jpnn.com - BATAM - Bila Anda Tiba Anda Merana. Itu salah satu akronim yang disematkan pada Batam. Akronim itu nampaknya cocok untuk menggambarkan kondisi Rafie dan Halimah sekeluarga.
Mereka datang dari kampung halamannya di Madura dengan iming-imingi akan diberikan pekerjaan di Kota Mentropolitan Batam. Setelah di Batam, Rafie dan Halimah malah disuruh menjadi pengemis hingga akhirnya ditelantarkan.
BACA JUGA: Ditinggal Tarawih, 2 Rumah Ludes
Rafie datang ke Batam dengan harapan dapat hidup lebih baik dibanding di kampung halamannya di Madura, Jawa Timur. Ia membawa anak-istrinya. Rafie memboyong keluarganya ke ‘Pulau Harapan’ setelah ditawari pekerjaan oleh pria bernama Santawi. Santawi adalah teman sekampungnya.
Desember tahun lalu, Rafie, Halimah, istrinya, dan Ramdan, anaknya, tiba di Batam. Demi hidup yang lebih baik, Halimah meninggalkan pekerjaan di kampung sebagai penganyam tikar.
BACA JUGA: Kerugian Negara Telah Dikembalikan, 3 Tersangka Korupsi Sapi Tak Ditahan
Ia berangkat ke Batam sekeluarga dibiayai dan diberi uang jajan sebanyak Rp 300 ribu. Ketika sampai di Batam, Rafie sekeluarga diserahkan kepada Sahri. Pria yang masih saudara Santawi.
Begitu menginjakkan kaki di Batam, mereka ditempatkan di ruli belakang Hotel Oasis, Jodoh. ”Kami datang ke Batam Desember 2013,” ujar Halimah terbata-bata.
BACA JUGA: Polres Tangkap Tersangka Kasus Koperasi
Mimpi indah Rafie dan istrinya untuk hidup lebih baik sirna, ketika diberitahu akan dipekerjakan sebagai pengemis. Halima yang diimingi akan diperkerjakan dan akan digaji lebih baik, disuruh minta-minta di kawasan Jodoh.
”Katanya kerja di Batam enak, banyak duitnya. Eehh malah taunya saya disuruh ngemis,” tutur Halimah.
Halimah pun turun ke jalan. Mendekati orang-orang yang berhenti di lampu merah sembari menadahkan tangan. Dari belas kasihan orang, Halimah membawa pulang uang ke tempat tinggalnya.
Di tempat penampungan itu, ia menyerahkan uang kepada bosnya, Sahri. ”Satu hari saya ngemis itu bisa dapat Rp 100 ribu, kadang bisa lebih,” ungkapnya.
Meski sudah susah payah mengemis, Halimah diberi target ‘pendapatan’ per hari. Halimah mengatakan kalau uang setoran ke Sahri kurang dari Rp 100 ribu, maka Sahri akan marah dan menuduh Halimah atau Rafie menilep uang tersebut.
Halimah pun mulai merasa diperbudak oleh Sahri. ”Tapi mau gimana lagi, saya tetap jalanin aja Pak,” ujarnya pasrah.
Karena uang hasil mengemis Halimah diambil semuanya oleh Sahri, mereka tak bisa membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Rafie bersama anaknya harus bekerja menjadi pemulung. ”Dengan mulung saya dapat makan sekeluarga pak,” ungkap Rafie lirih.
Menurut Halimah selain mereka, ada lagi orang yang disuruh minta-minta oleh Sahri. Saat turun ke jalan, Halimah tidak lepas dari pantauan bosnya. Biasanya Sahri melihat pengemis-pengemis asuhanya dari jauh. Saat malam, Sahri akan mengumpulkan uang hasil para pengemisnya.
”Karena tidak tahan dengan perlakuan Sahri, sudah ada yang lari. Sepengetahuan saya satu orang lari,” tuturnya.
Tetapi Halimah dan Rafie tetap bertahan karena menadapat ancaman. Dari penuturan Rafie, jika Halimah tidak menuruti perintah Sahri, ia akan diancam dengan celurit. Sehingga Halimah ketakutan.
”Mau tidak mau kami nurut saja,” ungkapnya.
Setelah beberapa bulan, Halimah dan Rafie tak tahan juga. Rafie lalu meminta uang tiket pulang kepada Sahri. Namun, ia dibentak oleh Sahri.
”Rugi aku beliin tiket kamu, udah banyak utang kamu sama aku. Beliin tiket dari Madura saja udah banyak keluar aku,” ujar Rafie menirukan perkataan Sahri.
Halimah dan Rafie akhirnya tetap mengemis, meski pendapatannya semakin merosot. Sahri pun tak bisa mempertahankan keduanya. Menurut Rafie, mereka diantar ke bandara disebabkan mulai menurunnya pendapat mengemis Halimah. Lalu ditinggalkan dan ditelantarkan.
”Kami dibuang,” kisahnya. ”Saya sekeluarga cuma ingin pulang saja Pak,” kata Rafie lagi sambil mengusap air mata yang sudah mulai mengalir dari matanya.
Ketika ditelantarkan di bandara, mereka sekeluarga ditemukan orang yang berbaik hati dan menampung di rumahnya. ”Karena kasihan makanya kakak saya bawa dia ke rumah,” ungkap Ayu.
Sejak ditampung, Halimah tak kuat menahan derita hidupnya. Ia sudah dua hari sakit. ”Mungkin akibat pikiran ingin pulang terus,” ujar Ayu.
Ayu mengatakan, ia dan beberapa Ketua RW akan menjalankan sumbangan untuk mengumpulkan uang supaya dapat membayar biaya rumah sakit dan tiket pulang bagi Halimah. ”Saya berharap bisa terkumpul dan Halimah sekeluarga dapat pulang,” tutupnya. (**)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puluhan Ribu Pasturi Tak Punya Buku Nikah
Redaktur : Tim Redaksi