Purwo Ardoko, Alumnus ITS, Arsitek Penjara Modern di Indonesia

Nginap di Lapas Cipinang, Masuk Geng Surabaya

Sabtu, 01 Mei 2010 – 06:43 WIB
RANCANG PENJARA- Purwo Ardoko, insinyur yang menjadi arsitek penjara modern, menunjukkan site plan Rutan Cipinang di Jakarta, Jumat (29/4). Foto: Naufal Widi A.R/ Jawa Pos
SALAH satu orang penting dalam pembangunan Rutan Khusus Tipikor di Cipinang, Jakarta, yang diresmikan Selasa lalu (27/4) adalah Purwo ArdokoDialah arsitek rutan tersebut

BACA JUGA: Pengakuan Para Pemeran Gigolo di Film Cowboys in Paradise

Purwo memang "spesialis" perancang bangunan penjara
Termasuk, penjara supermaximum security.
 
NAUFAL WIDI AR, Jakarta
 
SITE plan Rutan (rumah tahanan) Cipinang dan buku tebal Building Type Basics for Justice Facilities serta setumpuk dokumen lain ada dalam dekapan Purwo Ardoko

BACA JUGA: Kami Bukan Ayam, Kami Hanya Anak Pantai

"Saya baru mendampingi Pak Menteri (Menkum HAM Patrialis Akbar, Red) wawancara dengan TV," kata Purwo yang ditemui di salah satu kafe di kawasan Tebet, Jakarta, Kamis lalu.

Topik perbincangan di TV itu adalah Rutan Klas I Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di komlpleks Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta, yang baru saja diresmikan
Ini hunian baru bagi para koruptor yang berstatus terpidana, terdakwa, maupun yang masih tahanan.

Purwo memang salah seorang aktor penting di balik pembangunan rutan tersebut

BACA JUGA: Jadi Caleg Kalah, Terbelit Utang, Paksa Istri Melacur

Pria kelahiran Jombang itulah yang mengarsiteki pembangunan blok khusus penjahat kerah putih (white collar crime) ituPenjara yang terdiri atas tiga lantai dan mampu menampung 256 orang.

Lantai 1 berkapasitas 16 kamarSel-sel berukuran 3 x 6 meter itu disiapkan untuk tahanan yang sudah uzur (lanjut usia) atau sakitKarena itu, satu sel hanya dihuni satu orangDi lantai 2 dan 3 masing-masing terdapat 24 kamar berukuran 7 x 5 meterSetiap kamar diproyeksikan untuk lima tahanan.

Seluruh kamar dilengkapi fasilitas sebuah klosetDi setiap selasar di tiap lantai dipasang kamera CCTV (closed circuit television)Sedikitnya, di tiap blok ada lima kamera CCTV, di antaranya ditempatkan di ruang petugas dan tempat kunjungan"Ini sudah sesuai dengan standar internasional," kata Purwo.

Rutan Tipikor itu, jelas alumnus Teknik Sipil ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) Surabaya itu,  merupakan salah satu di antara sembilan lapas dan rutan percontohanYakni, Lapas Pasir Putih Nusakambangan yang berkategori supermaximum security, Lapas Narkotika Jogjakarta, Lapas Tanjung Gusta Medan, dan Lapas Barelang Batam.

Kemudian, Rutan dan Lapas Salemba, serta tiga di CipinangYakni, lapas khusus narkotika, lapas umum, dan Rutan Tipikor"Di Medan dan Batam saya jadi advisor-nya," terang PurwoDia juga ikut berperan dalam pembangunan maupun renovasi tujuh penjara lain.

Purwo menuturkan, menjadi tenaga ahli independen seperti sekarang  sebetulnya tidak direncanakanSetelah lulus kuliah pada 1986, Purwo ke JakartaDia bergabung dengan salah satu konsultan mengerjakan draft untuk Lapas Wanita Tangerang"Waktu itu, satu lembar dihargai Rp 15 ribu," kenangnya.

Ayah tiga anak itu kemudian menjadi pegawai honorer di Departemen PU (Pekerjaan Umum)Namun, hanya bertahan dua tahunDia keluar pada 1990Lalu meloncat jadi tenaga ahli dalam pembangunan kompleks Departemen Keuangan dan fasilitas-fasilitas sosialPada 1995, Purwo mulai masuk pada pengembangan rumah susun.

Namun, krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997?1998 membuat pengembangan properti berhenti"Tahun-tahun itu saya sempat jadi penjual semir rambut," kata Purwo mengenangBaru pada 1999, Purwo melanjutkan lagi proyek rusunnyaSalah satunya di kawasan Petamburan, Jakarta.

Sesudah merampungkan rusun itu,  dia mendapatkan tawaran dari seorang teman untuk pembangunan penjara modern"Kata teman saya, Departemen Kehakiman butuh sketsa untuk penjara modern," paparnyaMerasa mendapat tantangan dan penasaran, dia menerimanya"Siapa tahu ini bisa jadi modal saya untuk melanjutkan S-2," katanya.

Mula-mula dia mempelajari visi dan misi Depkeh soal lapas dan rutanLalu melakukan survei lapangan"Saya nginap tiga hari di Cipinang, ikut jadi napi," tuturnya lantas tersenyumDi penjara itu dia memperhatikan kultur dan kebiasaan penghuninya, warga binaan maupun petugas"Bagaimana tahanan ditawari kamar-kamar yang bagus asal ada uang, saya jadi tahu," ungkapnya.

Di lapas dia menemukan cara hidup berkelompok atau geng-genganKarena Purwo asal Jombang, dia "dikuasai" geng SurabayaSelama tiga hari itu, Purwo harus merogoh kocek Rp 75 ribu"Diberikan sama pimpinannya," katanya"Saya tidak dapat alas tidurAlasnya dari koran, itu pun beliBantalnya dari baju dilipat-lipat," lanjutnya

Selain survei ke Cipinang, dia juga minta waktu untuk mendalami Rutan Salemba dan Lapas Sukamiskin, Bandung, serta mempelajari sejumlah penjara di luar negeriYakni, di Malaysia, Hongkong, Singapura, Tiongkok, dan ThailandPerilaku tahanan di tiap-tiap negara itu menjadi salah satu risetnya"Dibandingkan dengan luar (negeri), kita kalah fasilitas dan jumlah pegawai, tapi menang dalam sistem," beber pria 48 tahun itu.

Dia sempat kesulitan mendapatkan buku-buku arsitek tentang penjaraSatu buku yang didapatnya dinilai tidak lagi sesuai karena terbitan tahun 70-anAkhirnya, dia mendapatkan buku Building Type Basics for Justice Facilities itu di Singapura"Lalu, saya susun plan untuk di Indonesia," katanyaPrinsipnya, biaya murah, pemeliharaan dan pengoperasian mudah"Sifatnya low teknologi," imbuhnya.

Yang pertama digarap adalah Lapas Narkotika CipinangPembangunannya memakan waktu 2,5 tahun dan peresmiannya dilakukan pada 2003 oleh Megawati, presiden saat itu.

Perencanaan penjara tersebut, papar Purwo, mengacu pada Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners yang sudah menjadi bagian dari resolusi PBB tahun 1977Beberapa hal yang diakomodasi dalam perencanaan itu adalah ukuran ruang, cahaya, dan sanitasi.

Purwo mencontohkan ketentuan minimal 5,4 meter persegi perorang sebagai ruang gerakMulai tidur, bangun, dan beraktivtas"Ruang gerak ini memang terbatasSebab, sebagai tahanan, ada sebagian haknya yang dirampasMisalnya, bertemu keluarga yang tidak dilakukan di situ," katanya.

Tinggi minimal 4 meter memungkinkan penghuni untuk memperoleh sirkulasi udara cukupKemudian, bukaan atau ventilasi sebesar 20 persen dari luas permukaanUntuk sanitasi, disediakan peturasan, yakni kloset plus bak kecil untuk keperluan di malam hariDindingnya di lapis dengan cat antikimia dan antijamur untuk menghindari bahan-bahan sulfat yang bisa mengakibatkan tergerus.

Dinding terluar dikonstruksikan tahan benturan dengan kekuatan 2 ton per titik"Dengan demikian, diperlukan 10 orang untuk menghancurkannya," jelas PurwoDinding tersebut dibuat dari beton bertulang yang dicor dengan ketebalan 20 sentimeterBahan-bahannya harus trouble freeJerujinya besi pilihan,  diameter 20 milimeter"Butuh waktu satu jam tanpa berhenti untuk menggergajinya," imbuhnya.

Faktor keamanan memang menjadi bagian penting dalam bangunan lapasMeliputi pagar pengaman (deterrence); pos pengamanan, menara, dan ruang kontrol (detect); penataan pintu, dan penghambatan akses antarruang (delay)Kemudian, steril area serta meminimalkan upaya pelarianPagar pengamannya dibuat empat lapis di luar gedung

Dengan aristektur semacam itu, kata Purwo, jika ada tahanan yang berhasil kabur, bisa dipastikan ada kerja sama dengan petugas petugas"Kabur bukan karena bangunannya, tapi karena sistem atau petugas yang tidak disiplin."

Sebagai arsitek, Purwo tidak banyak berkreasi dalam membangun lapasNamun, dia bisa memasukkan unsur estetika (keindahan) melalui permainan jarak, skala, warna, dan tekstur"Kalau bentuknya, nggak bisa main (berkreasi, Red) karena simpel," katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan, sifat penjara di Indonesia bukan menghukum, tapi mengoreksiDengan demikian, aspek mental, spiritual, kesehatan, dan sosial tahanan tetap diperhatikanDia lantas mengutip ucapan Dr Saharjo, yang mencetuskan istilah pemasyarakatanMereka bukan penjahat, tapi orang yang tersesat, yang belum terlambat untuk bertobat.

Negara, kata dia, tidak punya hak untuk membuat orang-orang lebih buruk daripada sebelum masuk penjara"Jadi, bukan hanya bangunannya yang bagus, pola dan sistem pengelolaan penjara itu harus pas," kata Purwo yang juga konsultan pembangunan salah satu gedung di Mahkamah Agung.

Misalnya, pengaturan jumlah tahanan dalam satu kamar harus ganjil, 1, 3, 5, atau 7"Mengapa tidak dua" Itu untuk antisipasi resistansi terjadinya disorientasi mental, seperti homoseksual," paparnyaPembagiannya juga dipilih dengan memperhatikan latar belakang jenis perbuatan dan kecocokan.

Sejauh ini tidak ada problem di lapas dan rutan percontohan tersebutKecuali masalah sanitasi"Tapi, itu lebih karena faktor overcapacity, bukan masalah bangunannya," jelasnya.

Meski telah berhasil membuat perencanaan dan sketsa penjara model, Purwo belum sempat melanjutkan studi S-2nyaPadahal, dia menerima tawaran itu karena ingin melanjutkan kuliah"Ya nggak jadiWaktuku entek (habis, Red)Selesai di sini, diminta (menggarap) di sana," katanya, lantas tertawa.

Namun, Purwo mengaku itu bukan  masalahSebab, obsesinya untuk membantu sesama sudah tersalurkan"Yang penting, ide-ide saya dipakai," ujar Purwo yang kini menjadi ketua Forum Tenaga Ahli Bangunan Pemasyarakatan"Saya dipilih secara aklamasiSaat ini sudah ada di sepuluh provinsi," katanya(*/cfu)

BACA ARTIKEL LAINNYA... RPA di Tangerang, Penampung Bayi Hasil Hubungan Gelap TKI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler