jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Presiden Joko Widodo kembali memperpanjang kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) hingga 30 Agustus dinilai sudah tepat, mengingat pandemi Covid-19 yang belum usai di Indonesia.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik Pemerintah Indonesia (Puskappi) Maizal Alfian dalam keterangannya, Rabu (25/8).
BACA JUGA: Mendag Lutfi Pergi ke Rusia, Ada Apa?
"Pandemi belum usai, makanya keputusan pemerintah tentang kebijakan perpanjangan PPKM sangat tepat," kata Alfian.
Meski begitu, Alfian mendorong perpanjangan PPKM saat ini juga harus dibarengi dengan evaluasi di tubuh Pemerintahan Jokowi.
BACA JUGA: Mendag Lutfi Beri Kabar Gembira
Kata Alfian, salah satu caranya adalah mereshuffle Kabinet Indonesia Maju. Perombakan terutama menyasar menteri berkinerja buruk dan minim kontribusi.
Alfian berpandangan, evaluasi kabinet penting dilakukan agar kebijakan yang dikeluarkan bisa bermanfaat untuk rakyat.
BACA JUGA: Respons Mendag Lutfi Soal Kenaikan Harga Ayam, Simak Penjelasannya
"Itu semua dilakukan agar kebutuhan masyarakat dapat terjamin dan terpenuhi selama menjalani masa perpanjangan PPKM,” kata Alfian.
Secara khusus Alfian menyoroti kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi terkait impor beras di masa panen raya tahun ini yang masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
Hal itu diungkapkan Mendag saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (22/3).
Mendag pun berjanji akan melepas jabatannya jika keputusannya terbukti salah.
Walaupun akhirnya saat konferensi pers virtual pada 5 Juli 2021, Lutfi menegaskan bahwa stok beras di Badan Urusan Logistik (Bulog) mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negeri, sehingga tidak akan ada impor beras dalam waktu dekat.
"Seharusnya Lutfi mau mundur dari jabatannya sebagai menteri karena kinerja hingga keputusannya sejak awal tidak memihak kepada rakyat dan Presiden Jokowi wajib mengevaluasi dengan tindakan tegas,” saran Alfian.
Puskappi juga mengingatkan, kegiatan impor bahan baku PCR dan pakaian APD dari negara lain yang sangat merugikan, sehingga harus dihentikan.
Tercatat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor bahan baku pakaian pelindung sepanjang Januari-Juni 2021 sebesar 1 miliar dolar AS atau setara Rp 14,4 triliun (kurs 14.400/dolar AS).
"Sebaiknya dana tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama perpanjangan PPKM," demikian Alfian. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil