Qodari Dukung Modifikasi Kartu Prakerja, Begini Penjelasannya

Kamis, 30 April 2020 – 02:00 WIB
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari mendukung gagasan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang juga Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) agar  seleksi dan distribusi program Kartu Prakerja diserahkan kepada gubernur-bupati masing-masing provinsi.

“Saya sepakat, saya mendukung ide itu tetapi dengan modifikasi kartu prakerja yang dibagi menjadi dua bagian,” ujar M. Qodari di Jakarta, kemarin.

BACA JUGA: Arief Poyuono: Jangan Kecam Kalau Tidak Kebagian Kue Proyek Kartu Prakerja

Bagian pertama, menurut Qoradi, Kartu Prakerja seperti sekarang yang orientasinya kepada evaluasi dan pelatihan dan itu baru dilaksanakan nanti setelah pandemi Covid-19 ini selesai.

“Jadi untuk program ini sebaiknya ditunda saja dulu,” ujar Qodari.

BACA JUGA: Kartu Prakerja Selesaikan Masalah? Jangan Sampai Dana Rp 5,6 Triliun Menguap Tanpa Arti

Kemudian, bagian kedua adalah melanjutkan dengan membuat program bantuan sosial (bansos) bagi terkena PHK dan atau pengangguran. Oleh karena itu, sasaran dari program ini adalah membantu masyarakat yang terkena PHK dan pengangguran sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

“Nah untuk bansos PHK dan pengangguran ini uang dan manajemen seleksinya diserahkan saja kepada kepala daerah,” katanya.

BACA JUGA: Kepala Daerah Termuda Ini Mengaku Kaget, Sedih, dan Bingung Setelah Terima Kabar Tadi Malam

Seperti sebagian bansos yang ada sekarang ini, lanjut Qodari, ada yang lewat daerah dan ada yang melalui Kementerian Sosial. “Khusus untuk urusan bantuan PHK dan pengangguran serahkan saja ke pemerintah daerah untuk mengelola mulai dari seleksi siapa yang berhak menerima atau tidak, kemudian sampai dengan distribusinya,” terang Qodari.

Lebih lanjut, Qodari menjelaskan dengan memberi kewenangan kepada Pemda dalam urusan seleksi dan distribusi, selain meringankan beban pemerintah pusat, distribusi bantuan akan menjadi lebih efektif.

Pertama, kepala daerah pasti mengetahui persis dinamika dan permasalahan masyarakat di lapangan, siapa yang usahanya tutup, siapa yang menganggur, itu bisa diseleksi dengan tepat dan tidak bisa diseleksi oleh program online. Kedua, ini juga akan membantu agar distribusnya juga lebih cepat karena dikelola oleh daerah.

Menurut Qodari, pengalaman kasus Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang tertunda-tunda itu, disebabkan oleh jumlahnya yang sangat besar dan dikelola pusat semua.

“Berat itu distribusinya, dan itu yang bikin kepala daerah misalkan seperti Bupati Bolaang Mongondow Timur, Sehan Salim Landjar yang viral marah-marah lantaran mekanisme Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada warga yang terdampak Corona justru menyulitkan warga,” terang Qodari.

Masalah sebenarnya, lanjut Qodari, terdapat juga unsur teknisnya. Masyarakat yang akan menerima BLT diminta untuk membuka buku rekening dulu, sekian juta orang mau dikirim rekening itu tidak mudah. “Tetapi kalau duitnya dikirim gelondongan gede ke daerah, daerah yang mengelola pasti lebih mudah, koordinasi dengan bank-bank daerah juga lebih mudah,” katanya.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler