jpnn.com, BULUNGAN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengajak semua pihak untuk menyelesaikan permasalahan di daerah dari hulu atau akar persoalan. Sebab, selama ini banyak pihak berdebat dan berdiskusi untuk masalah yang ada di hilir.
LaNyalla menyampaikan itu saat rapat kerja dengan Wakil Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Yansen Tipa Padan di Kantor Pemprov Kaltara, Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Rabu (26/5).
BACA JUGA: Ketua DPD RI Dukung Rencana Amendemen UUD 1945, Begini Harapannya
Menurut LaNyalla, yang harus diselesaikan dalam banyak permasalahan adalah regulasi baik berupa peraturan maupun undang-undangnya. Hal itu juga berlaku untuk masalah daerah, termasuk sumber daya alam (SDA).
Salah satu akar masalahnya menurut dia adalah penguasaan oleh swasta dan asing yang memang sah dan dibolehkan oleh undang-undang. Hal itu menurut LaNyalla bukan salah pemerintah.
BACA JUGA: Gerhana Bulan Total hanya Berlangsung 18 Menit, Begini Keistimewaannya
"Karena pemerintah hanya menjalankan undang-undang. Memang kita sering menemukan penyimpangan oleh pemangku kebijakan. Tetapi itu soal lain. Itu soal perilaku koruptif," ucap LaNyalla.
LaNyalla menilai ada persoalan fundamental di konstitusi hasil amendemen sejak 1999 hingga 2002. Sebab, pada praktiknya konstitusi hasil perubahan tersebut memberi keleluasaan kepada swasta nasional maupun asing untuk mengelola SDA di daerah.
BACA JUGA: Penganiayaan Wanita oleh Tukang Ojek di Duren Sawit, Polisi Temukan Kejanggalan
Dia menjelaskan bahwa kalimat di Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
"Namun, amendemen membuat kalimat 'Dikuasai Negara' diartikan berbeda dengan adanya tambahan Ayat (4) dan Ayat (5). Kalimat 'Dikuasai Negara' tidak lagi mengacu kepada Ayat (1) dan (3), tetapi dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi sebagai frasa negara cukup mengatur dan mengawasi," tutur LaNyalla.
Padahal, katanya, semangat Ayat (1) dan Ayat (3) adalah sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.
"Para pendiri bangsa ini telah berpikir jauh ke depan saat menyusun Undang-Undang Dasar di tahun 1945 ketika itu, yakni semangat koperasi, semangat tolong menolong dan semangat ekonomi kekeluargaan," katanya.
Senator asal Jawa Timur ini menjelaskan, UUD hasil amendemen telah membuat situasi ini terjadi. Sehingga sehebat apa pun kualitas gubernur atau walikota dan bupati, tetap tidak boleh mengambil kebijakan yang melanggar UU.
"Sekalipun melalui peraturan daerah, karena peraturan daerah juga bisa dibatalkan ketika menabrak undang-undang," ujarnya.
Mantan ketum PSSI itu juga menyoroti perlunya pembenahan manajemen ekonomi bangsa, di mana arah dan kebijakan pembangunan ekonomi ke depan harus diletakkan dan dikembalikan secara konsisten cita-cita para pendiri bangsa.
Hal itu bertujuan untuk pemerataan pembangunan di daerah, peningkatan indeks fiskal daerah, dan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat. Oleh karena itu agenda amendemen kelima konstitusi harus disambut sebagai momentum untuk melakukan koreksi atas perubahan sebelumnya.
DPD RI saat ini sedang berjuang agar ada perbaikan pada hasil amendemen UUD 1945 itu, memastikan akan memperjuangkan kepentingan daerah dapat terakomodasi. “Karena DPD RI adalah wakil daerah,” tegas LaNyalla.
Dalam rapat kerja ini, LaNyalla hadir bersama sejumlah senator, yakni Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi, Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin, Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Senator asal Sumatera Selatan Jialyka Maharani, dan Andi Muh Ihsan (Sulawesi Selatan).
Hadir juga tiga senator daerah pemilihan (dapil) Kaltara, yakni Martin Billa, Hasan Basri, Fernando Sinaga. Serta, Sekjen DPD RI Rahman Hadi yang juga ikut mendampingi rombongan senator. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam