jpnn.com, BOGOR - Direktorat Jenderal Prasarana dan Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) melaksanakan Rapat Koordinasi Tim Satuan Pelaksana Sistem Pengendalian Internal (SPI) di Bogor, Sabtu (23/2).
Rakor itu digelar dalam rangka mengawal pencapaian target kinerja pembangunan prasarana dan sarana pertanian serta peningkatan maturitas SPIP dalam mendukung kinerja Kementan tahun anggaran 2019.
BACA JUGA: Alsintan Kementan Mudahkan Kerja Petani Lahan Rawa Sumsel
Hadir dalam rakor Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian Justan Siahaan dan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Sarwo Edhy.
Pengendalian internal secara komprehensif sangat penting untuk target kinerja tercapai dengan tingkat akuntabilitas yang optimal.
BACA JUGA: Kementan Sebut Kartu Tani Jadi Syarat Petani Dapatkan Pupuk Bersubsidi
Hal ini menunjukkan tingkat maturitas penyelenggaraan SPI di lingkup Ditjen PSP berjalan dengan baik.
Pada 2018, Kementan mencapai tingkat maturitas SPIP pada kriteria Terdefinisi dengan nilai 3,036.
BACA JUGA: Pulau Madura Siap Jadi Lumbung Pangan Nasional
Artinya, Kementan telah melaksanakan praktik pengendalian internal dan terdokumentasi dengan baik sebagai salah satu bentuk kepemimpinan yang kondusif yang menjadi salah satu sub unsur penilaian maturitas SPI.
Pada kesempatan tersebut, Justan menyampaikan arahan terkait dengan U-Theory yang dikembangkan oleh Otto Chramer dalam mewujudkan maturitas penyelenggaraan SPIP di lingkup Kementan.
Dalam U-theory untuk mewujudkan visi Kementan menjadi Lumbung Pangan 2045, diperlukan tiga tahap yang harus menjadi perhatian seluruh unsur yang terlibat dalam mewujudkan visi tersebut.
"Pertama, open mind by seeing with the fresh eyes. Yaitu membuka wawasan dengan melihat secara langsung apa yang terjadi di lapangan khususnya para pimpinan agar penetapan kebijakan langsung tertuju pada sasaran," ujar Justan.
Kedua, open heart by sensing from the field. Yakni pada saat berada di lapangan, maka kita akan merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat petani sehingga kebijakan yang ditetapkan betul-betul fokus dan tepat sasaran.
"Ketiga, open will by presencing bonding to the source. Yaitu menghadirkan diri dalam setiap permasalahan yang terjadi untuk mengoptimalkan keputusan yang diambil," sebut Justan.
Menurut Justan, tahapan ini akan melahirkan aksi yang padu antara pemikiran, hati dan langkah (letting come, enacting, prototyping the new by linking head, heart and hand) tertuju pada capaian sasaran.
Konsep ini harus dimiliki oleh auditor berorientasi revolusi Industri 4.0 yang harus menjadi problem solver, Tim Satlak SPI, dan seluruh pegawai pertanian, bila ingin mencapai target dengan tingkat penyimpangan minimal.
"Terlebih Ditjen PSP, sebagai salah satu faktor pendukung utama, dalam mawujudkan target tersebut khususnya dalam penyediaan lahan dan fasilitasi prasarana dan sarana lainnya kepada petani," tambah Justan.
Sarwo Edhy menegaskan bahwa lingkungan pengendalian yang kondusif akan berkontribusi besar dalam mewujudkan pembangunan prasarana dan sarana pertanian dengan tingkat akuntabilitas yang optimal.
Khusus kepada para Eselon II yang hadir, Sarwo Edhy meminta harus maksimal dalam mengupayakan pengendalian di direktorat yang menjadi tanggung jawabnya.
Khususnya dalam hal penegakan integritas, kepemimpinan yang kondusif, proses penyampaian informasi dan publikasi setiap kebijakan, gagasan, prosedur, pelaporan harus dilakukan secara maksimal agar tidak terjadi salah persepsi.
"Tak kalah pentingnya adalah proses bisnis setiap kegiatan harus teridentifikasi resiko dan analisisnya, aktifvitas pengendaliannya dan yang terpenting adalah terdokumentasi dengan baik. Mengingat masalah administrasi sering menjadi faktor utama terjadinya penyimpangan," kata Sarwo Edhy. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Terus Serahkan Alsintan kepada Petani
Redaktur : Tim Redaksi