jpnn.com, JAKARTA - Partasi Solidaritas Indonesia (PSI) berpandangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu mengkaji untuk merevisi Undang-Undang No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
Hal tersebut diutarakan Juru Bicara Bidang Ekonomi, Industri, dan Bisnis Rizal Calvary Marimbo menanggapi pelemahan rupiah akhir-akhir ini.
BACA JUGA: DPR Nilai Resolusi Parlemen Uni Eropa Sangat Diskriminatif
“Kemungkinan untuk merevisi UU Lalin Devisa perlu dipertimbangkan oleh parlemen ke depan dalam jangka panjang. Kalau PSI dipercayakan rakyat duduk disana, akan kita kaji dan dorong ke sana,” ujar Rizal.
Rizal mengatakan, pemerintah membutuhkan stabilitas nilai tukar dalam mendorong investasi ke sektor ril di dalam negeri.
BACA JUGA: PSI Berharap Dirut Baru Tak Lupa Jenis Kelamin Pertamina
Pasalnya, fluktuasi nilai tukar kerap mempersulit dunia usaha dalam menyusun rencana anggaran investasi, modal kerja, atau proyeksi bisnis.
”Bagi iklim investasi, instabilitas ini kurang baik juga, rencana bisa berubah-ubah proyeksinya. Costing dan pricing berubah-ubah,” pungkas dia.
BACA JUGA: Survei Tak Memuaskan, PSI Tetap Optimistis
Dia mengatakan, instabilitas pasar uang ini membuat dana asing yang masuk tidak berlanjut ke investasi di sektor ril.
Dana tersebut tersangkut beberapa saat di pasar saham, surat berharga, atau dipasar uang.
“Situasi ini hanya menguntungkan para spekulan asing. Mereka masukan dananya bukan ke sektor ril, karena dianggapnya tidak menarik, ribet, low rate of return, dan kelamaan. Terus dananya dibelikan beli saham, surat utang negara (SBI), yang berbunga tinggi itu. Habis itu dia lari lagi, dan biarkan rupiah terkapar,” pungkas Rizal.
Sebagaimana diketahui, mata uang dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat terhadap rupiah. Mata uang Paman Sam itu nyaris tembus Rp 13.900 pekan lalu.
Pelemahan ini disebabkan oleh perbaikan data ekonomi AS. Hal ini memicu ekspektasi pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) lebih dari tiga kali.
Meski demikian, PSI melihat depresiasi tersebut dapat juga dipicu oleh siklus tahunan seperti perusahaan asing melakukan pembagian deviden emiten, pembayaran kupon obligasi pemerintah, dan kenaikkan harga minyak mentah.
Kenaikkan ini membuat perusahaan energi kakap seperti Pertamina dan PLN memborong minyak untuk meningkatkan cadangan (fuel reserve).
“Jadi, ini musim berburu dolar memang,” ucap dia.
Meski demikian, Rizal mengatakan, revisi ini tidak boleh menimbulkan instabilitas baru. Revisi harus tetap mempertimbangkan aspek kekebasan pasar sebab ini merupakan fundamental ekonomi Indonesia yang perlu dijaga.
”Kita tentu tidak bisa membatasi secara mutlak transaksi, keluar masuk arus modal, dan sebagainya, nanti presedennya buruk,” ucap dia.
Namun, kebebasan devisa itu tidak boleh juga terlalu mutlak. Pada tahap dan wilayah tertentu, peran negara sangat penting dalam melakukan pengawasan.
Sebab bila kebebasan devisa itu sudah membahayakan perekonomian dan menghambat investasi di dalam negeri serta menimbulkan krisis, kebebasan devisa itu perlu diatur. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR dan Pemerintah Masih Memperdebatkan Satu Isu Krusial
Redaktur & Reporter : Adil