasa (8/11).
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga mengatakan bahwa pengaruh dan peran yang diberikan Sultan Iskandar Muda memberikan dampak yang besar bagi Nusantara, luas wilayah Kerajaan Aceh pada saat ia pimpin mengalami perluasan dengan sangat cepat.
BACA JUGA: BPIP Gandeng ITB Gelar Simposium tentang Ideologi Pancasila, Yasonna Singgung Iptek
Dampaknya, menjadikan Aceh sebagai daerah utama yang mendistribusikan pala dan cengkeh ke berbagai penjuru dunia.
"Aceh juga dikenal memiliki budaya dan garis sejarah sosial politik yang berwarna. Sejarah inilah yang mampu membangun semangat patriotisme tidak hanya dimiliki oleh kaum laki-laki, tetapi juga perempuan. Perempuan tidak hanya berkontribusi dalam urusan domestik, tetapi juga mampu menghimpun kekuatannya untuk menopang perlawanan laki-laki yang saat itu terseok-seok," ungkapnya.
Dia menambahkan perempuan Aceh memiliki daya juang dan semangat perlawanan yang tinggi atas ketidakadilan dan penindasan.
Karakter inilah yang kemudian diwarisi oleh Cut Meutia, Pocut Meurah, Pocut Baren, Teungku Fakinah, dan Cut Nyak Dien untuk melanjutkan perjuangan masyarakat Aceh keluar dari jeratan kolonialisme dan imperialisme.
Perjuangan tersebut seakan terus mengalir sampai sekarang, pada zaman pasca kemerdekaan Aceh memiliki kontribusi besar pada pemerintahan pertama Bung Karno.
"Perjuangan itu terasa mengharukan lagi karena Aceh adalah daerah yang menyumbangkan pesawat udara pertama bagi Republik Indonesia yang kemudian diberi nama Seulawah RI-001," imbuhnya.
Sejak adanya pesawat ini sumbangsih masyarakat Aceh menjadikan hubungan antar daerah di Republik Indonesia semakin dekat dan harmonis karena pesawat Seulawah tidak hanya digunakan sebagai kendaraan pemimpin nasional melainkan juga sebagai pengangkut logistik berupa bahan pangan, obat-obatan, dokumen, dan senjata untuk pengamanan negara.
Paling pentingnya lagi, Aceh adalah daerah di Indonesia yang tidak pernah dikuasai oleh Belanda dan merupakan modal utama utusan Indonesia dalam Konferensi meja Bundar (KBM) di Den Haag. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi