jpnn.com, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendorong sistem keuangan dan perencanaan dilakukan secara online agar setiap orang bisa mengakses anggaran yang disusun pemerintah daerah. Dengan begitu, upaya penggelapan dana bisa diminimalkan karena proses pelaksanaannya berlangsung secara transparan.
“Data memprihatinkan yang diungkap KPK itu bisa ditafsirkan beragam. Tapi, PSI kira, banyak daerah yang belum menerapkan sistem elektronik karena para pajabat setempat bakal sulit 'bermain' anggaran,” kata Ketua Umum PSI Grace Natalie dalam keterangan persnya, Sabtu (9/12).
BACA JUGA: Status Yerusalem, PSI Dukung Sikap Jokowi Protes Trump
Grace meyakini, transparansi dalam bentuk e-budgeting dan e-planning, niscaya mempersempit ruang gerak para perampok duit rakyat.
Data yang diungkap KPK menyebutkan bahwa penerapan perencanaan dan penganggaran dengan sistem elektronik (e-planning dan e-budgeting) oleh pemerintah daerah di Indonesia baru 42 persen. Padahal, dalam sebuah surat edaran, Mendagri Tjahjo Kumolo telah menganjurkan penggunaannya sejak September 2016.
BACA JUGA: Refleksi Gerakan PSI di Ulang Tahun Ketiga
Anjuran Mendagri yang tertuang dalam surat edaran ternyata tidak cukup. Tidak punya kemampuan memaksa.
Pekan ini, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan pemerintah tengah menyiapkan peraturan presiden (perpres) mengenai e-planning, e-budgeting, dan e-procurement.
BACA JUGA: PSI Seleksi Caleg, tak Mau Jalur Gelap
“PSI berharap, perpres itu segera terbit agar ada payung hukum yang lebih kuat dan bersifat memaksa,” kata Grace.
Saat melansir rencana ini, Oktober lalu, Presiden Jokowi menyatakan Perpres ini akan mengurangi operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap kepala daerah. Perpres tersebut akan membuat dimensi pencegahan korupsi lebih bergigi.
Pada aras individual, masih maraknya korupsi membuktikan bahwa Indonesia sangat butuh sosok-sosok bersih di eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Untuk eksekutif, misalnya, PSI memimpikan kehadiran puluhan atau bahkan ratusan “Nurdin Abdullah” yang baru.
Bupati Bantaeng yang progresif dan inovatif itu menunjukkan bahwa politik bisa menjadi gelanggang untuk mengikhtiarkan kebaikan bersama, menjadi jembatan untuk mencapai kesejahteraan kolektif.
Politik di tangan Nurdin, tak menjadi peranti mencuri duit rakyat. Ini yang membuat PSI tak ragu mendukungnya sebagai calon gubernur Sulawesi Selatan pada Pilkada 2018.
Tak mengherankan jika Nurdin diganjar Bung Hatta Anti-Corruption Award 2017. Ini sebuah penghargaan bergengsi. Pada 2013, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok juga menerimanya saat menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Ahok dinilai telah membuat program-program sistematis dalam upaya pemberantasan korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Dalam catatan penyelenggara Bung Hatta Anti-Corruption Award atas kinerja Nurdin,
“Di tahun pertama kepemimpinannya, Nurdin melakukan pembenahan dan peningkatan kapasitas aparat pemerintah dengan menerapkan pola _assessment_ dengan melibatkan Universitas Indonesia dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jatinangor, Jawa Barat. Nurdin melakukan sistem pendaftaran terbuka (open recruitment) sejak 2009 dan rotasi Kepala Dinas secara berkala setiap 3-6 bulan sekali untuk menghindari “zona nyaman korupsi”. Nurdin sudah banyak mengganti pejabat yang bekerja tidak benar atau terbukti korup: Kepala Badan Kepegawaian Daerah sudah berganti empat kali…”
Grace menyadari, pemberantasan korupsi jelas bukan kerja ringan. Namun setidaknya, momen 9 Desember yang merupakan hari antikorupsi internasional menjadi pengingat.
“Membutuhkan niat dan kerja bersama. Membutuhkan solidaritas semua komponen bangsa Indonesia. Hal paling mencemaskan dari korupsi adalah hilangnya rasa percaya sesama anak bangsa, bahwa masing-masing kita tidak mencuri hak orang lain,” pungkasnya. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PSI Mendaftar jadi Calon Peserta Pemilu 2019
Redaktur : Tim Redaksi