jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengintensifkan formulasi pengaturan pengelolaan Perhutanan Sosial terhitung sejak diundangkannya PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
KLHK melakukan formulasi pengaturan pengelolaan perhutanan sosial khusus untuk Pulau Jawa melalui pertemuan dengan akademisi, praktisi, dan pakar bidang organisasi masyarakat serta media di Jakarta, Senin (8/3).
BACA JUGA: Baru Kali Pertama Terjadi, Realisasi Perhutanan Sosial untuk Warga di Papua Sudah Capai 63 Ribu Ha
Penyusunan Peraturan terkait dengan wilayah kawasan hutan produksi dan lindung di Pulau Jawa yang akan tetap dikelola Perum Perhutani seluas kurang lebih 1,4 juta hektare.
Sedangkan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus untuk Perhutanan Sosial, Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan, Rehabilitasi Hutan, Perlindungan Hutan, atau Pemanfaatan Jasa Lingkungan, kurang lebih seluas 1 juta hektare.
BACA JUGA: KLHK Yakin UU Cipta Kerja Percepat Proses Perhutanan Sosial
“Pengaturan ini sangat penting untuk menyehatkan Perum Perhutani agar dapat fokus mengembangkan bisnisnya melalui multi usaha dan pelaksanaan reforma agraria Perhutanan Sosial mampu memberikan kemanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Siti Nurbaya, dalam pertemuan tersebut.
Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM sekaligus Penasihat Senior Menteri LHK San Afri Awang, mengungkapkan pada wilayah Perum Perhutani terdapat zona tenurial 93.073 hektare dan zona adaptif yang tidak produktif.
BACA JUGA: Lihat Nih, Prajurit TNI Temukan 2 Kotak Kardus di Jalur Ilegal, Isinya Bikin Melongo
Selain itu, terdapat konflik sosial seluas 255.290 hektare serta terdapat hutan lindung dalam tekanan sosial tinggi seluas 169.939 hektare.
Sementara itu kinerja 5.600 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai mitra Perum Perhutani di Pulau Jawa kurang lebih hanya 4 persen yang sehat.
Tentang LMDH, Ketua Asosiasi LMDH M Adib yang juga pendiri Sekolah Kader Pelestarian Sumber Daya Hutan di Purwokerto, menjelaskan LMDH adalah perkumpulan masyarakat di sekitar kawasan hutan yang mempunyai badan hukum selalu diasosiasikan dengan Perum Perhutani, sehingga insentif dari Pemerintah berupa bibit, pupuk dan sarana pertanian lainnya tidak dapat disalurkan oleh Pemerintah.
Sebab, insentif ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas agroforestry. Pengaturan yang dapat menghilangkan dikotomi LMDH dan KTH akan menguntungkan bagi kelompok masyarakat petani hutan.
“Apapun namanya, yang penting kegiatan kelompok tani mendapatkan manfaat, misalnya dinamakan Kelompok Perhutanan Sosial dengan unit bisnisnya KUPS,” ucap M. Adib.
Rancangan Peraturan Menteri LHK sebagai amanat PP Nomor 23 tahun 2021 direncanakan selesai pada awal bulan April 2021. Oleh karena itu, akan dilakukan proses-proses pembahasan dengan pakar, publik dan masyarakat umum.
“Ruang ini sangat penting untuk memastikan aspirasi para pihak dan masyarakat dapat tertampung sehingga peraturan ini dapat diimplementasikan dengan baik,” kata Menteri Siti Nurbaya.(ikl/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi