Prosesi Upacara Siraman Jenazah Kelas Raja, Putera Tokoh PDIP

Minggu, 20 Maret 2016 – 00:06 WIB
Mendagri Tjahjo Kumolo (kiri) mendampingi sesepuh PDI Perjuangan di Bali A.A. Ngurah Oka Ratmadi, selama prosesi nyiraman jenazah putera kedua AA Ngurah Bagus Krisna Yoga, yang dilaksanakan di Puri Satria, Denpasar Bali, Kamis (17/3). Foto: Ken Girsang/JPNN

jpnn.com - AROMA dupa menyelubungi hampir seluruh bagian Puri Satria, ‎Denpasar, Bali. Alunan gamelan terus berkumandang, seiring doa-doa dipanjatkan, menandai dimulainya prosesi "Nyiraman Layon" jenazah AA Ngurah Bagus Krisna Yoga. 

Ia merupakan putera A.A. Ngurah Oka Ratmadi yang merupakan cicit Raja Badung VII I Gusti Made Agung. Almarhum meninggal dunia pada 7 Maret lalu. 

BACA JUGA: Sepotong Kenangan di Pulau Lengkuas

Ken Girsang - JPNN

Upacara Nyiraman atau memandikan jenazah, merupakan salah satu ritual penyucian jiwa, sebelum dilakukan upacara Ngaben atau pembakaran jenazah. Prosesi dimulai sekitar Pukul 14.00 WITA, Kamis (17/3). Sejumlah kaum pria perwakilan masyarakat sekitar atau banjar-banjar yang ada bersama pihak keluarga, mengangkat jenazah dari Bale Gede atau rumah pendopo yang ada di dalam Puri Satria. 

BACA JUGA: GETIR! Perempuan Muda Menikah dengan Ayah Tiri

Jenazah dibopong ke tempat pemandian atau disebut Pepaga, pandyusangan atau penusangan. Tempat ini terbuat dari bambu bertiang empat menyerupai rumah-rumahan kecil. Lengkap dengan alas tikar dan kain putih pada bagian atas. 

"Prosesi upacara ini kelas raja, tingkatannya raja utama," ujar Made Wirya. Ia merupakan Pengabeh atau pengawal Ngurah Oka Ratmadi. 

BACA JUGA: Sipir Cantik Berhijab, Diisengi Napi yang Minta Nomor Hp

Prosesi pun mulai. Ada sekitar dua belas orang tetua terlihat mulai membuka kain yang sebelumnya dikenakan almarhum. Kemudian memandikannya dengan air suci, ditaburi kembang dan diolesi minyak tertentu. 

Di tengah prosesi, dua anak perempuan almarhum yang masih berusia belia, menyentuhkan rambut mereka ke telapak kaki almarhum.  Kesedihan terlihat jelas di wajah-wajah mereka. 

Selesai dimandikan, jenazah dikenakan kain biru berhias benang emas,lengkap dengan ikat kepala. Kemudian Pedande atau pendeta umat Hindu, membacakan doa-doa, sembari melakukan sejumlah ritual keagamaan. Sang ayah Ngurah Oka Ratmadi atau biasa disapa Cok Rat mengikuti dengan setia seluruh prosesi didampingi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. Mereka berdiri sepanjang prosesi persis di samping Pepaga. 
  
Usai dua orang Pedanda melaksanakan tugasnya, tikar alas pemandian diganti dengan tikar yang baru. Jenazah yang sebelumnya telah mengenakan kain biru, kembali dibalut dengan kain putih dan dibalut dengan tikar yang ditempatkan pada bagian bawah jenazah. 
Kemudian dibalut kembali dengan kain putih dan beberapa ruas potongan bambu. Serta kembali dibalut dengan kain putih yang diikat erat pada ujung kepala hingga ujung kaki. Prosesi ini disebut ngeringkes atau penyucian. 

Setelah seluruh prosesi yang berlangsung sekitar tiga jam selesai, jenazah dibopong kembali ke Bale Gede yang terletak hanya beberapa meter dari Pepaga. Menunggu prosesi Ngaben dilaksanakan.

"Setelah ini akan ada upacara lagi. Menurut keyakinan kami dia masih seperti orang tidur. Jadi waktu jam makan akan diberi sesaji. Kemudian pada pagi hari juga diberi kopi," ujar Made Wirya yang mengaku sebelumnya pernah bertugas sebagai salah seorang ajudan Megawati Soekarnoputri. 

Menurut Made Wirya, jenazah masih akan disemayamkan di Bale Gede menunggu hari baik untuk dilaksanakannya Ngaben. 

"Prosesi Ngaben dilakukan setelah dewase atau hari baiknya. Berdasarkan perhitungan, hari baiknya itu pada Minggu (20/3). Nanti dilakukan di Pemedilan. Nanti almarhum dimasukkan ke dalam 'rumah-rumahan' yang tinggi, lengkap dengan ornamen menyerupai lembu. Lalu kemudian dilakukan ngaben (pembakaran jenazah,red)," ujar Made Wirya. (gir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Perih Para PSK, Tarif Rp 400 Ribu Hanya Terima...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler