Rahayu Saraswati: Pembangunan Manusia di Era Jokowi Lemah

Selasa, 13 November 2018 – 15:37 WIB
Rahayu Saraswati berbicara di seminar nasional Outlook For Indonesia's Presidential Election 2019. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Politikus Gerindra Rahayu Saraswati kecewa dengan kinerja pemerintahan Joko Widodo dalam hal pembangunan manusia. Pasalnya, presiden yang akrab disapa Jokowi itu baru memperhatikan pembangunan manusia di tahun terakhir kepemimpinannya.

Juru bicara calon presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ini menekankan bahwa pembangunan infrastruktur yang selama ini menjadi prioritas pemerintah tidak serta merta mendorong peningkatan kualitas manusia.

BACA JUGA: Hadiri KTT ASEAN, Jokowi Bertolak ke Singapura

"Kami sudah mengingatkan sejak awal kepada pemerintah untuk tidak mengesampingkan pembangunan manusia. Dan kami sayangkan baru mulai diangkat sebagai prioritas pada tahun ini yang notabene adalah tahun politik," ujar politikus yang juga anggota DPR RI komisi VIII dalam acara Seminar Nasional "Outlook For Indonesia's Presidential Election 2019" dalam rangka HUT Habibie Center yang ke 19 tahun.

Perempuan yang akrab dipanggil Sara ini mengatakan, Indonesia dalam penguasaan sains menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) berada pada peringkat 62 dari 70 negara.

BACA JUGA: Bara JP Cirebon Gandeng Nelayan Menangkan Jokowi

Data yang sama menyebutkan Indonesia ada pada peringkat 64 dari 70 negara dengan kebisaan membaca dan peringkat 63 dari 70 negara untuk penguasaan matematika.

Secara keseluruhan sistem pendidikan Indonesia ada di peringkat 62 dari 72 negara. Indonesia kalah dari Korea Selatan yang kini berada di peringkat pertama, bahkan Vietnam yang sudah berada di peringkat ke delapan di dunia.

BACA JUGA: PSI Telah Memperlihatkan Wajah Politik Masa Depan

"Penyebabnya bukan soal anggaran, karena kita mengalokasikan 20 persen APBN untuk pendidikan. Ini semua terjadi karena permasalahan managemen, kualitas sistem pendidikan dan kurangnya dukungan peningkatan kualitas pengajar," ujarnya.

Salah satu bukti lain kebijakan infrastruktur yang tidak mendorong peningkatan kualitas hidup adalah melambatnya angka penurunan kemiskinan di Indonesia.

Pemerintahan Joko Widodo memiliki tingkat penurunan jumlah penduduk miskin paling lambat sejak hampir dua dekade terakhir yakni 0,51 juta jiwa per tahun.

Angka ini lebih lambat ketimbang dua periode masa jabatan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yakni 0,72 juta per tahun di periode pertama dan 0,96 juta jiwa per tahun di periode kedua.

"Kecepatan penurunan kemiskinan pemerintahan ini juga kalah dengan Bu Megawati yakni 0,57 juta, apalagi dengan Gus Dur yang mencapai 5,05 juta jiwa per tahun," ujarnya.

Sara mengatakan, Prabowo- Sandi telah menyiapkan sejumlah program untuk mengatasi hal tersebut. Dia memastikan pembangunan akan berjalan di semua sektor secara berkesinambungan.

"Pembangunan semua sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Termasuk soal bantuan sosial di mana kelemahan kita adalah soal tidak akuratnya data penerima, itu harus kita bereskan dalam waktu cepat," tegasnya.

Pembangunan multidimensi tersebut mendesak segera dilakukan guna menghadapi bonus demografi 2030.

Pembangunan itu melibatkan perbaikan gizi anak-anak, peningkatan sistem pendidikan, penguatan ketahanan energi (terutama terbarukan) dan sistem pertahanan, serta kebijakan mengatasi masalah lingkungan.

"Multidimensi pembangunan bangsa harus menjadi prioritas, bukan single dimensi seperti yang saat ini berjalan yakni infrastruktur. Kita harus segera berbenah dengan tepat dan Prabowo-Sandi sebagai Presiden dan Wakil Presiden mampu menjawab tantangan dengan solusi yang sesuai," tutupnya. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bertemu 31 Bupati, Jokowi Bantah Isu Antek Asing dan PKI


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler