Ramli Rahim Membandingkan Kampus Merdeka dengan Merdeka Belajar

Kamis, 30 Januari 2020 – 16:34 WIB
Ketua Umum IGI M Ramli Rahim berpose bareng Mendikbud Nadiem Makarim di Jakarta, Senin (4/11). Foto: dokumentasi pribadi for JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Ketum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim menilai 100 hari Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) hanya bermain konsep.

Walaupun Kampus Merdeka yang baru diluncurkan itu sangat baik dan sesungguhnya mampu memacu perguruan tinggi untuk bisa lebih baik. Demikian pula akan memicu mahasiswa untuk bisa lebih baik.

BACA JUGA: Nadiem Makarim: Kampus Merdeka Sukses jika Dikerjakan Bersama

"Kampus Merdeka menumbuhkan banyak harapan dan sejujurnya saya sebagai ketua umum IGI sangat cemburu dengan konsep Kampus Merdeka yang jauh lebih maju dibanding Merdeka Belajar yang ditujukan untuk pendidikan dasar dan menengah," kata Ramli dalam pesan elektroniknya, Kamis (30/1).

Dijelaskan, 100 hari Nadiem Makarim lebih banyak memberikan konsep serta harapan pada pendidikan tinggi dibanding pendidikan dasar dan menengah.

BACA JUGA: Pin Nadiem

Konsep Merdeka Belajar menurut Ramli, sebuah kemunduran karena dibukanya 30 persen jalur prestasi pada PPDB (penerimaan peserta didik baru) 2020, yang menurutnya akan mengembalikan kasta-kasta sekolah dan menjauhkan cita-cita menjadikan semua sekolah sama baiknya.

“Konsep Merdeka belajar yang mundur setahun penghapusan ujian nasional juga adalah bentuk keragu-raguan Nadiem dalam menerapkan pendidikan yang lebih baik mengingat Ujian Nasional lebih banyak keburukannya dibanding sisi manfaatnya,” ujar Ramli.

BACA JUGA: Kabar Baik dari 2 Pejabat untuk Honorer K2 yang Lulus PPPK

Satu-satunya hal baik dari konsep Merdeka belajar adalah penyederhanaan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) yang merupakan bagian dari usulan IGI pada 10 konsep revolusi pendidikan Indonesia di bidang pendidikan dasar dan menengah.

Namun, Nadiem harus tahu bahwa perubahan konsep tersebut bukan mengubah pendidikan tetapi hanya mengurangi “dosa-dosa” guru. Sebab, sebelumnya pun sangat jarang guru yang membuat sendiri RPP-nya. Lebih banyak merupakan copy paste atau menyontek langsung pada RPP yang sudah ada sebelumnya.

"Dengan penyederhanaan ini guru-guru kita tidak perlu menyontek lagi dan guru-guru kita tidak perlu copy paste lagi tetapi cukup membuatnya karena bentuknya sudah sangat sederhana sehingga hal itu tidak mengubah pendidikan kita tetapi hanya sekadar mengurangi dosa-dosa guru," bebernya.

Ramli berharap konsep Merdeka belajar ini bisa sesegera mungkin dibuat perubahannya atau disempurnakan keberadaannya dengan banyak perubahan pada pendidikan dasar, menengah dan PAUD (pendidikan anak usia dini).

Memang memikirkan secara serius pendidikan dasar dan menengah apalagi PAUD tidak banyak berpengaruh terhadap kinerja Kementerian karena hasilnya akan terlihat bukan dalam waktu dekat tetapi dalam jangka waktu yang masih sangat lama. Tentu saja Ini sangat berbeda dengan pendidikan tinggi yang dapat langsung dirasakan dalam beberapa waktu ke depan.

Ramli melanjutkan, setelah 100 hari Nadiem, ada dua pilihan yang perlu dipikirkan Presiden Jokowi. Pertama, dengan konsep Kampus Merdeka yang dilontarkan Nadiem menunjukkan keseriusannya untuk mengurusi dengan baik pendidikan tinggi.

Itu akan jauh lebih baik jika Presiden Jokowi mengembalikan pembagian pendidikan dasar dan menengah terpisah dengan pendidikan tinggi.

Kedua, dengan menunjuk wakil menteri pendidikan yang khusus menangani pendidikan dasar dan menengah sehingga ketimpangan konsep antara pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan tinggi mampu dituntaskan

"Karena itu berikan kesempatan kepada Nadiem Makarim untuk membuat perubahan besar dalam pendidikan tinggi. Urusan pendidikan dasar dan menengah diserahkan kepada yang lain apakah dalam bentuk pemisahan kementerian atau menunjuk wakil menteri pendidikan yang khusus menangani pendidikan dasar dan menengah," bebernya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler