Pemerintah Australia menyampaikan pesan kepada warganya jika negara mereka berada di garis terdepan dalam hal vaksinasi COVID-19.

Namun kenyataannya vaksinasi berjalan lambat, ketergantungan dengan vaksin yang tidak banyak menginginkannya, dan sekarang Australia berada di masa rentan gelombang penularan baru seperti yang diperingatkan pakar kesehatan.

BACA JUGA: Tinjau Vaksinasi Covid-19 Bagi Lansia dan Pekerja Pariwisata, Begini Harapan Bamsoet

Inilah penjelasan mengapa kesalahan bisa terjadi.

Penyelidikan yang dilakukan program Four Corners dari ABC, menemukan adanya kebijakan Pemerintah Austalia yang berantakan dan membingungkan, sehingga membuat negaranya belum bisa membuka perbatasan internasional dalam waktu dekat.

BACA JUGA: Gelar Vaksinasi Gotong Royong, OT Group Prioritaskan Tenaga Penjualan

Professor Terry Nolan dari The Doherty Institute mengatakan lambatnya proses vaksinasi sekarang ini berpotensi merusak kepercayaan dari warganya sendiri.

"Kalau kita terlihat lambat, kalau kita terlihat kita tidak tahu apa yang kita kerjakan sesuai dengan harapan atau tidak.. apakah itu akan membuat saya sebagai warga lebih percaya diri? Tentu saja tidak," kata Professor Nolan.

BACA JUGA: MPR Ingatkan Pemerintah untuk Cegah Terhambatnya Program Vaksinasi Nasional

Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt mengatakan Pemerintah Australia mengatakan kepada ABC jika mereka sudah mendapat keberhasilan yang diperhitungkan.

"Tugas kami adalah menyelamatkan nyawa, dan membuat keputusan sulit dan menyediakan vaksin dalam waktu segera. Apa yang kita lakukan adalah menyelamatkan nyawa dan melindungi kehidupan, yang hasilnya sudah membuat seluruh dunia iri."

Jane Halton yang bekerja di Departemen Kesehatan di Canberra selama 12 tahun mengatakan diperlukan tindakan lebih giat dalam pelaksanaan vaksinasi.

"Apakah kita sudah bergerak cepat? Ya, saya kira kita semua menghendaki di posisi di mana kita bisa membuka perbatasan internasional, dan punya kepercayaan melakukannya. Dan sekarang kita belum ada di posisi itu," katanya. Membeli vaksin 

Di pertengahan tahun lalu ketika pandemi terjadi, tak seorang pun yang bahkan tahu jika keberhasilan vaksin bisa tercapai.

Namun berbagai negara di seluruh dunia dengan cepat mencapai persetujuan dengan berbagai perusahaan pengembang vaksin, seperti Moderna, Johnson & Johnson dan Pfizer.

Jane yang menjadi salah satu pejabat yang terlibat dalam usaha global mengembangkan vaksin COVID-19 mengamati negara-negara, seperti Inggris dan Amerika Serikat membeli ratusan juta dosis dari berbagai perusahaan.

"Saya mulai merasa cemas, bahwa kita juga harus melakukan perjanjian juga," kata Halton.

Di bulan September, Australia mencapai kesepakatan untuk mendapatkan 85 juta dosis vaksin AstraZeneca, dan vaksin lokal buatan University of Queensland (UQ).

Dua jenis vaksin inilah yang bisa diproduksi di dalam Australia.

Sekretaris Departemen Kesehatan yang juga pernah menjadi Kepala Bidang Medis Australia, Brendan Murphy mengatakan vaksin yang bisa dibuat lokal akan membuat pasokan terjamin.

"Kita adalah satu dari beberapa negara di dunia yang bisa membuat vaksin, dan kita sudah melihat sekarang, satu-satunya vaksin yang tersedia luas adalah yang kita buat secara lokal di sini," kata Professor Murphy.

Namun beberapa bulan setelah membeli vaksin, kedua vaksin tersebut mengalami masalah.

AstraZeneca melaporkan data dari dua uji coba berbeda, di mana para relawan sebenarnya hanya diberi dosis setengah dari seharusnya. yang harus menjadi "peringatan ringan" menurut pakar kesehatan Dr Norman Swan.

Uji coba di University of Queensland juga bermasalah. Uji coba lanjutan dihentikan ketika beberapa relawan mendapat hasil salah yang dinyatakan positif terkena HIV.

Dengan itu, satu-satunya vaksin yang diandalkan Australia hanyalah AstraZeneca.

"Kami berjudi dengan beberapa opsi, dan tidak semuanya berhasil. Sebagian karena kurang beruntung saja. Sekarang semakin banyak kita memesan, semakin banyak juga kerugian yang kita dapatkan," kata Jane.

Menteri Kesehatan Australia, Greg Hunt mengatakan pemesanan vaksin sepenuhnya tergantung pada petunjuk kesehatan yang diterima Pemerintah Australia.

"Apa yang kami lakukan adalah melihat mana yang paling aman, mana yang efektif dan mana yang tersedia," kata Greg.

Perusahaan pembuat vaksin Pfizer menghubungi pemerintah Australia bulan Juni, namun baru di bulan November Pemerintah Australia mengumumkan sudah mencapai persetujuan bagi pembelian 10 juta dosis.

Perjanjian untuk membeli 40 juta dosis vaksin Novavax yang belum disetujui secara kesehatan sudah dilakukan, meski vaksin ini baru akan tiba di akhir tahun mendatang.

Menkes Greg membantah jika membeli vaksin Pfizer lebih cepat akan membuat program vaksinasi berjalan lebih cepat dan mengatakan Pemerintah bertindak sesuai petunjuk kesehatan.

"Dunia belum mengenal teknologi mRNA, jadi penting sekali memastikan keamanannya, tidak ada komplikasi yang tidak diketahui, tidak ada dampak yang berlebihan, dan ada kapasitas untuk produksi." Mendapatkan vaksin

Vaksin pertama Pfizer dan AstraZeneca tiba bulan Februari setelah PM Australia, Scott Morrison menetapkan target ambisius: seluruh penduduk dewasa Australia akan mendapatkan vaksin di akhir Oktober 2021.

Namun kemudian muncul halangan.

Dengan usaha produksi di Melbourne bagi AstraZeneca masih harus ditingkatkan, Australia harus mengandalkan dosis dari Eropa.

Kemudian Eropa memblokir pengiriman tiga juta dosis karena adanya permintaan vaksin bagi negara-negara Uni Eropa sendiri.

"Aliran vaksin ke jaringan distribusi tidak terjadi. Jadi hal yang diperkirakan menjadi halangan, betul-betul terjadi," kata Stephen Duckett dari Grattan Institute.

Menkes Greg kepada ABC mengatakan Pemerintah Australia mendapat jumlah vaksin maksimum di masa-masa awal.

"Ini persaingan paling sengit di dunia internasional untuk mendapatkan vaksin. Namun kita masih bisa memproduksi sendiri dan mendapatkan kiriman internasional," katanya. Melakukan vaksinasi

Dalam rencana pemerintah, para dokter umum di berbagai klinik di seluruh negara akan memainkan peran utama dalam melakukan vaksinasi.

Namun bagi para dokter umum tersebut datangnya pasokan vaksin tidak menentu.

Tempat praktek dokter Nathan Pinskier di Melbourne disibukkan dengan telepon dari warga yang hendak divaksinasi, namun ia frustrasi karena tidak ada sistem yang bisa digunakan untuk melacak perjalanan vaksin ketika dia meminta jatahnya.

"Kita cuma bisa menunggu dan menunggu, mungkin akan datang hari Rabu, pas hari Kamis belum datang juga, dan di hari Jumat, apakah kita kemudian harus menelepon seseorang?"

Profesor Murphy mengatakan hanya sedikit dokter umum yang tidak mendapatkan vaksin yang mereka inginkan atau mengalami masalah pengiriman.

"Ini adalah pengiriman logistik paling rumit dalam sejarah, jadi ada berbagai masalah di sana sini," kata Profesor Murphy.

"Distribusi ke dokter umum berjalan bagus. Dari 3,1 juta dosis yang sudah disuntikkan, 1,8 juta diantaranya lewat para dokter umum."

Negara bagian yang mendapat tanggung jawab untuk melakukan vaksinasi terhadap tenaga kesehatan juga menghadapi masalah ketidakjelasan pasokan dari Pemerintah Federal.

Wakil Menteri Utama negara bagian Queensland, Steven Miles mengatakan ada vaksin yang dikirim ke alamat yang salah.

"Kita tidak tahu berapa jumlah vaksin yang akan tiba setiap hari, ada rumah sakit yang sudah memiliki daftar mereka yang akan divaksin tidak tahu kapan dosisnya akan datang. Ada juga vaksin yang hilang," kata Steven Miles. Masalah penggumpalan darah

Di bulan Maret, mulai muncul sindrom penggumpalan darah, hal yang sebenarnya jarang terjadi namun bisa berakibat fatal yang dihubungkan dengan penggunaan vaksin AstraZeneca.

Professor Allen Cheng, salah satu ketua Lembaga Penasehat Teknik soal Imunisasi di Australia, mengatakan komitenya harus menimbang risiko yang ada, setelah lembaga yang menyetujui penggunaan obat-obatan di Australia, yakni TGA, mengatakan kasus penggumpalan darah memang ada hubungan dengan AstraZeneca.

"Kami menduga risiko orang muda mendapat kasus penggumpalan darah adalah sekitar 2-4 kasus per 100 ribu orang," katanya.

"Itu sebenarnya risiko yang kecil, namun untuk keseluruhan kami melihat dampak negatifnya lebih besar dari manfaatnya."

Tanggal 8 April keluar petunjuk kesehatan baru jika vaksin Pfizer menjadi vaksin utama bagi mereka yang berusia di bawah 50 tahun di Australia. Keraguan akan vaksin

 Masalah dengan vaksin AstraZeneca kemudian merambat menjadi kekhawatiran akan keamanan vaksin.

Peneliti dari Australian National University (ANU) bulan ini menyimpulkan meski keinginan untuk mendapatkan vaksin "yang aman dan efektif" masih tinggi, 8 dari 10 warga Australia khawatir dengan efek samping vaksinasi.

Profesor Murphy mengatakan keraguan akan vaksin memiliki dampak besar.

"Kami berharap di tahapan sekarang ini sudah lebih banyak lagi orang yang divaksinasi, karena sudah ada lima ribu klinik yang melakukan vaksinasi, dan kami sudah mengirimkan vaksin melebihi jumlah permintaan, namun sekarang agak melandai, bukannya meningkat."

Namun menurut Profesor Murphy, media-lah yang menjadi sebab apa yang terjadi sekarang ini.

"Saya kira dampak paling besar terhadap keraguan akan vaksin adalah pemberitaan media yang terlalu sensasional."

Dia mengatakan beberapa laporan mengenai masalah AstraZeneca tidaklah berimbang.

"Kami ingin transparan, namun kami juga ingin warga mengerti bahwa risiko penggumpalan darah sangat kecil, dan bila anda rentan, risiko terkena COVID juga tinggi."

Jane mengatakan diperlukan pesan yang lebih baik kepada masyarakat untuk menjawab kekhawatiran akan vaksin dan menjelaskan pentingnya mencapai 'herd immunity' atau kekebalan masyarakat.

"Kita tidak akan bisa membuat virus ini tidak masuk ke Australia selamanya. Jadi kita harus mencapai herd immunity."

"Kita dalam posisi yang genting, karena kita sekarang sedang menuju ke musim dingin," kata dokter masalah penyakit menular Dr Michelle Ananda-Rajah.

Professor Terry Nolan juga khawatir dengan musim dingin.

"Di Melbourne kita melihat menjelang musim dingin tahun lalu, ketika ada kasus muncul dari karantina, semuanya menjadi tidak terkendali," katanya.

Pakar penyakit menular Dr John Gerrard mengatakan penyebaran virus tanpa bisa dikontrol di masyarakat adalah hal yang tidak bisa dihindari.

"Saya kira kita akan menghadapi wabah kecil,  kemudian jadi besar dan akhirnya kita tidak bisa menguasai lagi dan akan menyebar," katanya.

Dia mengatakan Australia harus mengambil kesempatan saat ini, sebelum ada penyebaran wabah besar sama sekali.

"Ini memberikan kita kesempatan untuk melakukan vaksinasi mereka yang rentan, dan melindungi mereka ketika virus tiba."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News 

Simak! Video Pilihan Redaksi:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet, Sandiaga, Riza Patria, Tinjau Vaksinasi Covid-19 Tahap II bagi Lansia dan Pekerja Parekraf

Berita Terkait