jpnn.com, JAKARTA - Juru bicara PSI bidang kepemudaan Dedek Prayudi menilai lagu #2019gantipresiden yang tengah viral di media sosial merupakan upaya membohongi publik. Pasalnya, narasi dalam dalam lagu yang dinyanyikan sejumlah tokoh oposisi tersebut tak didasari data.
"Apakah ini diperbolehkan? Atas nama kebebasan berekspresi ya sah-sah saja. Tapi kami menangkap kesan mereka sedang membohongi publik. Kami menilai konten video tersebut tidak sesuai dengan data yang dikumpulkan secara ilmiah dilapangan oleh lembaga yang kredibel, seperti BPS," kata pria yang akrab disapa Uki ini, Sabtu (9/6).
BACA JUGA: Dituding Selingkuh sama Ahok, Grace Natalie Lapor ke Polda
Uki menyoroti bagian dari lirik yang menggambarkan tentang tingkat pengangguran dan serbuan TKA. Lirik lagu menyebutkan jumlah pengangguran meningkat selama Joko Widodo menjabat presiden.
Selain itu, lagu juga menyebutkan bahwa 10 juta lapangan kerja diambil buruh asing.
BACA JUGA: Masih Bau Kencur, PSI Jangan Melawan Senior
"Ini sangat menyesatkan. Data resmi menunjukkan pekerja asing cuma 70 sekian ribu pekerja sampai dengan akhir 2017. Sedangkan pengangguran sejak Jokowi menjadi Presiden hingga akhir 2017 turun 0,2 juta jiwa," jelas Uki.
Kebohongan lainnya, lanjut Uki, adalah bagian lagu soal kenaikan tarif listrik dan BBM. "Nyatanya konsumsi BBM dan listrik terus naik, menurut data resmi Kementrian ESDM. Apakah betul kenaikan harga ini menyebabkan rakyat jadi miskin? Tidak juga, data BPS menunjukkan terjadi defisit penduduk miskin sebanyak 2 juta jiwa sejak 2014," ujar Uki.
BACA JUGA: Takjil #2019GantiPresiden, Ngabalin: Tak Baik di Bulan Suci
Uki melanjutkan bahwa pengurangan subsidi listrik dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan sosial. Dengan mengurangi subsidi, pemerintah bisa membangun pembangkit dan menyediakan listrik kepada 12 juta rakyat yang selama ini belum menikmatinya.
Terakhir, Uki menganggap konten jingle tersebut tidak sesuai dengan pola demokrasi maju dan modern. Menurutnya semua yang ada dalam lirik lagu adalah opini subyektif belaka.
"Sebagai anak muda, kami menyarankan bahwa kebebasan berekspresi diisi dengan konten yang faktual sesuai data kredibel. Demokrasi yang maju dan modern adalah demokrasi dimana opini dibangun berbasis data, bukan sekadar pragmatisme dan subyektifitas," tutup Uki. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PSI Ajak Mahasiswa Perangi Radikalisme di Kampus
Redaktur & Reporter : Adil