jpnn.com - JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 7,5 tahun penjara kepada mantan Deputi Teknis Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Ramadhani Ismy. JPU meyakini Ramadhani telah bersalah karena korupsi pada proyek pembangunan dermaga bongkar di Pelabuhan Sabang, Nangroe Aceh Darussalam.
"Menuntut agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Ramadhani Ismy telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (1/12).
BACA JUGA: Setelah Pertamina, Rini Isyaratkan Pangkas Jumlah Direksi BUMN Lainnya
Selain hukuman penjara, JPU juga mengajukan tuntutan agar Ramadhani membayar denda Rp 200 juta dan subsidair enam bulan kurungan, plus pengganti kerugian negara Rp 3.204.400.000. Apabila dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap Ramadhani tidak membayarnya, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
"Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama tiga tahun," ucap jaksa.
BACA JUGA: Zainal Bintang Tinggalkan Agung Laksono Cs
Ramadhani dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jaksa menjelaskan, dalam proyek pembangunan dermaga bongkar di Pelabuhan Sabang tahun 2006, Ramadhani sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) telah melakukan telaah yang isinya menyatakan pelelangan dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung. Menurut Ramadhani, pekerjaan tahun 2006 merupakan satu kesatuan konstruksi bangunan dengan pekerjaan tahun 2004.
BACA JUGA: Terdakwa Kasus Sabang Dituntut 10 Tahun Penjara
Padahal, kata JPU, pembangunan dermaga bongkar tahun 2006 itu bukan pekerjaan lanjutan dan bukan satu kesatuan konstruksi dari pekerjaan dermaga bongkar Pelabuhan Sabang tahun 2004.
Setelah itu, Ramadhani menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS) pembangunan Dermaga Bongkar Sabang tahun 2006 sebesar Rp 8,1 miliar. Penetapannya dilakukan tanpa melalui survei daftar harga pasar, tapi hanya berdasarkan engineering estimate yang dibuat Ananta Sofwan dan nilainya digelembungkan.
Jaksa menuturkan, Ramadhani kemudian meminta panitia pengadaan melakukan penunjukan langsung kepada Nindya Sejati JO. Untuk melengkapi persyaratan formal, dia membuat dokumen-dokumen terkait proses penunjukan langsung Nindya Sejati JO.
Dia juga meminta panitia pengadaan menandatangani dokumen terkait penunjukan langsung. "Padahal tata cara penunjukan langsung tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya," ucap jaksa.
Ramadhani kemudian menetapkan Nindya Sejati JO sebagai pelaksana pekerjaan proyek Dermaga Bongkar Sabang tahun 2006 dengan nilai kontrak Rp 8,023 miliar.
Hanya saja, Nindya Sejati JO mengalihkan pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan di proyek itu. Meskipun pekerjaan tidak selesai 100 persen, Ramadhani tetap menerima pekerjaan tahap 1 dan membuat bea surat terima yang intinya hasil pemeriksaan pekerjaan sudah dikerjakan sesuai ketentuan.
Akibatnya, terjadinya penyimpangan pada proyek tahun 2006 telah merugikan keuangan negara Rp 2,912 miliar. Penyimpangan bermodus sama juga dilakukan Ramadhani pada proyek tahun 2007- 2011.
Menurut jaksa, akibat penyimpangan pada proyek tahun 2004, 2006-2011, Ramadhani memperkaya diri sebesar Rp 3,204 miliar. Adapun total kerugian keuangan negara pada proyek yang dikerjakan mulai tahun 2004, 2006-2011 mencapai Rp 313,345 miliar.(gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sindir Jokowi, #BukanUrusanSaya jadi Trending Topic
Redaktur : Tim Redaksi