Program CSA Garis Terdepan Menghadapi El Nino

Kamis, 20 Juli 2023 – 22:43 WIB
Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi (kanan) secara virtual pada pembukaan Forum Laporan Semester SIMURP di Surabaya, Kamis (20/7). Foto: Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Fenomena El Nino masih menjadi ancaman pertanian di Indonesia. Perubahan iklim dan krisis pangan global diyakini masih menjadi ancaman serius di tahun 2024.

Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) mengambil langkah-langkah strategis untuk mengantisipasinya, di antaranya dengan mempersiapkan berbagai upaya antisipasi adaptasi dan mitigasi El Nino di sektor pertanian yang siap dilaksanakan setiap daerah.

BACA JUGA: Kementan Terapkan Aplikasi Teknologi Hemat Air di Lahan Berpasir untuk Hadapi El Nino

Kementan juga terus mendorong dan membantu petani dalam meningkatkan produktivitas sektor pertanian sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan saat ini tantangan pembangunan pertanian sangatlah besar.

BACA JUGA: Hadapi El Nino, Mentan Syahrul Yasin Limpo Dorong Daerah Siapkan Lumbung Pangan

Selain adanya perubahan iklim atau climate change, juga terjadi degradasi lahan, sarana produksi terbatas, khusus pupuk kimia kian mahal, produksi juga tidak efisien dengan penurunan produktivitas lahan.

“Karena itu, sekarang ini kita tidak bisa lagi dengan cara lama, tapi harus sudah menggunakan cara baru dalam meningkatkan produksi pangan. Dengan jumlah penduduk kita mencapai 280 juta jiwa, hadirnya pertanian yang makin maju, makin modern dan mandiri akan sangat berarti. Karena penduduk Indonesia sangat besar,” ujar Mentan Syahrul.

BACA JUGA: Sekali Berhubungan Seksual dengan Mbak DJ Rp 800 Ribu

Syahrul juga mendorong kepada para petani membuat Indonesia menjadi negara paling kuat dalam menghadapi ancaman El Nino maupun krisis global dunia.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi menekankan bahwa El Nino tidak bisa dicegah, hanya bisa dihadapi dengan antisipasi, adaptasi dan mitigasi yang tepat.

Karenanya, kata dia, perlu ada strategi khusus untuk menghadapinya.

"Karena saat ini El Nino sudah terjadi, maka yang harus dilakukan adalah adaptasi dan mitigasi," ujar Kabadan Dedi secara virtual pada pembukaan Forum Laporan Semester SIMURP di Surabaya, Kamis (20/7).

Dedi menambahkan El Nino adalah salah satu fenomena sebagai dampak dari climate change yang eratnya kaitannya dengan peningkatan konsentrasi kenaikan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Hal inilah yang menyebabkan suhu dipermukaan bumi hangat bahkan semakin panas.

Para ahli klimatologi melihat ada Samudra Pasifik yang sangat luas melebihi sepertiga dari permukaan bumi. Karena saking luasnya Samudra Pasifik itu, maka indikator akan terjadi El Nino, La Nina atau normal tergantung dari informasi Samudra Pasifik itu.

El Nino merupakan fenomena kering di mana curah hujannya itu lebih kering dari biasanya. Yang disebut dari biasanya itu rata-rata curah hujan selama 25 tahun, kalau El Nino itu lebih kering dibandingkan dengan rata-rata selama 25 tahun itu. Karena namanya kering pasti tergantung dari air dan salah satu kebutuhan air berasal dari curah hujan.

Curah hujan yang biasanya relatif basah sekarang kering dan kering menunjukan bahwa udara yang ada di sekitar kita kadar uap airnya relatif rendah sehinggga tidak ada peluang uap air melakukan kondensasi, maka terjadinya hujan,.

“Karena pertanian tidak boleh bersoal, wajib hukumnya semua antisipasi terhadap El Nino," tegasnya.

Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) melalui teknlogi Climate Smart Agriculture (CSA) yang artinya pertanian dapat mengatasi perubahan iklim termasuk emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Di sektor pertanian emisi GRK terbesar berasal dari sawah.

Emisi gas metan dari lahan sawah sangat luar biasa besarnya. Sedangkan sumber emisi yang kedua dari pemupukan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap sektor pertanian baik pupuk kimia maupun pupuk kandang sama-sama menghasilkan gas metan.

Saat ini Program SIMURP berada di garis terdepan terhadap mitigasi El Nino melalui Alternate Wetting and Drying (AWD) di lahan sawah dan berhasil secara signifikan menurunkan gas metan.

"Program SIMURP juga membangun pemupukan berimbang, dan menggaungkan program pestisida nabati. Dengan menggunakan pestisida nabati maka mengurangi pestisida kimia, apalagi saat ini harga pupuk kimia sangatlah mahal. Sehingga, betapa pentingnya program SIMURP mengantisipasi dan sudah terbukti mitigasi terhadap El Nino," kata Dedi.

Sementara itu, Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Bustanul Arifin Caya mengatakan bahwa tujuan dari pertemuan ini adalah untuk bertemu dan sama-sama mengetahui potret masing-masing keuangan daerah pada Semester 1.

"Selain itu juga untuk menyusun rencana kegiatan yang harus segera di akselerasi. Jangan sampai sudah berkumpul namun tidak ada akselerasi nantinya. Potret tahun ini harus lebih baik dari tahun sebelumnya," kata Bustanul.

Bustanul menambahkan tujuan SIMURP utamanya ada tiga, yaitu peningkatan kapasitas produksi melalui teknologi CSA, pertanian berkelanjutan dan pengurangan emisi GRK. Selain itu juga harus ada peningkatan nilai tambah.

"Program SIMURP dapat diperpanjang apabila potret performance dari 2019 hingga 2024 sangatlah bagus. Untuk pengelola SIMURP, baik administratif maupun teknis harus mampu mengelola keuangannya secara baik," katanya. (rhs/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kronologi Ayah-Anak Dianiaya OTK, Tak Ada Ampun, Satu Orang Tewas Dibantai


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler