jpnn.com - JAKARTA – Proyek kelistirikan 35 ribu mw masih menemui banyak masalah.
Masalah tersebut berada di tangan pemerintah. Salah satunya ialah persoalan pembebasan lahan.
BACA JUGA: Konsep Minimalis Ditinggalkan, Geser ke Estetika
Selain itu, mayoritas proyek kelistrikan mandek karena belum mendapatkan surat jaminan kelayakan usaha (SJKU) dari menteri keuangan.
Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati menyatakan, proyek pembangkit listrik dengan total daya 14 ribu mw sebenarnya sudah memiliki power purchase agreement (PPA).
BACA JUGA: Kuartal III 2016, Citilink Cetak Laba Bersih Rp 129 miliar
Artinya, PLN dan produsen listrik (independent power producer/IPP) menyepakati harga jual listrik.
Dari jumlah tersebut, pembangkit berkapasitas 9.300 mw belum memperoleh jaminan pembiayaan dari bank (financial close). Umumnya disebabkan masalah lahan.
BACA JUGA: Gandeng BUMN dan Swasta, Kemenhub Bidik 30 Infrastruktur
Namun, ada juga pembangkit berkapasitas total 6.300 mw yang belum financial closing karena IPP belum memperoleh SKJU.
Seluruh proyek yang terkendala SKJU dibangun kontraktor asal Jepang.
Tanpa surat garansi dari pemerintah terhadap risiko gagal bayar PLN pada sebagian masa operasi proyek tersebut, bank-bank asal Jepang menolak mencairkan utang.
Sebaliknya, proyek-proyek yang digarap kontraktor Tiongkok relatif tidak terkendala.
Sebab, Tiongkok tidak membutuhkan jaminan dari pemerintah Indonesia untuk mendapatkan pembiayaan.
PLN berharap seluruh SKJU bisa diterbitkan pada November ini sehingga target financial closing pada Desember tidak terlewati.
’’Masih diproses pemerintah. Kami coba bantu mempercepat. Kalau surat jaminan keluar akhir bulan, masih sempat financial close,’’ terang Nicke.
Waktu penerbitan SKJU yang relatif lama tidak disebabkan adanya masalah, melainkan murni proses birokrasi yang membutuhkan waktu.
”Itulah kenapa bisa dipercepat,” ungkapnya.
Lambatnya penerbitan SKJU sebenarnya tidak menghentikan proyek 100 persen. Namun, pembebasan lahan dan persiapan konstruksi proyek berjalan lambat karena produsen listrik hanya mengandalkan dana jaminan sepuluh persen yang disetor kepada pemerintah.
Selain masalah birokrasi, hal lain yang mengganggu penyelesaian proyek 35 ribu mw adalah harga listrik dari pembangkit mulut tambang.
Total dayanya mencapai 7.800 mw. Harga batu bara di mulut tambang saat ini dinilai terlalu mahal.
Alasannya, harga batu bara di mulut tambang bisa 2,5–3 kali lipat lebih mahal daripada batu bara nonmulut tambang.
Sementara itu, pembangkit listrik berbahan bakar gas terkendala pasokan gas. Padahal, 20 ribu mw di antara total 35 ribu mw adalah pembangkit berbahan bakar gas. ”Pasokan gasnya bermasalah,’’ urai Nicke.
PLN sebenarnya sudah membuat sejumlah pembangkit yang menggunakan bahan bakar minyak maupun gas alam cair (dual fuel).
Namun, pasokan gasnya belum siap. PLN menggunakan bahan bakar minyak. (rin/c18/noe/dim/c5/noe/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Keberadaan LNG di Terminal Benoa Diharapkan Bisa Jadi Contoh
Redaktur : Tim Redaksi