JAKARTA - Aturan baru pembatasan pemasangan alat peraga kampanye oleh KPU, khususnya yang berkaitan dengan calon legislatif, terus menuai pro-kontra. Sejumlah partai politik menganggap aturan tersebut tidak masuk akal.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Nasdem Ferry Mursydan Baldan menganggap aturan yang baru beberapa hari lalu mendapat pengesahan dari Kemenkum HAM itu memiliki sejumlah kontradiksi. Di antaranya, terkait penentuan calon legislatif terpilih yang didasarkan pada suara terbanyak.
"Bagaimana KPU sebagai penyelenggara pemilu yang UU-nya mengatur calon terpilih ditetapkan berdasar suara terbanyak, namun membatasi para caleg menggunakan alat peraga sebagai media sosialisasi," protes Ferry Mursydan di Jakarta, Rabu (4/9).
Menurut dia, sosialisasi caleg tidak perlu dihambat atau dilarang-larang. Alasan estetika yang kerap dijadikan dalih penerapan aturan itu juga dianggap tidak pas. Dia yakin parpol maupun caleg secara otomatis akan menerapkan standar estetika ketika memasang alat peraga mereka.
Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye. Salah satu poin penting dalam revisi aturan kampanye tersebut adalah ketentuan bahwa hanya partai politik yang boleh memasang baliho, billboard, reklame, dan banner. Itu pun hanya satu unit untuk satu desa/kelurahan atau sebutan lain.
Sementara itu, calon anggota DPR, DPRD, dan DPD hanya dibolehkan memasang spanduk dengan ketentuan tertentu. Yaitu, satu unit pada satu zona atau wilayah yang ditetapkan pemerintah daerah. Untuk aplikasi ketentuan baru tersebut, KPU rencananya berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Khususnya, untuk penertiban alat peraga kampanye yang melanggar sesuai aturan tersebut.
Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf bahkan menilai peraturan KPU mengenai alat peraga itu tidak cerdas. Sebab, menurut dia, perekonomian masyarakat kecil justru umumnya ikut bergerak ketika masa kampanye. "Saya bilang ini adalah peraturan yang tidak cerdas," kata Nurhayati kemarin.
Menurut dia, keberadaan alat peraga juga merupakan bagian dari upaya memberikan pendidikan bagi masyarakat. "Kan di pesta demokrasi yang harus dididik masyarakat, bukan kemudian malah dibatasi," imbuh politikus perempuan itu. (dyn/c6)
BACA JUGA: Hakim Izinkan Fathanah Rawat Jalan
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cerita Ringan soal Megawati-Taufiq Kiemas Dibukukan
Redaktur : Tim Redaksi