JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan sela (provisi) mengabulkan permohonan uji materi atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan dua pimpinan nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M HamzahMK menunda pelaksanaan pasal tentang mekanisme penonaktifan pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai adanya putusan akhir.
“Sebelum menjatuhkan Putusan Akhir, menyatakan menunda pelaksanaan berlakunya Pasal 32 ayat (1) huruf c dan Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni pemberhentian Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan, sampai ada putusan akhir Mahkamah terhadap pokok permohonan a quo,” ujar ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan di MK, Kamis (29/10).
Dalam putusan yang dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim MK tersebut, dketahui bahwa putusan sela itu diambil berdasarkan relevansi dan siginfikansi diterbitkannya putusan provisi dalam perkara pengujian UU KPK terhadap UUD 1945
BACA JUGA: Hakim Tolak Eksepsi Antasari
Majelis hakim konstitusi menilai, dalil yang dimohonkan pemohon cukup beralasanDalam putusan sela tersebut, MK mengeluarkan lima petitum
BACA JUGA: Mau Sehat? Belilah Sayuran Ber-Ulat !
Pertama, mengabulkan permohonan provisiBACA JUGA: Penampilan Perdana, Pidato Baca Teks
Ketiga, MK memerintahkan Polri agar tidak menyerahkan berkas perkara pemeriksaan Bibit dan Chandra ke KejaksaanKeempat, MK memerintahkan Kejaksaan Agung untuk tidak menerima pelimpahan perkara dari Polri terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan Bibit dan Chandra
Terakhir, MK memerintahkan kepada Presiden untuk tidak menerbitkan surat keputusan penghentian terhadap Bibit dan Chandra sebagai tersangka setidak-tidaknya sampai adanya putusan tetap Mahkamah Konstitusi.
Namun demikian MK menolak permohonan Bibit dan Chandra yang meminta agar proses hukumnya dihentikan oleh Bareskrim Mabes Polri dan Kejaksaan AgungHakim konstitusi, Akil Mochtar, menegaskan bahwa MK tidak dapat menghentikan proses hukum pidana.
MK beralasan, lanjut mantan politisi Golkar itu, proses hukum yang sedang dihadapi Bibit dan Chandra adalah proses hukum pidana yang juga menggunakan instrumen hukum pidanaKarenanya MK tidak berwenang memberikan penilaian terhadap proses hukum yang sedang berjalan dan tidak berwenang memerintahkan Polri maupun Kejaksaan untuk menghentikan sementara proses hukum pemohon.
Sebelumnya, Bibit dan Chandra yang berstatus non aktif dari pimpinan KPK lantaran menjadi tersangka itu mengajukan permohonan uji material UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPKKeduanya meminta MK membatalkan Pasal 32 Ayat 1 huruf c UU KPK, yang berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena : menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan”.
Pasal tersebut dianggap tidak menghormati azas kepastian hukum dan azas proporsionalitasMereka meminta MK menyatakan, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1, 28D ayat 1, Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945(ara/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tarif 10 SPPD Fiktif di Depdagri Rp 3 Juta
Redaktur : Antoni