Raja & Sultan Nusantara Dukung DPD Mengembalikan Konstitusi UUD 1945 Asli

Kamis, 15 Desember 2022 – 12:38 WIB
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat di Aceh. Foto: Tim DPD

jpnn.com - ACEH - Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti mendapat dukungan dari para raja dan sultan Nusantara untuk berjuang mengembalikan bangsa ini kepada UUD 1945 naskah asli.

Dukungan tersebut disampaikan melalui pernyataan sikap yang dibacakan Raja Beutong IX Aceh, PYM Ampon Daulat Tuanku Teuku Raja Keumangan (TRK), Rabu (14/12).

BACA JUGA: Raja & Sultan se-Nusantara Deklarasikan Komitmen Kebangsaan, Ganjar Merespons Begini

Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi sejumlah senator di antaranya Abdullah Puteh dan Fachrul Razi (Aceh), Bustami Zainuddin (Lampung) dan Andi M Ihsan (Sulsel).

Turut hadir pula Gubernur Aceh, yang diwakili Kadisbudpar Aceh Almuniza Kamal, Ketua Majelis Agung Raja Sultan Aceh YM Teuku Raja Kaumangan, para Raja dan Sultan serta Forkopimda Provinsi Aceh.

BACA JUGA: Bamsoet dan LaNyalla Bicara Amendemen Konstitusi, Qodari Merespons Begini

"Seluruh elemen bangsa wajib mendukung gagasan Pak Ketua DPD RI. Penyelenggaraan negara ini sudah menyimpang dari konstitusi UUD 1945 naskah asli. Ruh bangsa ini ada di sana," kata TRK.

Dia berharap perjuangan untuk kembali ke UUD 1945 naskah asli terus digalakkan.

BACA JUGA: Dijamu di KBRI Thailand, LaNyalla Singgung Konstitusi Asli Indonesia

"Kami meminta kepada Ketua DPD RI agar berjuang sekuat tenaga, agar UUD 1945 naskah asli dikembalikan lagi. Dalam sejarah republik ini, Presiden Soekarno pernah mengeluarkan dekret untuk kembali ke UUD 1945," ujar Teuku Raja Keumangan.

LaNyalla mengapresiasi dukungan para raja dan sultan itu.

Menurut dia, para raja dan sultan di Nusantara harus diberikan hak untuk ikut mengatur arah perjalanan bangsa.

"Sudah berulang kali saya katakan, sumbangsih kerajaan dan kesultanan Nusantara terhadap lahirnya Republik Indonesia sangat besar. Apalagi sumbangsih dari Aceh," kata LaNyalla.

Senator asal Jawa Timur itu mengatakan sumbangsih Aceh terhadap lahirnya bangsa dan negara ini bukan saja berlangsung menjelang kemerdekaan, tetapi jauh sebelum itu.

"Kerajaan dan kesultanan Aceh telah membuktikan kedaulatannya dengan menggagalkan imperialisme bangsa Eropa di Aceh," tutur LaNyalla.

Dia juga mencontohkan Laksamana Malahayati, yang bernama asli Keumalahayati, seorang perempuan pejuang dari Kesultanan Aceh.

Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee, sebutan untuk janda-janda pahlawan yang syahid, berperang melawan kapal-kapal Belanda pada 11 September 1599, sekaligus mengalahkan Cornelis de Houtman, dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal.

Pada 2017, Laksamana Malahayati mendapat gelar pahlawan. Namanya disematkan sebagai pengganti nama jalan Inspeksi Kalimalang sebelah Utara, Jakarta Timur.

"Sumbangsih besar kerajaan dan kesultanan Nusantara terhadap lahirnya bangsa dan negara ini adalah sumbangsih semangat perjuangan, moril dan materiil yang nyata dari para raja dan sultan dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia," kata LaNyalla.

Dia pun menyebut kerajaan dan kesultanan Nusantara adalah salah satu pemegang saham utama negeri ini.

"Namun, apa yang terjadi kemudian, para raja dan sultan Nusantara tidak dapat secara langsung dan aktif menentukan arah perjalanan bangsa. Karena perubahan konstitusi yang dilakukan pada 1999 hingga 2002 telah memberikan kekuasaan yang begitu kuat kepada partai politik dan DPR, serta kepada presiden melalui sistem presidensial," ujar LaNyalla.

Dia pun terpanggil untuk meluruskan kembali cita-cita dan tujuan lahirnya bangsa dan negara.

"Bangsa ini harus kembali ke naskah asli Undang-Undang Dasar 1945, disempurnakan dengan teknik adendum. Bukan diubah dan diganti total 95 persen isinya, dan menjadi konstitusi baru," ujar LaNyalla. (*/jpnn)

3 Sikap Raja dan Sultan Nusantara:

Pertama, mendukung upaya yang diperjuangkan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia untuk mengawal hajatan besar konstitusi negara dengan mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kedua, mendukung upaya penyempurnaan kelemahan yang terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli untuk disempurnakan dengan cara adendum, tanpa mengubah dan menghilangkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi.

Ketiga, meminta, Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memastikan kami, para raja dan sultan Nusantara menjadi bagian dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, agar kami ikut menentukan arah perjalanan bangsa melalui Lembaga Tertinggi Negara.

Pernyataan sikap Raja dan Sultan Nusantara ditandatangani Kerajaan Beutong IX Aceh PYM Ampon Daulat Tuanku Teuku Raja Keumangan, Kerajaan Tapaktuan Aceh YM Teuku Laksamana, Kesultanan Samudera Pasai YM Sultan Malik Teuku Haji Badruddin Syah, Kesultanan Aceh YM Tuanku Muhammad, Poteuku Nanggroe Cunda Samudra YM Teuku Rizasyah Mahmudi, Kerajaan Geulumpang Dua YM Teuku Zulkarnaen, Kerajaan Seunagan YM Teuku Firsa Ansari, Kerajaan Bintang Kutacane YM Teuku Dedi Faisal, Kerajaan Sama Indra Pidie YM Teuku Fauzan Anwar dan Kerajaan Meulaboh YM Teuku Ronald Rosman.

Turut mendukung, Kerajaan Puri Denpasar Bali PYM Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan IX, Keraton Sumedang Larang PYM Sri Radya HRI Lukman Soemadisoera, Kerajaan Sidenreng Sulsel PYM Faisal Andi Sapada Addatuang Sidenreng XXV.

Lalu Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura PYM Adji Muhammad Arifin MSI Ing Martadipura XXI, Kerajaan Binuang Sulbar PYM Andi Irfan Mappaewang Arajang Binuang XVIII, Kesultanan Dompu NTB PYM Saiful Islam, Kedatuan Luwu Sulsel PYM Andi Maradang Mackulau Oppu Datu Luwu XL dan Kerajaan Tokotua Kabena YM Yurisman Star.


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler