jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap enam dari tujuh kejanggalan pengakuan Putri Candrawathi (PC) korban pelecehan seksual yang konon dilakukan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Kejanggalan-kejanggalan pengakuan istri Ferdy Sambo itu diungkap oleh Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu.
BACA JUGA: Ssstt, Bharada Richard Eliezer Punya Info Penting, Konon Ferdy Sambo Marah
Namun, Edwin tidak bisa membuka ketujuh kejanggalan atas dugaan pelecehan seksual di Magelang. "Saya hanya bisa sebut enam," kata Edwin di Jakarta, Minggu (4/9).
Pertama, peristiwa asusila itu kecil kemungkinan dapat terjadi karena ada orang lain yang berada di lokasi pada saat itu.
Orang lain itu ialah Susi yang disebut-sebut saksi kunci selain Kuat Ma'ruf (KM).
Kedua, jika terjadi pelecehan seksual, apalagi bernuansa kekerasan, Putri seharusnya bisa berteriak.
BACA JUGA: 7 Kejanggalan Pelecehan Seksual yang Dialami Putri Candrawathi, Aneh
"Kalaupun terjadi peristiwa (pelecehan, red), kan, Si Ibu PC masih bisa teriak," ungkapnya.
Ketiga, Edwin bicara teori relasi kuasa terkait narasi pelecehan seksual tersebut.
Dia menilai relasi kuasa dimiliki oleh pelaku kekerasan seksual, tetapi itu tidak tercermin pada kejadian di Magelang.
Hal itu karena Brigadir J yang hanyalah seorang ajudan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo (FS), sedangkan Putri Candrawathi adalah istri sang komandan.
"Relasi kuasa tidak terpenuhi karena J adalah anak buah dari FS. PC adalah istri jenderal," bebernya.
Edwin menyebut hal lain yang diperhatikan oleh pelaku kekerasan seksual ialah memastikan tidak ada saksi.
BACA JUGA: Santri Gontor Meninggal, Soimah Menangis, Hotman Paris: Fotonya Sangat Mengerikan
"Itu dua hal yang biasanya terpenuhi dalam kasus kekerasan seksual. Pertama, relasi kuasa, kedua, pelaku memastikan tidak ada saksi," ujarnya.
Kejanggalan keempat, Putri masih sempat menanyakan keberadaan Brigadir J melalui Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, padahal Yosua diposisikan pelaku kekerasan seksual.
"Agak aneh orang yang melakukan kekerasan seksual, tetapi korban masih tanya di mana Yosua," beber Edwin.
BACA JUGA: Reza Indragiri Sentil Komnas HAM soal Brigadir J Melecehkan Putri Candrawathi, Jleb!
Kelima, Putri Candrawathi masih bertemu Brigadir J pada Kamis (7/7) di dalam salah satu kamar.
"Kemudian Yosua dihadapkan kepada Ibu PC, hari itu di tanggal tujuh di Magelang itu di kamar dan itu, kan, juga aneh, seorang korban mau bertemu dengan pelaku kekerasan seksualnya apalagi misalnya pemerkosaan atau pencabulan," tuturnya.
Terakhir, dalam kurun waktu dua hari itu, Putri masih berada dalam satu rumah dengan Yosua yang tertuduh pelaku pelecehan seksual.
"Korban yang punya lebih kuasa masih bisa tinggal satu rumah dengan terduga pelaku. Ini juga ganjil, janggal. Lain lagi J masih dibawa oleh ibu PC ke rumah Saguling. Kan, dari Magelang ke rumah Saguling," ujar Edwin Partogi yang merahasiakan kejanggalan ketujuh.
Pernyataan LPSK Berbeda dengan Komnas HAM
Apa yang disampaikan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi berbeda dengan spekulasi yang disampaikan komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Anam mengeklaim lembaganya dan Komnas Perempuan menemukan dugaan pelecehan seksual dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi.
Menurut Anam, pelecehan itu terjadi di Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022, tak berselang lama setelah pergantian hari.
Peristiwa itu terjadi justru pada saat tanggal ulang tahun pernikahan Ferdy Sambo dengan Putri.
“Terdapat dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Saudara Brigadir J terhadap Saudari PC (Putri, red)," kata Anam.
Pernyataan itu disampaikan Anam dalam konferensi pers “Laporan Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Kematian Brigadir J" di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9).
Anam menuturkan Ferdy Sambo tidak sedang bersama Putri saat pelecehan terjadi.
"Saudara FS tidak berada di Magelang," kata Anam dalam jumpa pers bersama Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani itu.
Senada dengan Komnas HAM, Andy Yentriyani menyampaikan Komnas Perempuan menemukan petunjuk awal pelecehan seksual yang dialami Putri.
Dia menyebut petunjuk awal itu diperoleh dari keterangan Putri dan Susi maupun asesmen psikolog.
Yentriyani menjelaskan awalnya Putri enggan melaporkan pelecehan seksual tersebut karena merasa malu dan takut dengan Brigadir J.
“Dalam kasus ini posisi dari seorang istri petinggi kepolisian pada usia menjelang 50 tahun, memiliki anak perempuan, rasa takut pada ancaman, dan menyalahkan diri sendiri sehingga lebih baik mati. Ini disampaikan berkali-kali," tutur Yentriyani.(mcr18/mcr4/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam