Raker dengan KPK, DPD RI Dukung Revisi UU Tipikor

Senin, 15 Oktober 2018 – 21:58 WIB
Ketua DPD RI Oesman Sapta bersama Pimpinan dan Anggota Komite I DPD RI menggelar Raker dengan Ketua KPK, Agus Rahardjo pada Rabu (10/10) di Gedung DPD RI, Jakarta. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPD RI Oesman Sapta bersama Pimpinan dan Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (10/10) di Gedung DPD RI, Jakarta. Ketua KPK, Agus Rahardjo hadir dalam raker tersebut.

Dalam raker tersebut, diawali dengan pengantar dari Ketua Komite I DPD RI, Benny Rhamdani. Benny dalam sambutan pengantarnya mempertanyakan kepada KPK mengenai berbagai kasus besar yang mangkrak terutama kasus Century yang bernilai Rp 6,7 triliun, soal PP Nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, sampai pada strategi pencegahan korupsi KPK yang sejauh ini tidak banyak diketahui publik serta pelaksanan UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

BACA JUGA: DPD RI Nilai Kesejahteraan Lansia Kurang Mendapat Perhatian

Agus Rahardjo dalam penjelasannya di hadapan pimpnan dan anggota DPD RI, mengakui bahwa pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK belum mengubah secara signifikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang saat ini masih berada pada di skor 37.

Karena itu, Agus menambahkan, KPK terus berupaya mengurangi IPK dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui kerjasama dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, serentak dilakukan di tingkat pusat dan daerah, kolaborasi sesuai peran dan kewenangan, dan berkelanjutan.

BACA JUGA: DPD Janji Akan Menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan BPK

Lebih jauh, Agus menjelaskan bahwa keempat upaya di atas sesungguhnya telah mendorong perbaikan kinerja KPK selama ini. Misalnya saja, ada Rp 142,57 miliar nilai gratifikasi yang ditetapkan menjadi milik negara sejak 2015 – 2018. Bukan hanya itu saja, sejak 2004 – 2018 aset yang dikembalikan ke negara sudah mencapai Rp 1,296 triliun.

“Di forum raker ini saya juga ingin menyampaikan kepatuhan DPD sejak 2004 sampai 2018 melalui pelaporan LHKPN baru mencapai 53,13 persen,” kata Agus mengingatkan.

BACA JUGA: Pemimpin Lembaga Parlemen Sambangi Lokasi Bencana di Sulteng

Menyikapi pertanyaan DPD tentang upaya pencegahan korupsi, Agus menjelaskan saat ini KPK telah membentuk koordinasi supervisi (korsup) pencegahan di beberapa pemerintahan daerah di provinsi yang dianggap rentan korupsi. Materi pencegahan mencakup peningkatan kapasitas Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Pengadaan Barang dan Jasa, Perencanaan dan Penganggaran APBD, Manajemen Aparatur Sipil Negara termasuk jual beli jabatan, Dana Desa, Optimalisasi Pendapatan Daerah dan Manajemen Aset Daerah. “KPK akan kembangkan korsup di provinsi lainnya”, tegas Agus.

Terbitnya PP PP nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dimana pelapor bisa dapat Rp 200 juta, Agus menilai PP yang lama yaitu PP Nomor 71 tahun 2000 justru lebih menjamin keamanan dan keselamatan pelapor korupsi.

Bagi Agus, pelapor memberikan informasi tentang dirinya lewat KTP yang dimilikinya sebagaimana diatur dalam PP nomor 43/2018 ini berbahaya bagi keamanan pelapor. “Waktu PP 43/2018 ini dibahas kami dari KPK sudah memberikan masukan tetapi kelihatannya tidak diakomodir kedalam PP ini oleh pemerintah,” ujarnya.

Namun demikian, Agus tidak mempermasalahkan soal itu dan lebih menekankan bahwa strategi pemberantasan dan pencegahan korupsi kedepannya membutuhkan strategi kolaboratif, kemitraan, partisipasi dan ownership atau kepemilikan.

Karena itu KPK menyambut baik tindak lanjut dari Perpres nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, yaitu memindahkan Sekretariat Nasionalnya dari Bappenas ke KPK. KPK menilai dengan adanya Sekretariat Nasional bersama di KPK maka pemerintah tidak lagi berjalan sendiri-sendiri, bisa sinergi dengan strategi pencegahan KPK.

Terkait pelaksanaan UU Tipikor, Agus Rahardjo mengatakan bahwa KPK kini sedang menyusun revisi UU Tipikor. Dalam revisi UU Tipikor tersebut KPK akan menyertakan tindak pidana korupsi dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Masalah korupsi sektor swasta yang kini juga marak terjadi, akan dimasukan dalam UU Tipikor yang baru.

“Memperkaya diri sendiri dengan tidak sah, ini juga akan diatur dalam revisi UU Tipikor,” tegas Agus.

“Kami dukung revisi UU Tipikor. KPK tidak boleh bubar, KPK jangan mundur”, ujar Ketua Komite I DPD RI, Benny Rhamdani merespon penjelasan Agus Rahardjo. Bagi Benny, revisi UU Tipikor haruslah memperkuat KPK secara kelembagaan, termasuk mendorong KPK untuk mampu melahirkan efek jera bagi pelaku koruptor. Revisi UU ini, lanjut Benny, juga harus menciptakan KPK yang mampu melakukan edukasi tentang pencegahan korupsi.

Dalam raker itu, Agus Rahardjo juga menjelaskan bahwa kendala utama yang dihadapi oleh KPK selama ini adalah rekomendasi KPK tidak dilaksanakan secara optimal Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPD: MK Keliru Memaknai Pekerjaan Lain di UU Pemilu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
DPD RI  

Terpopuler