jpnn.com - JAKARTA - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut bekas kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Aceh Heru Sulaksono dengan hukuman 10 tahun penjara.
Heru juga dituntut pidana denda Rp 600 juta subsidair enam bulan kurungan. Dia dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang.
BACA JUGA: Sindir Jokowi, #BukanUrusanSaya jadi Trending Topic
"Menuntut agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Heru Sulaksono telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa KPK Riyono saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (1/12).
Selain itu, jaksa juga menuntut Heru dengan hukuman pidana tambahan yakni pembayaran uang pengganti sejumlah Rp 23,127 miliar dikurangi nilai harta Heru yang telah disita dan dirampas.
BACA JUGA: Jokowi Tidak Akan Beri Grasi untuk Gembong Narkoba
Jaksa Riyono mengatakan apabila Heru tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 5 tahun," ujar Jaksa Riyono.
BACA JUGA: Gandeng Komnas Perempuan Berantas Trafficking
Heru dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Heru juga dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Dalam pencucian uang, dia dinilai melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf b dan d Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jaksa menjelaskan Heru sekitar tahun 2004 mendapat informasi proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Banda Aceh yang dilakukan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Untuk mengerjakan proyek ini, Nindya Karya melakukan kerjasama operasional dengan perusahaan lokal yakni PT Tuah Sejati.
Untuk kerjasama operasional itu dibentuk board of management (BOM). Heru ditunjuk sebagai kuasa Nindya Sejati JO.
Jaksa mengungkapkan proses pengadaan barang dan jasa pembangunan Dermaga Sabang dari tahun 2004, 2006-2011 dilaksanakan tidak sesuai pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Proses penunjukkan Nindya Sejati JO sebagai pelaksana proyek pembangunan Dermaga Sabang tahun 2004 dilaksananakan hanya formalitas seolah-olah dilakukan secara pelelangan umum padahal para peserta lelang lainnya hanyalah sebagai pendamping yang disediakan Nindya Sejati JO," tutur jaksa.
Jaksa menyatakan Heru memang tidak secara langsung mengatur proses pelelangan. Namun, pelelangan diatur oleh pejabat pembuat komitmen dan pihak Nindya Sejati JO. Proses pelelangan yang menyimpang ini terus berlanjut pada proyek tahun 2006-2011.
Pada saat proses pengadaan, Heru dan sejumlah orang menggunakan harga perkiraan sendiri yang sudah digelembungkan harganya untuk dijadikan dasar pembuatan surat penawaran oleh Nindya Sejati JO.
Menurut jaksa, Heru selaku kuasa Nindya Sejati JO yang ditetapkan sebagai pelaksana pekerjaan pembangunan Dermaga Bongkar Sabang telah mengalihkan atau mensubkontrakan pekerjaan utama kepada CV SAA Inti Karya Teknik untuk tahun 2006 dan untuk tahun 2007-2011 kepada PT Budi Perkasa Alam tanpa persetujuan. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ical Unjuk Gigi Soal Prestasi KMP Kuasai DPR-MPR
Redaktur : Tim Redaksi