jpnn.com, SIDRAP - PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) secara bertahap meningkatkan upaya dekarbonisasi melalui pengembangan Creating Shared Value (CSV), yang berfokus pada perbaikan lingkungan dan peningkatan kompetensi petani, dengan dampak langsung terhadap proses bisnis perusahaan.
Salah satunya inisiasi program D'Komposer, berupa pendampingan petani dalam penggunaan bahan organik tanah melalui pengembalian jerami hasil pengomposan insitu.
BACA JUGA: Kerap Gagal Menyanyikan Lagunya Sendiri, Keisya Levronka Sampai Datangi Psikolog
Pada program ini, Pupuk Kaltim melakukan pendampingan pengaplikasian produk hayati Biodex, sebagai bioaktivator perombak atau pendegradasi bahan organik ramah lingkungan, yang diproduksi Pupuk Kaltim untuk membantu perbaikan kualitas tanah pertanian masyarakat.
Penggunaan biodekomposer ini ditujukan untuk mempercepat proses dekomposisi kandungan bahan organik, dari proses pengomposan jerami sisa panen yang menumpuk di area persawahan.
BACA JUGA: Pengamat PPI Beberkan Perbedaan Hasil Kerja Era Jokowi Dengan SBY
Tahap awal uji coba efektivitas program D'Komposer, dilaksanakan pada lahan pertanian di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dan Bone Sulawesi Selatan.
Program ini menggandeng dua Kelompok Tani, masing-masing di atas lahan seluas 25 Hektare (Ha).
BACA JUGA: Lanjutkan Kerja sama dengan Kostrad, Pupuk Kaltim Salurkan Sarana Pendukung Rp 451 Juta
Hal ini melihat adanya penurunan kandungan organik pada lahan pertanian di dua kabupaten utama penghasil beras tersebut.
"Selama ini petani hanya membakar jerami sisa panen yang berpotensi meningkatkan emisi karbon dari aktivitas pertanian. Namun pada program ini, jerami dapat diolah dan digunakan kembali menjadi unsur bermanfaat untuk optimalisasi lahan pertanian secara berkelanjutan," ujar SVP Sekretaris Perusahaan Pupuk Kaltim Teguh Ismartono, saat panen padi program D'Komposer di Kabupaten Sidrap, Jumat (16/9).
Dari hasil implementasi D'Komposer menggunakan Biodex, didapati peningkatan nilai C-organik jelang panen di angka 0,54.
Atau lebih tinggi dibanding lahan tanpa Biodex, dengan rata-rata nilai C-organik hanya 0,15.
Begitu juga dengan potensi hasil panen, didapati kenaikan produktivitas mencapai 9,9 ton per/Ha, atau naik 4 ton lebih dari panen sebelumnya sebesar 5,8 ton per/Ha.
Menurut Teguh, Pupuk Kaltim sebagai pelopor transformasi hijau petrokimia menargetkan pengurangan emisi karbon sebesar 32,50 persen pada 2030, dengan menerapkan aspek Environment, Social and Governance (ESG).
Langkah ini diaplikasikan dalam program inovatif berkelanjutan, untuk memberi nilai tambah dan manfaat bagi para petani dalam mendorong optimalisasi sektor pertanian Nasional.
"Ini salah satu wujud peran aktif Pupuk Kaltim dalam memperbaiki kualitas tanah untuk mendukung pertanian berkelanjutan, disamping kontribusi terhadap penanggulangan perubahan iklim dunia," terang Teguh.
Sesuai dengan prinsip CSV, Pupuk Kaltim menekankan implementasi D'Komposer untuk memberi dampak langsung terhadap perbaikan lingkungan dan peningkatan kapasitas petani, yang sejalan dengan prioritas program TJSL perusahaan berdasarkan arahan Kementerian BUMN.
"Melihat keberhasilan dan efektivitas ujicoba Biodex di Sidrap dan Bone, program ini akan terus kami perluas di Sulawesi Selatan hingga daerah lain di Indonesia. Sehingga kesinambungan upaya Pupuk Kaltim dalam menekan emisi karbon akan berjalan beriringan dengan peningkatan kualitas lahan pertanian masyarakat," papar Teguh.
Bupati Sidrap Dollah Mando, mengapresiasi kontribusi Pupuk Kaltim membantu petani mengembalikan unsur organik lahan dan peningkatan produktivitas melalui pengomposan insitu pada program D'Komposer.
Dirinya berharap program ini semakin diperluas, didukung ketersediaan pupuk memadai bagi petani di tiap musim tanam sehingga produksi padi Kabupaten Sidrap semakin optimal.
Mewakili petani, Usman dari Kelompok Tani Massiddi Adae Sidrap, menyebut penggunaan Biodex pada demplot program D’Komposer ini menunjukkan peningkatan performa tanaman padi secara signifikan, terlihat dari bulir yang memiliki ukuran lebih besar.
Tanaman juga lebih tahan terhadap serangan penyakit hawar daun dengan pertumbuhan yang lebih sehat, sehingga potensi panen yang dihasilkan jauh lebih optimal mencapai 9,9 ton/Ha.
"Sebelum ini bulir padi jauh lebih kecil. Tanaman juga rentan terkena hama dan penyakit karena bakteri, sehingga hasil panen hanya sekira 5-6 ton saja," ucap Usman.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... UMKM Sahabat Sandi Beri Pelatihan Wirausaha Hingga Gerobak Gratis di Jabar
Redaktur & Reporter : Yessy Artada