Putusan MKMK Mencopot Anwar Usman Bikin Pencalonan Gibran Cacat Hukum dan Etika

Rabu, 08 November 2023 – 07:38 WIB
Bakal cawapres Gibran Rakabuming Raka di kantor KPU, Jakarta, Rabu (25/10). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai ketua MK berimplikasi terhadap pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (Cawapres) RI di Pilpres 2024.

MKMK mencopot Anwar Usman dari posisi ketua MK lantaran paman Gibran itu terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas Uji Materi Perkara No. 90 tentang batas usia capres-cawapres.

BACA JUGA: Mantan Hakim Konstitusi Bikin Pertemuan Tertutup Setelah Anwar Usman Dihukum MKMK, Ada Apa?

Ketua Hakim MK Anwar Usman. Foto: Ricardo/JPNN

MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip keberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan.

BACA JUGA: Selain Dicopot dari Ketua MK, Anwar Usman Juga Kena Sanksi Ini

Direktur Imparsial sekaligus juru bicara koalisi Ghufron Mabruri menilai keputusan MKMK menjadi tanda bahwa putusan MK atas gugatan Perkara No. 90 mengalami cacat hukum secara prosedural dan substansial.

Keputusan MKMK itu juga menegaskan bahwa benar kolusi dan nepotisme sangat kental terjadi di MK dalam memutus perkara Nomor 90. "Dengan demikian, majunya Gibran sebagai calon wakil presiden cacat secara hukum dan cacat secara etika," ujar Ghufron dikutip dari siaran pers, Selasa (7/11).

BACA JUGA: Bobby Menantu Jokowi Mau Main Dua Kaki, Nasibnya di PDIP Menghitung Hari

Koalisi juga berpendapat keputusan MKMK yang diketuai Jimly Asshiddiqie sepatutnya tidak hanya mencopot Anwar Usman jadi Ketua MK, tetapi juga memberhentikannya sebagai hakim konstitusi.

Menurut koalisi, relasi kuasa antara rezim penguasa, Mahkamah Konstitusi, dan Gibran adalah bentuk nepotisme yang dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kecurangan dalam proses Pemilu.

"Majunya Gibran sebagai cawapres, tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat, dan dapat dipermasalahkan di masa yang akan datang. Putusan MKMK makin membenarkan terjadinya ketidakadilan di masyarakat serta menunjukan rusaknya sistem hukum di Indonesia," tutur Ghufron.

Selain itu, koalisi juga memandang putusan MKMK yang menghukum Anwar Usman makin membuktikan terjadi kemunduran demokrasi di Indonesia.

"Kerusakan demokrasi yang dilakukan rezim yang berkuasa tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja. Kelompok masyarakat sipil dan kelompok pro-demokrasi harus kembali tampil ke publik dan merapatkan barisan demi menyelamatkan demokrasi dan hukum yang semakin terancam," ujar Ghufron.

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri dari banyak lembaga, yakni PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS.

Lalu, Indonesian Parliamentary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh.

Selanjutnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi.

Kemudian, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI.(fat/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler