jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana menyebut kesetaraan gender di Parlemen Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara di kawasan ASEAN.
Putu menyampaikan itu dalam Sidang Coordinating Committee of Women Parliamentarians of ASEAN Inter - Parliamentary Assembly (WAIPA) di Jakarta, Jumat (7/7).
BACA JUGA: Resmikan Rute Penerbangan Bali-PNG, Putu Rudana: Ini Sejarah
Oleh karena itu, kata Putu, sidang WAIPA harus mendorong Parlemen ASEAN untuk menciptakan kebijakan affirmative yang mengatur keterlibatan perempuan di parlemen sedikitnya 30 persen.
"Hal ini akan kami bawa ke Sidang Umum AIPA sebagai resolusi bersama pada Agustus 2023," ujar legislator asal Bali itu dikutip dari siaran persnya.
BACA JUGA: Sontoloyo, RK Pakai Modus Ini Merayu Wanita untuk VCS, Koleksinya Ratusan
Putu Rudana mengatakan memperjuangan kesetaraan gender bukan hanya perjuangan perempuan saja, tetapi juga laki-laki.
Hal konkret yang perlu dilakukan adalah harus adanya kepercayaan dan dukungan dari laki-laki kepada perempuan di parlemen dengan memberikan ruang yang maksimal di politik.
BACA JUGA: PPPK Waswas, Habis Kontrak Dialihkan ke Paruh Waktu? Kenaikan Gaji Berkala Bagaimana?
Selain itu, partai politik pun harus lebih serius memperhatikan rekrutmen perempuan bukan hanya sekadar formalitas untuk melengkapi nomor urut dan kuota saja.
"Partai politik harus menghadirkan sosok perempuan yang berkualitas dan mumpuni," ucap legislator Partai Demokrat itu.
Putu menyampaikan bahwa perempuan juga harus diberikan ruang berekspresi dalam memimpin republik tercinta ini.
Dia meyakini perjuangan perempuan ini bisa lebih memaksimalkan peran dan fungsi parlemen di bidang legislasi, budgeting, maupun pengawasan.
"Bisa juga, misalnya kalau bakal calon presidennya laki-laki, bisa bakal calon wakil presidennya itu perempuan. Demikian pula dengan pencalonan dalam pilkada di berbagai daerah di Indonesia," tuturnya.
Menurut Putu, parlemen Indonesia banyak ketinggalan dari berbagai negara yang parlemennya terdapat banyak perempuan, seperti di negara-negara Afrika.
Di sisi lain, angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih tinggi, yakni mencapai 457.895 kasus pada 2022 mengacu data Komnas Perempuan.
"Ini harus kita respons dengan cepat. Perempuan harus lebih banyak masuk di parlemen dan menjadi pemimpin negara ini. Jangan sampai kita ketinggalan dari Afrika, di mana parlemennya banyak perempuan," ucap Putu Rudana.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam