jpnn.com - Kata Zabag memang banyak bermunculan dalam berita Arab abad 9. Ditengarai nagari kaya penghasil rempah yang hari ini bernama Muara Sabak di kawasan Pantai Timur Sumatera. Persisnya di Tanjung Jabung Timur, Jambi.
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Senarai Rahasia Nagari Sabak (1)
Seperti saudagar Sulayman, sebagaimana diulas sedikit banyak dalam tulisan sebelumnya, petualang Ibn Hordadzbeh (844-848 M) menulis, raja Zabag disebut maharaja.
Kekuasaannya meliputi pulau-pulau di lautan timur. Banyak gajah di negeri itu. Hasil alamnya cukup sohor kapur barus.
BACA JUGA: Terjatuh dari Motor saat Kabur, Penjambret Diamuk Massa
Dia mengisahkan, Raja Zabag kaya akan emas. Dalam setahun, emas yang dihasilkan seberat 206 kg.
Ibn-Fakih yang berlayar ke Zabag pada 902 M juga mengisahkan hal serupa.
BACA JUGA: Tambah Dua Garbarata, Perluasan Bandara STS Jambi Dikebut
“Zabag Kal ah-bar dikuasai oleh seorang raja. Barang dagangannya antara lain cengkih, kayu cendana, kapur barus, pala.”
Hingga abad 10, nama Zabag masih disebut-sebut dalam berita Arab.
Ibn Rosteh berlayar ke Zabag pada 903 M. Berita yang dikabarkannya, maharaja Zabag merupakan raja terkaya dibanding raja-raja lain di India.
India, sebagaimana diketahui, merupakan sebutan masa lampau untuk negeri yang hari ini bernama Indonesia. Makanya ketika dikoloni Belanda, namanya Nederland Indie alias Hindia Belanda, atau Hindia milik Belanda.
Raja Zabag, tulis Ibnu Rosteh, menguasai banyak pulau-pulau. Antara lain Sribuza dan Rami. Kal ah-bar juga termasuk milik raja. Hasil buminya berupa kayu gaharu, kapur barus, kayu cendana, gading, timah, kayu hitam, kayu sapan, dan rempah-rempah.
“Mereka yang ingin pergi ke al-Zabaj pergi ke arah timur sejauh Kal-ah dan dari sana, tanah al-Zabaj,” tulisnya.
Berita senada dikisahkan pula oleh ahli geografi Mas’udi yang ke Zabag pada 955 M.
“Raja Zabag yang disebut maharaja menguasai banyak pulau-pulau. Di antaranya Kal ah, Sribuza, dan pulau-pualu lainnya.”
Alberuni menceritakan, Zabag lebih dekat dengan Cina daripada India. Negeri ini berada di daerah yang disebut Swarnadwipa. Karena banyak menghasilkan emas.
Keberadaan negeri Zabak, muncul pula di peta Ptolemy, pada abad 2 M. Di peta itu, Zabag disebut Sabaracus Gulf, Sabaticae Islands, Sabana, Zabae dan Sabadibe.
Menurut keterangan catatan Ptolemy, Zabae berada di bagian timur semenanjung.
Nah, berdasarkan sejumlah literatur sejarah, ditengarai Zabaq akhirnya hancur dengan sendirinya pada akhir abad ke-13, setelah mendominasi bagian penting dunia selama beberapa ratus tahun.
Setelah cukup lama lengang, daerah itu kembali ramai dihuni setelah tahun 1960-an. Kebanyakan orang-orang transmigrasi dari Jawa, dan perantau Sulawesi.
Beberapa orang transmigrasi generasi awal di Muara Sabak yang diwawancarai JPNN.com menceritakan kisah mereka ketika membuka lahan yang dulunya hutan gambut.
Saat menggali pondasi membangun rumah, mau pun saat membuka lahan pertanian, banyak yang menemukan “harta karun”. Peninggalan dari zaman dahulu kala.
Di antaranya, ikat pinggang emas. Betul-betul emas bagus. Ada juga kalung emas dan cincin. Karya seninya tinggi.
Kini, benda itu jadi koleksi Museum Siginjai. Penemunya, menurut keterangan pihak museum, telah diberikan imbalan uang senilai harga emas tersebut.
Keramik dan guci-guci tak terhitung banyaknya. Saat mengembara ke negeri itu tempo hari, kami masih ketemu serakan peninggalan masa lampau.
Dan yang menakjubkan, ditemukan sejumlah kapal tertimbun di dalam tanah dengan kedalaman lebih kurang satu meter.
Bukan sembarang kapal. Menggunakan teknik pasak, bukan paku. Tali temalinya dari ijuk. Besar kapalnya? Amboi...sementara waktu dirahasiakan dulu. Tentang kapal ini, insyaallah akan kami ceritakan dalam episode tersendiri.
Dan, ini yang sebetulnya tak kalah penting. Meski sebenarnya juga rahasia, tapi tak apalah. Karena kita sama kita, dibocorkan sedikit saja ya...
Oleh segerombolan pemuda petualang, dalam perjalanan dari Kota Jambi, sebelum mencapai ibukota Muara Sabak, mobil kami diarahkan belok kiri. Melewati jalan berbatu. Kanan kiri semak, kebun kelapa sawit, dan sampailah di...mhhh... eng ing eng...ladang batu andesit!
Batu andesit berasal dari lava yang mengering. Boleh jadi, Gunung Berapi yang ditulis saudagar Saulayman dari Arab, dulunya berada di wilayah yang kini secara administrasi bernama Tanjung Batu, Parit Culum, Muara Sabak Barat, Tanjung Jabung Timur, Jambi.
Apa mungkin letusan gunung tersebut yang membuat negeri itu “hilang”?
Karena sumber sejarah menyebut negeri itu tak ada kabar setelah abad 13, mungkinkah letusan tersebut terjadi pada abad 13? Belum ada penelitian tentang ini...!
Berdasarkan laporan penelitian yang didapat dari Ramli, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, di kawasan Tanjung Batu banyak ditemukan keramik zaman Dinasti Sung.
Ternyata, Berita Cina dari kitab sejarah Dinasti Sung ada menerangkan kedatangan utusannya ke negeri itu.
Pada 960 M, tertulis nama rajanya Se-li Hu-ta-hsiali-tan. Nama yang kemudian diidentifikasi sebagai Sri Udayadityawarman.
Dan pada 962 M, rajanya bernama She-li Wu-yeh. Mungkinkah ini Sriwijaya? Mengingat dalam Prasasti Karang Berahi di Bangko, Jambi tertulis sebuah aturan yang dimaklumatkan oleh Datuk Sriwijaya.
Pada 971, 972 dan 975 M, negeri itu mengirim beberapa utusan ke negeri China. Sayang, nama rajanya tak disebut. Kemudian hari, utusan yang datang pada 980 dan 983 M menyebut nama rajanya Hsia-she.
Ketika dikabarkan tentang keberadaan ladang batu andesit di Tanjung Batu, ilmuwan asal Sulawesi yang merupakan satu di antara ahli arkeolog maritim Indonesia, mengaku belum mengetahui.
Pun demikian, dia membenarkan perlunya penelitian serius dan meluas untuk mengungkap rahasia negeri Sabak. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nenek 60 Tahun Ditemukan Tewas Terbungkus Karpet dan Terikat
Redaktur & Reporter : Wenri