Proporsional Terbuka Ramah untuk Caleg Perempuan

Senin, 01 Agustus 2016 – 07:33 WIB

jpnn.com - JAKARTA- Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang akan dibahas pada September nanti di Komisi II DPR nampaknya akan berlangsung alot. Pasalnya masing- masing fraksi partai politik sudah menunjukkan ketidaksepahaman atas poin-poin penting, khususnya penentuan sistem pemilu, antara proporsional terbuka atau tertutup.

Bagi Kordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafiz, proposional terbuka sangat dibutuhkan publik. Selain untuk mengetahui siapa calon legislatif (caleg) yang akan dipilihnya, Pemilu dengan mencoblos foto caleg lebih menunjukkan keberpihakan kepada kaum hawa.

BACA JUGA: Setya Novanto Lantik Pengurus DPD Golkar Kepri

”Melalui sistem pemilu proposional terbuka, ruang partisipasi calon anggota legislatif perempuan semakin terbuka lebar dari segi kuantitas maupun kualitas,” kata Masykurudin dalam rilisnya yang diterima INDOPOS, Minggu (31/7).

Ia menyatakan, meskipun di tingkat DPR RI memiliki penurunan dari segi jumlah representasi perempuan. Di tingkat DPRD Kabupaten/Kota memiliki peningkatan yang cukup signifikan dari 12 persen pada Pemilu 2009 menjadi 14 persen pada Pemilu 2014.

BACA JUGA: Dipastikan Tidak Diikuti Calon Perseorangan

Selain terbukti mampu meningkatkan jumlah perempuan di parlemen. Lebih dari itu sistem ini, kata Masykurudin, telah mendorong perempuan untuk berpolitik praktis di lapangan melalui berbagai kegiatan pemenangan pemilu. 

Kemudian dengan sistem terbuka ini, ucapnya. terjadi pendewasaan politik perempuan. Sehingga menjadi modal penting buat gerakan politik perempuan pada masa mendatang. ”Bagi caleg perempuan sistem proporsional terbuka memberikan pembelajaran mengenai bagaimana cara berkompetisi dalam pemilu, jika sistem pemilu diubah maka apa yang selama ini sudah dipelajari oleh para caleg perempuan tersebut akan sia-sia,” cetusnya.

BACA JUGA: PAN Belum Tetapkan Kader atau Non-Kader

Selain mendorong sistem proporsional terbuka, keberpihakan terhadap kaum hawa di Pemilu, kata Hafiz, upaya menjamin perempuan masuk parlemen melalui pemilu, tidak cukup hanya bersandar pada ketentuan keterwakilan 30 persen perempuan dalam daftar calon dan sedikitanya satu dari tiga calon adalah perempuan. Tetapi juga harus ditambah ketentuan baru. ”Yakni sedikitnya 30 persen daerah pemilihan calon perempuan ditempatkan pada nomor urut 1,” usulnya.

Ia pun menilai, ketentuan ini penting dengan dua pertimbangan. Pertama, pengalaman pemilu sebelumnya menunjukkan, calon terpilih 90 persen berasal dari calon nomor urut 1. ”Kedua, dengan pengecilan besaran daerah pemilihan menjadi 3-6 kursi maka akan semakin banyak jumlah daerah pemilihan, sehingga calon perempuan bernomor urut 1 juga harus tersebar secara secara proposional sesuai prinsip minimal 30 persen perempuan,” terangnya.

Lebih lanjut, Masykurudin yang juga masuk dalam keanggotaan Sekretariat Bersama untuk Kodifikasi UU Pemilu, menegaskan, dengan proporsional terbuka dapat memutus oligarki partai dalam memilih caleg.

”Oligarki parpol dalam proses rekrutmen caleg di internal partai politik masih bersifat tertutup, jika sistem pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup maka tidak ada ruang bagi pemilih untuk menyeleksi secara langsung caleg yang diinginkannya,” tandasnya.

Jika sebagian pihak menyatakan bahwa sistem pemilu proposional daftar terbuka akan menyuburkan politik uang sampai menghasilkan anggota parlemen kualitas rendah. Namun, lanjut Masykurudin, mengubah sistem pemilu proposional daftar terbuka menjadi sistem proporsional daftar tertutup, justru dapat membunuh partisipasi politik berkualitas yang mulai tumbuh di masyarakat. ”Oleh karena itu yang perlu dilakukan adalah penyempurnaan sistem pemilu proporsional daftar terbuka,” bebernya menambahkan.

Sebagaimana diketahui, dalam waktu dekat DPR dan pemerintah akan membahas RUU Penyelenggaraan Pemilu yang terdiri dari penyatuan UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, UU 8/2012 tentang Pemilu DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Masing-masing partai politik mulai menunjukan sikapnya terkait rekayasa sistem kepemiluan di Indonesia. Partai politik di DPR telah menujukkan sikapnya masing-masing mulai dari PDIP, dan Golkar sudah mulai memberikan sinyal merubah sistem pemilu proposional terbuka menjadi sistem pemilu proporsional tertutup layaknya Pemilu 1999.

Penguatan kelembagaan internal partai menjadi salah satu alasan dari pilihan sistem tersebut. Sementara PPP, PD, PAN, Nasdem, Gerindra, dan Hanura akan tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka karena, semakin terbangunnya hubungan representasi antara kandidat dan konsitituen yang semakin menguat. Dan sisanya PKS dan PKB masih mengkaji. (dli/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terinspirasi Hasan Tiro, Zaini Abdullah Maju Lagi di Pilgub Aceh


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler