jpnn.com - JAKARTA - Bola liar skandal Papa Minta Saham masih terus bergulir. Respons masyarakat terhadap kasus yang disebut-sebut melibatkan banyak pejabat tinggi negara tersebut masih belum jelas akhirnya.
Berbagai ekspresi mencuat menanggapi skandal yang menjadi perhatian dunia ini. Tak terkecuali Denny JA. Aktivis pegiat 'Indonesia Tanpa Diskriminasi' ini meresponsnya dengan sebuah puisi.
BACA JUGA: Polri Belum Dapat Perintah dari Presiden Memburu Riza Chalid
Kasus itu dipotret dari kacamata seorang aktivis yang berjuang menegakkan reformasi. Tadinya dia berharap di era reformasi, korupsi bisa diatasi, dan politisi menjadi teladan.
Namun dia kecewa melihat kasus Papa Minta Saham. Dalam kasus itu dia melihat politisi yang sama, yang masih korupsi berjemaah, saling membela kesalahan. Bahkan berani pula mencatut nama presiden. Sang aktivis nyaris putus asa, lewat puisi, dia mengungkap curahan hatinya. (rmo/jpnn)
BACA JUGA: Bahaya!!.. Ada Buku Panduan Menjadi Teroris
Puisi Papa Minta Saham
"Mengapa bisa terpilih pemimpin yang buruk?"
BACA JUGA: Jaksa Agung: Presiden Marah Itu Manusiawi
Itu keluhan aktivis Faruk
Kasus Papa Minta Saham yang kemaruk
Membuatnya garuk-garuk
Terbayang tahun 98, era reformasi
Berjuang bersama impikan demokrasi
Era baru akan mengganyang korupsi
Spirit baru musnahkan busuknya politisi
Itu yang dulu ia yakini
Namun kini disaksikannya jenis pemimpin yang sama
Reformasi membawa bau tengik serupa
Urat malu pemimpin yang sudah tiada
Walau mereka dipanggil yang mulia
Mengapa zaman tak kunjung berubah?
Seru Faruk mengumbar marah
(Mona dari tadi duduk saja terdiam
Faruk itu seniornya yang pendiam
Namun sore itu Faruk merah padam
Ia meledak geram)
"Mereka berkomplot, berjemaah"
Ujar Faruk Murka
"Merampok negara bersama
Kini mereka saling membela"
"Lihatlah peringai mereka
Merasa tak bersalah
Seolah culun dan bisa tertawa
Celakanya kita harus memanggilnya yang mulia"
"Ini kebusukan tanpa preseden
Berani mencatut nama presiden
mencatut nama wakil presiden
Ringan saja seperti penari sinden
(Mona tetap diam saja
Berdua duduk di beranda
Rapat aktivis baru saja reda
Kasus Papa minta saham menjadi agenda)
"Free Port hanya satu perkara
Di meja makan mereka, terhidang kue Indonesia
Mereka potong dan berbagi sesukanya
Dan berak di atas kepala kita"
(Mona tetap duduk tenang
Dibiarkannya seniornya mengerang
Faruk aktivis idealis
Kini mulai pesimis)
"Mereka ingin beli jet pribadi
Main golf acap kali
Sambil mereka berhappy- happy
Rileks sekali itu rencana korupsi"
"Mona, ujar Faruk meringis
Aku akan pensiun jadi aktivis
Hidup yang idealis
Membuatku seperti pengemis
Politik Indonesia membuatku pesimis"
(Mona kembali diam saja
Penuh kasih ia peluk seniornya
Ia memeluk luka yang menganga
Aktivis tua yang penuh kecewa)
Mona masih mahasiswi
Ia cinta ini ibu pertiwi
Berbeda dengan Faruk seniornya
Mona masih optimis dengan Indonesia
Bagi Mona yang baru tumbuh
Kasus "Papa Minta Saham" segera berlalu
Masa depan Indonesia masih beribu
Tak ada yang salah dengan reformasi
Tak ada yang salah dengan demokrasi
Justru karena ada kebebasan
Justru karena ada keterbukaan
Korupsi semakin dibuka
Ada KPK
Ada media
Sudah ada 343 kepala daerah menjadi tersangka
Sebagian sudah dipenjara
Ada menteri di sana
Ada ketua umum partai di sana
Bahkan ada ketua MK di sana
Keadilan memang belum sempurna
Tapi sistem mulai bekerja
Para pejuang akan selalu lahir
Keberanian akan selalu hadir
Sekali lagi Faruk dipeluknya
Sambil lirih berkata
Singkat saja
Namun membuat Faruk terperangah
"Bang, jangan patah
Jangan sampai preman mengalahkan kita"
8 Des 2015
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waduh...Teroris Dinilai Lebih Terlatih dari Polisi dan TNI
Redaktur : Tim Redaksi