PTN Minta Dilibatkan Susun Konsep Ujian Pengganti UN

Kamis, 01 Desember 2016 – 08:15 WIB
UN secara online. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - SURABAYA - Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) rencananya akan di-launching pada 10 Januari 2017.

Kalangan PTN pun menyikapi hal itu bersamaan dengan moratorium Ujian Nasional (UN) pada 2017 yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

BACA JUGA: SALUT! Siswa Seberangi Banjir Besar Demi ke Sekolah

PTN berharap bisa ikut menentukan konsep ujian akhir selanjutnya yang akan didesentralisasi atau kewenangannya diserahkan ke daerah.

PTN sebagai user lulusan SMA/MA/SMK, meminta ada pergantian komponen yang menjadi persyaratan masuk kampus negeri.

BACA JUGA: Begini Penjelasan Sang Guru yang Minta Siswa Makan Bangkai Cicak

Artinya, dasar seleksi tidak bisa berdasar hanya hasil rapor sekolah semata.

Selain menuntut komponen persyaratan baru, PTN berharap bisa dilibatkan dalam tim pembuatan soal serta evaluasi hasil SNMPTN.

BACA JUGA: Anak Dipecat dari Sekolah, Mantan Komisioner KPU Sumut Ngadu ke Dewan

Alasannya, PTN yang akan menerima para lulusan sekolah menengah atas tersebut.

“Harus ada komponen pengganti UN untuk menjadi bagian dari syarat lolos SNMPTN. Misalkan ada UP atau ujian provinsi, yang soalnya dibuat oleh tim independen dan perguruan tinggi,” kata Rektor Universitas Airlangga (Unair), Moh Nasih, Rabu (30/11).

Menurut dia, moratorium UN bisa menjadikan pendidikan di tingkat SMA linier dengan program pendidikan atau fakultas yang akan diambil siswa setelah lulus.

“Posisi SMA kita belum sepenuhnya linier. Mayoritas siswa ingin IPA, tapi kemampuan dan dukungan daya tampung di PTN kebanyakan IPS. Semua ingin jadi dokter, insinyur, terus yang menjadi ekonom siapa?” sambungnya.

Pria asal Gresik ini berharap moratorium UN bisa menjadi bagian dari proses pengembalian jalur siswa terkait jenjang ke depan berkaitan dengan profesi.

“Ketika di SMK mengambil jurusan boga, dan saat kuliah diterima di kedokteran atau arsitek, ya harus kembali ke jalur,” paparnya.

Nasih mengatakan bahwa Unair sebenarnya mengikuti saja kebijakan moratorium UN yang dilakukan oleh pemerintah.

Sebab, tidak semua PTN mempercayai hasil UN sehubungan prosesnya di sekolah.

Selain itu, pemanfaatan hasil UN dianggap belum maksimal. Karena itu, PTN cenderung memilih dilibatkan dalam penyusunan soal serta evaluasi jawaban UN.

“Ini menjadi harapan Unair pada menteri pendidikan agar bisa dilibatkan dalam tim independen pembuatan soal (Ujian Provinsi) supaya ada jaminan kualitas,” tandasnya.

Kendati demikian, Nasih menyerahkan apapun proses masuk PTN asal yang terpenting mekanismenya bagus.

“Soal kuota mahasiswa di masing-masing PTN, selalu disampaikan ke majelis rektor yang diteruskan ke Kemenristekdikti. Jadi, kuota yang menentukan Kemenristekdikti,” pungkasnya.

Terpisah, Rektor ITS Prof Joni Hermana menyatakan bahwa pelibatan PTN mungkin hanya bidang pengelolaan data hasil ujian.

Sebab, ITS memiliki sistem komputerisasi data terbaik dan sudah dipakai dalam berbagai bentuk ujian seperti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan hasil uji potensi akademik pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Dinas Pendidikan Surabaya (Dispendik) Surabaya.

”Jika dilibatkan buat naskah, saya rasa ITS tidak mau,” kata Joni.

Hal itu didasari atas dua lembaga yang menaungi instansi SMA/SMK dan PTN.

PTN di bawah Kemenristekdikti, sedangkan SMA/SMK berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

”Kalau pun PTN benar-benar dilibatkan, mungkin hanya sebagai ahli secara personel. Bukan lagi institusi yang dilibatkan,” jelasnya.

Menurut Joni, ada dua konsep perbedaan antara ujian kelulusan SMA/SMK dengan yang dibuat oleh PTN.

Uji kelulusan SMA lebih pada ujian kompetensi siswa yang berguna untuk mengukur sasaran pembelajaran yang sudah dilakukan.

Sementara ujian yang dilakukan PTN lebih pada sistem ujian prediksi. ”Dua ujian ini memiki konsep berbeda,” ucap Joni.

Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jawa Timur Prof Teguh Soedarto menandaskan bahwa moratorium UN belum dipastikan berujung pada ada dan tidaknya SNMPTN.

Menurut dia, jika SNMPTN tidak ada, sekolah bisa merekomendasi dan mengirimkan siswanya yang terbaik ke PTN. Kuncinya, sekolah komitmen memilih siswa yang benar-benar terbaik.

“Soal moratorium UN juga masih dikaji. Belum ada keputusan jalan atau tidak. Sebenarnya UN tetap perlu ada, cuma sistemnya yang dibenahi. Bagaimana caranya supaya tidak ada kebocoran, tidak ada keresahan masyarakat,” tegas Teguh.

Teguh mengatakan bahwa UN adalah ujian kemampuan siswa dimana antar daerah berbeda-beda. Apabila kualitas soal UN sama, maka ada daerah yang tidak bisa mengikuti.

Lain kalau standarisasi soal sama, kisi-kisi soal sama, maka diperlukan komitmen UN terlaksana dengan baik dan tidak ada kebocoran. Tidak ada joki dan murni dikerjakan siswa.

“Hasil UN sebenarnya untuk acuan sekolah mengejar ketertinggalan. Sekolah yang tertinggal harus dikirim guru dari sekolah berkualitas. Pemerintah harus menyikapi ini karena sudah menjadi konsekuensinya. Memang ini (pengiriman guru, Red) tidak bisa langsung terpenuhi dalam waktu dekat,” pungkas Teguh. (han/bae/jay/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ujian Nasional Dihapus, Nggak Masalah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler