Putusan MK Terhadap Pilkada Yalimo Masih Menyisakan Persoalan

Jumat, 03 Desember 2021 – 21:57 WIB
Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilada) Serentak 2020 masih menyisakan persoalan.

Pilkada Yalimo, Papua, hingga kini belum klir.

BACA JUGA: Tuduh MK Langgar Hukum, SDI Eksaminasi Putusan Sengketa Pilkada Yalimo

Menurut tokoh masyarakat Papua Paskalis Kossay, kondisi demokrasi di Yalimo karut-marut.

Pasalnya, KPU dan Bawaslu hingga kini belum menggelar pilkada ulang Yalimo.

BACA JUGA: Putusan MK Soal UU Ciptaker Hambat Investasi Masuk ke Indonesia?

Menurut Direktur Magnum Opus Research and Consulting Imam Sholeh, persoalan di Yalimo sangat serius dalam konteks pembangunan demokrasi di Indonesia.

"KPU dan Bawaslu tidak mampu mengantisipasi hal-hal yang bakal terjadi di lapangan. Kelemahan ini bisa menyulitkan pertumbuhan demokrasi di Indonesia," ujar Imam pada webinar yang mengangkat tema 'Demokrasi di Papua Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi: Terhadap Sengketa Pilkada di Kabupaten Yalimo", Kamis (2/12).

BACA JUGA: Banser NU Mengingatkan Pihak yang Ingin Gelar Aksi Memecah Belah, Tegas!

Pandangan senada dikemukakan Ketua Umum Pengurus Pusat Sarekat Demokrasi Indonesia (SDI) Andrean Saefudin.

Dia menyatakan SDI bahkan melakukan eksaminasi publik terhadap Pilkada Yalimo.

Dalam eksaminasi publik tersebut SDI menilai putusan MK terkait sengketa Pilkada Kabupaten Yalimo, tertanggal 29 Juli 2021, mencederai prinsip demokrasi.

MK dalam putusan tersebut mendiskualifikasi pasangan calon bupati nomor urut 1 Erdi Dabi-Jhon Wilil.

MK juga memerintahkan pilkada ulang.

Menurut pemerhati intelijen dan keamanan nasional Stepi Anriani, kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

Dia menilai Kemenkopolhukham dan Kemendagri perlu segera memfasilitasi penyelesaian masalah dengan mengutamakan kebaikan bersama demi berlangsungnya pemerintahan dan situasi kondusif di Yalimo.

"MK juga perlu menjelaskan posisi putusan perkara ini karena wilayah sengketa hukum menjadi ranah Bawaslu yang dapat ditindaklanjuti oleh PTUN," katanya.

Pilkada Yalimo awalnya digelar 9 Desember 2020 lalu dengan diikuti dua pasangan calon.

Yakni, pasangan Erdi Dabi-Jhon Wilil dan Lakiyus Peyon-Nahum Mabel.

KPU kemudian menetapkan pasangan Erdi Dabi-Jhon Wilil meraih suara terbanyak.

Namun, keputusan tersebut diperkarakan pasangan Lakiyus Peyon-Nahum Mabel ke MK.

Mahkamah Konstitusi memerintahkan dilakukan pemungutan suara ulang (PSU).

Keputusan tersebut dibacakan pada 19 Maret 2021.

KPU menjalankan perintah MK dengan menggelar PSU di sejumlah TPS.

Hasilnya, pasangan Erdi Dabi-Jhon Wilil tetap meraih suara terbanyak.

Pasangan Lakiyus Peyon-Nahum Mabel tetap tidak puas. Mereka kembali mengajukan perselisihan hasil pemilihan ke MK.

Cuma, materi yang dipermasalahkan bukan terkait selisih suara, tetapi status Erdi sebagai seorang narapidana, yang dinilai belum bisa menjadi peserta.

MK mengabulkan sebagian gugatan Lakiyus Peyon-Nahum Mabel dengan memerintahkan pasangan Erdi Dabi-Jhon Wilil didiskualifikasi.

MK juga memerintahkan agar pilkada ulang digelar mulai dari tahap pendaftaran.

Pilkada ulang Yalimo rencananya akan digelar pada 26 Januari 2022.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler