jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) mengatur tentang pemberian hak dan tanggung jawab yang lebih besar kepada masyarakat dalam pengelolaan hutan.
Oleh karena itu, tingkat kesejahteraan yang hendak dicapai tergantung bagaimana masyarakat sendiri mampu mewujudkannya dengan kemampuannya baik pengetahuan, keterampilan, penguasaan teknologi, manajemen, dan permodalan.
BACA JUGA: KHDPK Kebijakan Strategis Menguatkan Agenda Tujuan Perhutanan Sosial
“Kelestarian hutan tergantung kepada masyarakat juga. Tentu pemerintah baik pusat maupun daerah, baik sektor kehutanan maupun sektor lainnya harus tetap memberikan dukungan-dukungan kepada masyarakat. Demikian pula dukungan LSM dan akademisi,” ujar Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Profesor Didik Suharjito pada Kamis (28/7) menanggapi kebijakan KHDPK.
Menurut Prof Didik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus dapat memastikan ketepatan sasaran subjeknya, capaian keadilan sosialnya, dan peningkatan produktivitasnya.
BACA JUGA: Profesor San Afri Nilai KHDPK Inovasi Bernas, Begini Penjelasannya
Dia mengatakan apabila Perhutanan Sosial (PS) pada KHDPK benar-benar dijalankan oleh masyarakat setempat maka peluang untuk mencapai keberhasilannya besar.
Menurut Profesor Didik, keberhasilan akan makin besar apabila masyarakat yang selama ini mata pencahariannya tergantung pada sumber daya hutan dapat meningkatkan produktivitasnya, dan bisnis perhutanan sosialnya berkembang bukan hanya pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan (on-forest), melainkan juga pengolahan (industrialisasi) dan pemasarannya.
BACA JUGA: Pemerhati Lingkungan: KHDPK untuk Kepentingan Perhutanan Sosial
Selain itu, masyarakat merasakan keadilan dalam arti terjadi distribusi penguasaan, pemanfaatan dan tanggung jawab menjaga kelestarian sumber daya hutan yang merata dan adil di antara masyarakat.
Mengenai kebijakan KHDPK ini, Prof Didik menjelaskan mengacu pada regulasi yang dikeluarkan, PP dan Permen KLHK serta memperhatikan latar belakang, KHDPK ditetapkan dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi hutan di Jawa (yang saat ini dikelola oleh Perum Perhutani) yang terdegradasi sangat berat dalam jangka waktu yang cukup lama, puluhan tahun, dan memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat.
Dalam kaitan ini, kondisi hutan yang terdegradasi ditandai oleh indikator tutupan hutan kurang dari 10 persen. Kondisi ini umumnya akibat dari konflik atas penguasaan kawasan hutan antara Perum Perhutani dengan masyarakat setempat maupun dengan pihak lain (individu atau kelompok).
Sementara kondisi masyarakat setempat yang miskin adalah hal yang ironis. Ada sumber daya hutan yang seharusnya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, tetapi ternyata masyarakatnya miskin.
Kelebihan KHDPK bagi Masyarakat
Lebih lanjut Prof Didik menjawab soal kelebihan kebijakan KDPK bagi masyarakat.
Menurut dia, selama ini masyarakat setempat, melalui program yang ada, belum memegang hak secara penuh, mereka masih harus berbagi denhgan Perum Perhutani.
“Besar kecilnya bagian yang diterima masyarakat tergantung kepada Perum Perhutani. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu, karena lahan hutan dikuasai oleh pihak lain, masyarakat tidak memperoleh manfaat dari keberadaan kawasan hutan,” ujar Profesor Didik.
Menurut Didik, KHDPK yang ditujukan untuk program Perhutanan Sosial (PS) memberikan hak pengelolaan kepada masyarakat setempat.
Dengan hak ini, kata dia, masyarakat setempat dapat mengelola dan memanfaatkan hutan relatif lebih bebas dalam menentukan produk hasil hasil yang akan diproduksi, yaitu kayu, bukan kayu, dan jasa lingkungan.
Masyarakat dituntut kreativitas dan inovasinya untuk memproduksi beragam hasil hutan dengan nilai tinggi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Tentu saja ada batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh masyarakat agar hutan tetap lestari.
Profesor Didik menjelaskan alasanya munculnya pro dan kontra di masyarakat soal KHDPK ini.
Menurut dia, pro dan kontra hal yang biasa terjadi karena setiap individu dan kelompok memiliki pengetahuan, persepsi, kepentingan yang berbeda-beda. Kelompok yang pro terhadap KHDPK melihat bahwa KHDPK memberikan harapan baru yang lebih baik dari kondisi saat ini.
Mereka berharap KHDPK dapat memberikan manfaat dalam bentuk kesempatan berusaha dan bekerja dan meningkatkan pendapatan keluarga, meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan di antara mereka ada yang sudah memiliki kesadaran bahwa hutan harus dilestarikan.
Kelompok yang kontra terhadap KHDPK melihat bahwa KHDPK akan merugikan mereka, apa yang selama ini mereka peroleh dari hutan akan hilang, jika benar bahwa mereka selama ini menjaga kelestarian hutan, mungkin mereka khawatir KHDPK akan dialokasikan kepada orang/kelompok lain yang tidak dapat melestarikan hutan.
“Pro dan kontra tersebut ada manfaatnya, karena pro dan kontra menyingkap pengetahuan, persepsi dan kepentingan kelompok-kelompok tersebut; masing-masing mereka terus mencari informasi dan berargumentasi. Terhadap semua kelompok baik yang pro maupun yang kontra harus diberikan penjelasan-penjelasan secukupnya agar mereka memiliki pengetahuan, persepsi, komitmen, dan tindakan yang mendukung pencapaian tujuan KHDPK,” ujar Prof Didik.
Oleh karena itu, lanjut Profesor Didik, dalam menghadapi pro dan kontra tersebut, kewajiban KLHK adalah memberikan penjelasan kebijakannya, langkah-langkah operasionalnya secara transparan dan akuntabel.
Selain itu, membuka ruang atas keluhan dan menanggapinya bagi semua pihak, menjalankan pengamanan (safeguards).
“Intinya KLHK menjalankan tata kelola yang baik (good governance) dalam implementasi kebijakan KHDPK,” ujar Profesor Didik.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari