jpnn.com, JAKARTA - Rancangan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial sebagai amanat PP Nomor 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, ditargetkan selesai pada awal April 2021.
KLHK saat ini tengah melakukan proses pembahasan dengan pakar, publik dan masyarakat umum untuk mempersiapkan rancnagan Permen tersebut.
BACA JUGA: KLHK Intensifkan Pengaturan Pengelolaan Perhutanan Sosial
“Ruang ini sangat penting untuk memastikan aspirasi para pihak dan masyarakat dapat tertampung sehingga peraturan ini dapat diimplementasikan dengan baik,” kata Menteri Siti Nurbaya saat pertemuan dengan akademisi, praktisi, dan pakar bidang organisasi masyarakat serta media terkait di Jakarta, Senin (8/3).
Sebelumnya, KLHK telah mengintensifkan formulasi pengaturan pengolahan Perhutanan Sosial terhitung sejak diundangkannya PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
BACA JUGA: Inilah Lima Arahan Pak Sekjen KLHK Terkait Penanganan Covid-19
KLHK melakukan formulasi pengaturan pengelolaan perhutanan sosial khusus untuk Pulau Jawa melalui pertemuan dengan akademisi, praktisi, dan pakar bidang organisasi masyarakat serta media di Jakarta, Senin (8/3).
Penyusunan Peraturan terkait dengan wilayah kawasan hutan produksi dan lindung di Pulau Jawa yang akan tetap dikelola Perum Perhutani seluas kurang lebih 1,4 juta hektare.
BACA JUGA: Menteri LHK Berikan Solusi Persoalan Sampah Desa Bangun
Sedangkan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus untuk Perhutanan Sosial, Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan, Rehabilitasi Hutan, Perlindungan Hutan, atau Pemanfaatan Jasa Lingkungan, kurang lebih seluas 1 juta hektare.
“Pengaturan ini sangat penting untuk menyehatkan Perum Perhutani agar dapat fokus mengembangkan bisnisnya melalui multi usaha dan pelaksanaan reforma agraria Perhutanan Sosial mampu memberikan kemanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Siti Nurbaya.
Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM sekaligus Penasihat Senior Menteri LHK San Afri Awang, mengungkapkan pada wilayah Perum Perhutani terdapat zona tenurial 93.073 hektare dan zona adaptif yang tidak produktif.
Selain itu, terdapat konflik sosial seluas 255.290 hektare serta terdapat hutan lindung dalam tekanan sosial tinggi seluas 169.939 hektare.
Sementara itu kinerja 5.600 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai mitra Perum Perhutani di Pulau Jawa kurang lebih hanya 4 persen yang sehat.
Tentang LMDH, Ketua Asosiasi LMDH M Adib yang juga pendiri Sekolah Kader Pelestarian Sumber Daya Hutan di Purwokerto, menjelaskan LMDH adalah perkumpulan masyarakat di sekitar kawasan hutan yang mempunyai badan hukum selalu diasosiasikan dengan Perum Perhutani.
Oleh karena itu, insentif dari Pemerintah berupa bibit, pupuk dan sarana pertanian lainnya tidak dapat disalurkan oleh Pemerintah.
Sebab, insentif ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas agroforestry.
Pengaturan yang dapat menghilangkan dikotomi LMDH dan KTH akan menguntungkan bagi kelompok masyarakat petani hutan.
“Apapun namanya, yang penting kegiatan kelompok tani mendapatkan manfaat, misalnya dinamakan Kelompok Perhutanan Sosial dengan unit bisnisnya KUPS,” ucap M. Adib.(ikl/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi