jpnn.com, SURABAYA - Pelaku bom bunuh diri di depan Katedral Makassar dan penyusup yang menyerang Mabes Polri merupakan generasi milenial.
Pelaku bom bernisial L usianya masih 26 tahun, sedangkan ZA pelaku penyerangan 25 tahun. Selain itu, ada kemiripan surat wasiat mereka berdua.
BACA JUGA: Ada Terduga Teroris Sudah Mencairkan Bansos Tunai, Begini Ceritanya
Fakta tersebut memunculkan hipotesis bahwa kaum milenial dalam usia produktif mudah terpapar radikalisme.
Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Ilham Nur Alfian mengatakan bahwa penyebaran paham itu bukan menyasar usia melainkan transisi medianya.
BACA JUGA: 3 Terduga Teroris Diincar Densus 88, Ini Inisial Nama dan Domisilinya
“Saat ini konteksnya adalah model doktrinasi ideologi kekerasan dan radikalisme yang dilakukan dengan media-media sosial,” ujar dia, Kamis (8/4).
Ilham mengatakan, teroris modern lebih menyasar pada propaganda virtual dengan bantuan media untuk melipatgandakan teror dan pelaku teror di suatu negara, termasuk Indonesia.
BACA JUGA: Viral Pamflet DPO Teroris FPI, Mabes Polri Bilang Begini
"Serangan teroris modern mengalami penurunan dalam hal kualitas, tetapi meningkat dalam hal popularitas," kata dia.
Koordinator Bidang Kuliah Bersama Pusat Pendidikan Kebangsaan, Karakter dan Inter Profesional Education (PPK2IPE) Unair itu menambahkan, milineal yang gemar berselancar di media sosial menjadi alasan mereka gampang terpapar oleh ideologi kekerasan dan terorisme.
"Dalam konteks penggunaan propaganda virtual kelompok milineal atau yang saat ini masuk usia produktif pasti sangat berisiko dan rentan menerima doktrin tersebut,” jelas Ilham.
Nah, masyarakat yang terpapar propaganda virtual itu cenderung melancarkan pola serangan terorisme yang disebut Lone Wolf. Mereka cenderung beraksi dengan skala kecil dan acak.
Menurut Ilham karakteristik seorang teroris secara psikologis juga sulit untuk diidentifikasi. "Di sinilah bahayanya, serangan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja,” beber dia.
“Agak sulit memang mengidentifikasi karakteristik psikologis terhadap kecenderungan orang-orang yang akan melakukan tindakan terorisme,” tambah dia.
Ilham berpesan agar masyarakat tidak mudah terpapar ideologi kekerasan dan terorisme dengan cara berhati-hati setiap menerima segala informasi.
"Caranya dengan berpikir kritis di tengah banjir informasi di media sosial," pungkas Ilham. (mcr12/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Arry Saputra