jpnn.com, JAKARTA - Salah seorang pelaku teror di Mapolda Sumut berinisial SP diketahui pernah bertempur di Suriah. Hal ini membuat Polri lebih waspada.
Polri memastikan telah mendeteksi puluhan anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang sudah pulang kampung ke Indonesia. Namun, sulit untuk mengetahui dan mendapatkan secuil bukti rencana aksi mereka.
BACA JUGA: Falah Aziz, Polisi yang Telah Membunuh 130 ISIS, 50 Penggal Kepala
Informasi yang diterima Jawa Pos, jumlah mantan kombatan yang mencicipi panasnya perang antara ISIS dengan dua blok yang digawangi Amerika dan Rusia mencapai 53 orang. Mereka tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia.
Sebelum SP, setidaknya ada tiga terduga teroris yang pernah ikut ke medan tempur di Timur Tengah tersebut. Yakni, Sahrul Munir, Febri Rahman dan Junaidi.
BACA JUGA: Please, Jangan Kaitkan Teror Mapolda Sumut dengan Agama Islam
Ketiganya merupakan kaki tangan pimpinan lapangan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Zainal Anshori. Ketiganya mampu ditangkap Densus 88 Anti Teror sebelum melakukan aksi teror.
Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, jumlah anggota ISIS yang telah kembali ke Indonesia ini belum bisa dipastikan. Namun, memang bisa mencapai puluhan orang.
BACA JUGA: Sori, Polri Tak Bisa Menjerat WNI Eks Kombatan di Suriah
”Ini sudah menjadi pantauan Densus 88 Anti Teror dan Intelijen,” terangnya ditemui di kantor Divhumas Mabes Polri kemarin (29/6).
Masalahnya, bukan pada jumlah mantan kombatan tersebut. Namun, lebih kepada bagaimana mengetahui rencana aksi teror yang akan mereka lakukan.
”Yang saya sampaikan pentingnya itu, kapan dan dimana aksi itu,” papar jenderal berbintang sua tersebut.
Menurutnya, perlu kecermatan yang ekstra untuk mendapatkan bukti di lapangan. Sehingga, bisa dilakukan upaya pencegahan sebelum terjadi aksi teror. ”Pencermatan di lapangan ini yang dilakukan,” ungkapnya.
Kondisi semacam itu timbul karena saat ini revisi undang-undang anti terorisme belum kelar pembahasannya.
”Saat ini kalau tidak lakukan pidana di Indonesia tidak bisa ditangkap. Ke depan kalau sudah selesai revisinya, tentu bisa ditangkap untuk melakukan pencegahan. ” papar mantan Wakabaintelkam tersebut.
Selama masa transisi regulasi tersebut, Polri berupaya menambal celah regulasi ini dengan menerapkan preemtif strike atau penyerangan untuk pencegahan sedini mungkin. ”Kalau dapat bukti seminimal mungkin, langsung diamankan dulu,” ujarnya.
Apakah aksi teror penyerangan ke markas Polda Sumut hanya direncanakan empat orang saja? Alumnus Akpol 1984 itu menuturkan, tiga orang tersangka masih dalam pemeriksaan intensif di Mako Brimob Kelapa Dua.
”Tentu, siapapun yang terlibat akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Setiap jaringannya tentu dikejar,” ungkapnya.
Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Rikwanto mengungkapkan, warga negara Indonesia (WNI) yang pergi ke wilayah ISIS itu belum tentu semuanya menjadi kombatan atau ikut berperang.
Banyak yang kesana justru diposisikan sebagai pekerja. ”Menjadi buruh masak dan semacamnya,” tuturnya.
Namun, ada juga yang menjadi kombatan karena memiliki kemampuan. Atau, malah menjadi orang yang cukup penting karena memiliki kemampuan khusus.
Seperti, Bahrun Naim yang memiliki kemampuan dalam bidang informasi dan tekhnologi (IT). ”Yang seperti itu dipakai ISIS,” jelasnya. (idr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Belum Pastikan Penyerang Polda Sumut Jaringan Bahrun Naim
Redaktur : Tim Redaksi