Anak Dipecat dari Sekolah, Mantan Komisioner KPU Sumut Ngadu ke Dewan

Rabu, 30 November 2016 – 03:59 WIB
Ilustrasi. Foto: dokumen JPNN

jpnn.com - MEDAN - Mantan Komisioner KPUD Sumut, Turunan Gulo mengadukan nasib anaknya yang dipecat pihak sekolah Djuwita karena tidak membayar uang sekolah kepada Komisi B DPRD Medan, Selasa (29/11). 

Dia keberatan dengan sikap pihak sekolah Djuwita karena putranya, Ingwer Arief Budiman Gulo yang duduk di kelas IV SD dikeluarkan karena tidak melunasi uang sekolah Rp 2,2 juta perbulan dan uang program Rp8 juta per siswa. 

BACA JUGA: Ujian Nasional Dihapus, Nggak Masalah

Turunan Gulo mengaku punya alasan kenapa tidak membayar uang sekolah dan uang program itu. 

"Awalnya pihak sekolah menawarkan dua alternatif untuk pembayaran uang sekolah yakni pertama, gurunya dari luar negeri dengan uang sekolah Rp2,2 juta perbulan.” 

BACA JUGA: Kita Dukung UN Dihapus, Bagus Itu

“Kedua, uang sekolah Rp1,4 juta perbulan namun guru lokal. Sedangkan uang program itu disepakati diawal hanya Rp6 juta," katanya di hadapan anggota Komisi B DPRD Medan kepada Sumut Pos.

Kedua gurunya dari lokal, uang sekolahnya Rp1,4 juta. Selain itu, pihak sekolah mewajibkan membayar uang program Rp8 juta per siswa naik dari sebelumnya Rp6 juta untuk pembelian buku melalui sekolah. Padahal itu melanggar PP No 17/2010.

BACA JUGA: Kadis Pendidikan Tolak Moratorium UN

Dia pun sepakat untuk membayar uang sekolah anaknya Rp2,2 juta setiap bulan, karena guru yang akan mengajar berasal dari luar negeri. 

"Tapi tahun ketiga hingga saat ini guru dari luar negeri sudah tidak ada lagi. Anehnya, siswa tetap diwajibkan dan dipaksa bayar Rp2,2 juta, berarti telah terjadi pungli. Kami bersedia bayar Rp1,4 juta, karena gurunya dari lokal. 

“Kami bukan tidak mau bayar, tapi pihak sekolah telah melakukan pembohongan, tidak komit dan hanya menuntut hak tanpa melaksanakan kewajiban," paparnya.

Dalam pertemuan itu, Turunan Gulo juga mengungkapkan, manajemen sekolah terindikasi kuat melakukan pembohongan publik, mengaku sekolah berkredibel, berkualitas, berakreditasi A. 

Tapi faktanya bahwa surat keterangan akreditasi A hanya berlaku hingga 2013 dan SMA-nya tidak layak dapat akreditasi A, karena ada kelas yang kosong dan nekat menyelenggarakan UN sendiri.

Ketua Komisi B DPRD Medan Marulitua Tarigan menyimpulkan untuk mengeluarkan rekomendasi ke Disdik kota Medan agar segera menyurati pihak Sekolah Djuwita, sehinga siswa yang dipecat segera diterima sekolah kembali.

"Pihak sekolah juga harus membatalkan surat yang dikeluarkan. Begitu juga dengan proses penyelesaian pertikaian antara pihak sekolah dengan orang tua dan siswa supaya segera diselesaikan," kata Politikus NasDem ini.

Anggota Komis B, Hendrik Sitompul mengaku kecewa ada siswa yang dipecat dari sekolah karena tidak membayar uang sekolah.

"Kejadian ini tidak baik untuk psikologis anak," katanya.

Dia juga berharap agar Komisi B mengeluarkan rekomendasi ke Dinas Pendidikan Medan agar sekolah menerima kembali siswanya yang dipecat akibat belum tuntasnya masalah biaya uang sekolah yang diprotes.

"Sepertinya, pihak sekolah Djuwita membandel. Selain tidak menanggapi undangan rapat, juga sudah melanggar aturan pendidikan yang mencari keuntungan sebanyak-banyaknya mengabaikan fungsi sosial.” 

“Meski sekolah luar atau swasta harus patuh terhadap semua aturan yang ada. Kalau tidak patuh, Disdik Medan harus mengambil tindakan tegas dan menutup sekolahnya. Pihak yayasan harus dipanggil kembali. Kalau masih membandel, harus dipanggil paksa,"cetus Politisi Demokrat ini. (prn/dik/ray/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kimia Perlu Diajarkan ke Jenjang SMP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler