jpnn.com, JAKARTA - Lebih dari 188 juta penduduk Indonesia telah menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Walaupun jumlah peserta naik setiap tahunnya, tapi masih ada lebih dari 50 juta pekerja informal yang belum menjadi peserta JKN.
Bahkan, menurut pengamat kesehatan Luthfi Mardiansyah, belum semua karyawan BUMN/BUMD ikut menjadi peserta.
BACA JUGA: Waduh, Tiga RS di Medan Berhenti Layani Pasien BPJS
"Itu menjadi target peserta yang harus segera dibidik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Masalahnya apakah program JKN saat ini menarik bagi mereka untuk ikut dan membayar iuran, sementara persepsi mereka tentang JKN adalah program inferior, antrian panjang di hampir semua faskes,” paparnya dalam forum diskusi kesehatan di Jakarta, Kamis (8/2).
Terjadinya mismatch atau defisit, menurut BPJS, karena pemasukan dari iuran lebih rendah dari pengeluaran pembayaran manfaat dan biaya operasional. Pada 2016 misalnya, pendapatan dari iuran Rp 67,4 triliun. Kemudian untuk pembayaran manfaat dan biaya operasional, terjadi mismatch sekitar Rp 6 triliun rupiah.
BACA JUGA: Bantu 20.500 Pekerja Informal Beli Rumah, Ini Syaratnya
Sejak 2014 sampai 2017, claim ratio setiap tahunnya di atas 100 persen. Bahkan 114 persen di tahun 2017.
“Idealnya claim ratio tidak lebih dari 95 persen. Namun harus dilihat juga pemanfaatan program ini di kalangan populasi penerima bantuan iuran (PBI) sebanyak 60 persen. Jumlah ini masih rendah, dari data claim ratio disekitar 70 persen,” analisa chairman Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) ini.
BACA JUGA: Layani Pasien JKN, Dokter Residence Jangan Dianggap Siswa
Hal ini lanjutnya, menunjukkan program JKN manfaatnya hanya untuk peserta non PBI, khususnya di kota-kota besar.
Pada kesempatan tersebut, Laksono Trisnantoro, guru besar ilmu kesehatan masyarakat Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan, pendanaan untuk pembiayaan jaminan kesehatan masyarakat harus yang berkeadilan, dibayarkan tepat sasaran dan dirasakan manfaatnya seluruh rakyat.
Idealnya, jaminan kesehatan masyarakat memberikan layanan bermutu dengan efisien.
Jika dibandingkan antara anggaran kesehatan Indonesia dan Thailand, masih ada gap 1,5 persen dari Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang setara dengan Rp 180 triliun.
"Jadi, masih banyak dana yang tersedia dan bisa ditarik untuk biaya kesehatan daripada dibelanjakan masyarakat untuk traveling dan kuliner. Secara pribadi saya berpikir untuk mendorong akses komersial guna melengkapi BPJS,” pungkasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Layanan Kesehatan Program JKN Dinilai Buruk, Ini Pemicunya
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad