Proyek Jalur Puncak, Warga: Robohkan, Sekalian Bunuh Saya

Sabtu, 16 September 2017 – 10:54 WIB
Sebagai bentuk penolakan, warga Kampung Naringgul mengadakan salat istigasah, Kamis (14/9) malam. Foto: metropolitan

jpnn.com, BOGOR - Puluhan kepala keluarga (KK) di Kampung Naringgul, Desa Tugu Selatan, Kabupaten Bogor cemas. Tinggal hitungan hari, mereka dipaksa angkat kaki tanpa duit pengganti. Rumah yang telah ditempati sejak 1968 akan digusur untuk proyek jalur puncak yang akan dilebarkan menjadi empat jalur.

Surat Peringatan (SP) 1, SP2, SP3, ketiganya telah diterima warga yang menempati dusun di ujung jalur Puncak. Hampir 80 persen bangunan di sana adalah milik warga yang dipakai untuk tempat tinggal. Dari data yang dihimpun, ada 51 Kepala Keluarga (KK) yang menempati rumah di sana sejak 1968.

BACA JUGA: Pak Basuki Utamakan Benahi Jalur Puncak I

“Kami sudah dapat SP 3, sebenarnya dari 1968 juga sudah ditempati dan baru ramai-ramainya di tahun 70-an,”kata Ketua RT 01/17 Kampung Naringgul, Unip Gunawan.

Tak cuma tempat tinggal, dia juga mengaku jika beberapa rumah ada yang dipergunakan untuk vila. “Itu enggak banyak 20 persennya lah untuk vila,”ujar dia.

BACA JUGA: Para Korban Kecelakaan di Ciloto Akan Dapat Bantuan Perawatan dan Santunan

Jelang pembongkaran ini, dia pun kelimpungan, mencari tempat untuk melanjutkan hidup. Sebab, penggusuran ini dilakukan sepihak oleh pemerintah pusat.

Bukan hanya Unip. Warga lainnya yang tinggal di lokasi itu juga menrasakan hal yang sama. Rata-rata mereka menolak diusir karena merasa telah ikut membayar kewajiban pajak.

BACA JUGA: Kemenhub: Perusahaan Transportasi Ilegal Bakal Dipidana!

Ini pula yang dirasakan Deden Supriatna (57). Lelaki yang telah menempati bangunan itu puluhan mnegaku kecewa dengan sikap pemerintah. Karena, penggusuran itu dilakukan tanpa musyawarah.

“Nanti tanggal 18 (penertiban, red), saya di sini aja lah, silakan robohkan, sekalian bunuh aja saya, biar semua hancur, tolong dipikirkan dampaknya itu, kenapa pemerintah gak pernah ngajak ngomong, musyawarah,” ujarnya.

Dia mengaku bahwa rumahnya itu sudah berdiri sejak puluhan tahun yang lalu namun statusnya tidak mempunyai izin mendirikan bangunan (IMB). Meksi begitu, setiap tahunnya dia kerap ditagih untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak 27 tahun yang lalu.

“Mohon penjelasan, apakah ada ganti rugi, atau apa, karena saya bayar pajak PBB, walau IMB kami tidak punya. Pemerintah jangan pilih-pilih, rumah yang dari bawah status tanahnya sama dengan di sini, kenapa kok kami dianaktirikan,” katanya.

Sebanyak 51 KK korban penggusuran di Kampung Naringgul selama ini menempati lahan milik PT Sumber Sari Bumi Pakuan. Rencananya, Senin (18/9) pekan depan, eksekusi pengosongan area akan dilakukan untuk dipergunakan sebagai tempat relokasi sementara para pedagang kaki lima (PKL) yang akan ikut dibongkar di tahap II dengan total 884 pedagang mulai dari Simpang TSI hingga Rindu Alam.

Warga berharap pintu hati Bupati Bogor Nurhayanti terketuk sehingga batal membongkar pemukiman warga Naringgul, yang berada tepat di perkebunan teh Gunung Mas di sekitaran Masjid At-Ta’awun. “Ya, semoga pintu hati bupati terketuk,”pintanya.

Sementara Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bogor Dace Supriyadi menyatakan, pembongkaran lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) tahap kedua di Jalur Puncak Kabupaten Bogor kemungkinan besar mundur dari jadwal semula pada Senin (18/9). Sebab menurutnya, pemerintah kabupaten Bogor ingin mempersiapkan lahan relokasi terlebih dahulu bagi para pedagang.

“Untuk tahap kedua, tempat relokasi PKL harus sudah siap sebelum pembongkaran. Makanya secara administratif harus segera diselesaikan dengan pemilik tanah,” kata Dace.

Dia mengatakan, proses penetapan lahan relokasi hingga kini masih dalam tahap pelengkapan dokumen perizinan dan melakukan survei di beberapa tujuan relokasi PKL. Namun dia mengaku, proses yang dijalani hingga tempat relokasi siap digunakan akan memakan waktu berbulan-bulan. Proses yang harus dilalui, jelas Dace, mulai dari persiapan administrasi lahan, perataan tanah hingga pembangunan lapak dan penataan lainnya.

“Faktor itulah yang membuat pelaksanaan pembongkaran dimundurkan. Karena tidak akan keburu, mungkin ditangguhkan (jadwalnya),” ujar Dace.

Kejelasan tempat dan teknis relokasi itu menjadi tuntutan pedagang dalam unjuk rasa mereka ke kantor pemerintah daerahnya beberapa waktu lalu. Mereka mengancam menutup Jalur Puncak apabila pemerintah tetap melakukan pembongkaran paksa pekan depan.

Untuk lahan relokasi, Dace memaparkan, ada beberapa lahan relokasi yang disurvei pemerintah daerah antara lain lahan milik PTPN VIII Gunung Mas Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua dan lahan milik PT Sumber Sari Bumi Pakuan di Kampung Naringgul Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua. Kedua lahan itu masing-masing seluas empat hektar.

Pemunduran jadwal pembongkaran itu juga ditegaskan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bogor Syarifah Sofiah sebelumnya. Ia mengatakan pembongkaran tahap kedua sebanyak hampir 1.000 lapak direncanakan setelah ada kejelasan teknis dan tempat relokasinya. (ash/rez/c/rep/feb/run/metropolitan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Kali Kecelakaan Maut, Pembinaan Kemenhub ke Pengusaha Angkutan Diragukan


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler