Aksi protes anti-Islam kembali digelar hari Sabtu (10/10) di kota Bendigo, Victoria. Aksi protes ini merupakan kelanjutan dari aksi menentang pembangunan masjid di kota kecil yang berjarak sekitar dua jam dari kota Melbourne tersebut.

Ratusan anggota yang tergabung dalam United Patriots Front menggelar aksinya di taman Rosalind. Ini adalah kedua kalinya dalam dua bulan terakhir kelompok tersebut, beserta kelompok nasionalis sayap kanan lainnya, menggelar unjuk rasa menentang rencana pembangunan masjid.

BACA JUGA: Universitas NSW di Sydney Dapat Ancaman

Rencana pembangunan masjid pertama bagi umat Muslim di Bendigo tersebut telah mendapatkan persetujuan dari dewan kota Bendigo.

Sementara itu, kelompok anti-rasisme yang tergabung dalam Koalisi Aksi Bendigo turun ke jalan untuk menentang sikap rasisme dan menyerukkan kebebasan dalam beragama. Mereka berjalan dari Balai Kota menuju taman Rosalind, yang telah dipenuhi kelompok anti-Islam.

BACA JUGA: Australia Akan Mempercepat Penerimaan Pengungsi Dari Suriah

"Pandangan mereka itu sesat, mereka melihat bukti-bukti yang salah dan foto-foto yang telah [diedit] photoshop," ujar Tashara Roberts, salah satu warga yang ikut menentang gerakan anti-Islam.

"Ini menjadi tanggung jawab kita sebagai warga yang berpikiran maju untuk ikut mendidik mereka dan memperlihatkan kepada mereka mengapa kita bertahan pada nilai-nilai yang kita miliki, dan kita harus berdamai dan saling menghargai," tegasnya.

BACA JUGA: Pemberian Visa Untuk Geert Wilders Dipertanyakan Seorang Senator Australia

Pengunjuk anti-Islam di Bendigo kembali menentang rencana pembangunan masjid. Foto:ABC News, Patrick Rocca.

Sementara itu kelompok United Patriots Front (UPF) meneriakkan seruan "Aussie, Aussie, Aussie, oi, oi, oi.

Blair Cottrell adalah satu anggota kelompok UPF menyalahkan media dan sejumlah politisi dengan apa yang terjadi.

"[Media] ingin meremehkan upaya kami, karena saat Anda membuat musuh lemah dan konyol, maka orang-orang tidak akan mendekati, bagi media kebanyakan, pemerintah yang lemah, dan kebijakan yang korup, kami dianggap sebagai musuh," ujarnya.

"Jadi mereka berbohong soal jumlah kami, mereka juga harus berbohong soal kekuatan dan semangat kami, boleh saja mereka berbohong lagi, tapi saya ingin mencoba melihatnya kali ini," tambahnya, Menurutnya upaya aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh kelompoknya dianggap sebagai upaya melindungi identitas dan nilai-nilai Australia. Kelompok anti tindakan rasis merespon kelompok anti-Islam. Foto: ABC News, Patrick Rocca.

 

Menurut Lisa Chesters, salah satu anggota parlemen federal untuk Bendigo, mereka yang menentang pembangunan masjid hanya menggunakan Bendigo sebagai alat. Menurutnya warga Bendigo tidak masuk dalam kelompok tersebut dan para pengunjuk rasa tidak mewakili pandangan pandangan kebanyakan warga lokal.

"Saya meminta agar masyarakat tidak salah dalam menilai Bendigo, karena para pengunjuk rasa bukan berasal dari kota ini," tegasnya.

Tapi pernyataan ini dibantah oleh salah satu pengunjuk rasa, Tasha Joyce.

"Orang-orang harus ingat bahwa adalah salah satu kanselir yang meminta UPF dan kelompok penentang pembangunan masjid untuk datang kesini."

Pihak kepolisian Victoria menyatakan empat orang ditahan dalam aksi unjuk rasa tersebut. Dua orang ditahan karena membawa pisau, seorang karena membawa obor, dan seorang lagi karena melakukan serangan ringan. Tetapi tidak diketahui apakah keempatnya termasuk kelompok yang menentang Islam atau kelompok yang menentang tindakan rasis.

Hari Senin (12/10), Komisioner Diskriminasi Ras, Tim Soutphommasane menegaskan bahwa aksi unjuk rasa tidak mencerminkan sikap Australia soal Islam.

"Unjuk rasa tersebut tidak merefleksikan warga Australia, karena Australia menghargai keberagaman budaya dan menerima kebebasan beragama," ujarnya.

"Sayangnya ada beberapa elemen-elemen, seperti sayap kanan yang berkampanye dan mengintimidasi, juga tidak menghargai kebebasan beragama," kata Tim dalam wawancara dengan ABC TV.

Menurutnya, menghubungkan kelompok ekstrimisme dengan agama tertentu, seperti Islam adalah masalah yang kompleks.

"Dari mereka yang melakukan studi soal ini diketahui bahwa motivasi di balik insiden penembakkan mematikan di Paramatta, Sydney, oleh anak laki-laki berusia 15 tahun lebih dipicu dengan alasan politik. Unsur agama mungkin ada disana, tetapi kita perlu paham bahwa ada sejumlah faktor yang berperan," jelasnya,

Ia berpendapat bahwa anak muda yang diberitakan mengunjungi masjid sebelum menembak mati karyawan kantor polisi tersebut karena merasa dirinya terkucilkan atau merasa asing.

"Ia kemudian mengekspresikannya dengan cara yang tragis dan memiliki konsekuensi yang dramatis," jelasnya.

Tim juga berharap komunitas Muslim bisa menjadi sahabat bersama untuk dapat menyelesaikan masalah anti-Islam yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir, termasuk menjadi mitra kerja dalam memahami dan menyelesaikan masalah radikalisasi di kalangan anak muda.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Walikota Geelong Dikecam Kenakan T-Shirt Bergambarkan Madonna Telanjang

Berita Terkait