jpnn.com, JAKARTA - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dinilai memiliki kekuatan finansial yang baik di tengah pandemi. Hal itu tercermin dari peringkat utang perseroan yang semakin positif.
Di mana Moody's Investors Service pada Kamis (17/6) lalu merilis peringkat terhadap status PGN dengan prospek stabil dan peringkat utang senior tanpa jaminan Baa2.
BACA JUGA: Soal Rekaman Suara Nindy Ayunda yang Membicarakannya, Olla Ramlan: Aku Dengar Semuanya, Jelas!
"Konfirmasi tersebut mencerminkan profil keuangan PGN yang solid dan likuiditas yang kuat, yang seharusnya mampu menyerap dampak dari penurunan permintaan gas akibat pandemi dan penurunan margin distribusi," ujar Vice President and Senior Credit Officer Moody's, Abhishek Tyagi.
Kepala Riset PT Koneksi Kapital, Marolop Alfred Nainggolan menilai level peringkat Moody's untuk PGN yang tetap dipertahankan di level Baa2, menunjukkan perseroan mampu mempertahankan posisi keuangan dan likuiditas yang baik.
BACA JUGA: PSE Lingkup Privat Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Diimbau Segera Mendaftar ke Kominfo
"Pada Juni 2020, Moody’s juga memberikan rating yang sama, Baa2. Artinya PGN mampu menjaga performanya di tengah tekanan ekonomi yang kuat dan realisasi penurunan harga gas menjadi USD6 per mmbtu yang memangkas margin perseroan," ujar Marolop.
Marolop mengatakan, harga gas USD6 menjadi salah satu tantangan utama PGN saat ini.
BACA JUGA: Bisnis Baut dan Mur di Indonesia Sangat Potensial
Pasalnya tujuh kelompok industri yang mendapat previlege harga dari pemerintah itu mengkonsumsi 60 - 70 persen dari total penjualan gas PGN. Itu sebabnya, lanjut Marolop, jika program subsidi harga itu tidak optimal, seharusnya pemerintah melakukan evaluasi.
"Dengan program harga USD6 per mmbtu mestinya tujuh sektor itu bisa memberi dampak ekonomi yang lebih besar. Di tengah pandemi saat ini pemerintah butuh lapangan kerja, pajak dan motor pertumbuhan ekonomi dari tujuh sektor penerima subsidi gas itu," kata Marolop.
Abhisek menjelaskan, peringkat Baa2 PGN mencerminkan profil kredit standalone (mandiri), dan peningkatan satu tingkat, berdasarkan ekspektasi Moody's bahwa perusahaan akan menerima dukungan dari Pemerintah Indonesia (Baa2 stabil) dan kemungkinan melalui Pertamina pada saat dibutuhkan.
Moody's mengatakan, karena serangkaian intervensi pemerintah untuk menurunkan harga gas untuk beberapa industri, termasuk arahan untuk membatasi harga gas pada USD6 per mmbtu, harga gas PGN juga ikut terpangkas.
Ditambah dengan pertumbuhan permintaan gas yang lemah akibat pandemi, Moody's memperkirakan metrik kredit PGN akan jauh lebih lemah dibandingkan dengan level 2017 - 2019. Namun, metrik tersebut akan tetap berada di atas ambang batas untuk profil kredit mandiri PGN.
Profitabilitas bisnis hulu PGN dinilai Moody's masih akan melemah karena penurunan volume produksi dan pemotongan belanja modal, yang akan menyebabkan penurunan produksi lebih lanjut dari aset produksinya.
Selama 12 hingga 18 bulan ke depan, arus kas ditahan (RCF)/utang PGN kemungkinan akan 15-20 persen dan cakupan bunga sekitar 4,0x - 4,5x.
Oleh karena itu, PGN memiliki penyangga keuangan untuk mengelola metrik kreditnya dalam ekspektasi peringkat.
Prospek stabil pada peringkat mencerminkan likuiditas PGN yang kuat dan ekspektasi Moody's bahwa PGN memiliki ruang gerak dalam hal keuangan yang akan mendukung kemampuannya untuk menavigasi melalui kondisi industri yang menantang.
"Moody's berharap PGN dapat mempertahankan posisinya yang strategis dan penting sebagai perusahaan transmisi dan distribusi gas yang dominan di tanah air, dan perannya dalam mengimplementasikan keputusan kebijakan pemerintah Indonesia," jelas Abhisek.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy