jpnn.com, JAKARTA - Presiden Jokowi kembali bicara masalah impor dalam rapat terbatas membahas akselerasi implementasi program perindustrian dan perdagangan, di Kantor Presiden, Rabu (11/12).
Dalam forum yang dihadiri menteri Kabinet Indonesia Maju, itu Jokowi tak bosan mengingatkan jajarannya untuk fokus menjaga pertumbuhan ekonomi agar tetap positif dan menekan defisit transaksi berjalan.
BACA JUGA: Alokasi Dana Desa Sudah Rp329 T, Jokowi Beri 3 Catatan
"Di saat yang sama memperbesar surplus neraca perdagangan kita. Karena itu harus konsentrasi pada langkah terbosan untuk pengurangan impor kita," kata Jokowi.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu bicara pengurangan impor di berbagai sektor di awal periode keduanya ini. Pada 6 November lalu, dia meminta LKPP mempersulit barang impor memprioritaskan produk dengan komponen lokal tinggi untuk bisa masuk dalam e-Catalog.
BACA JUGA: Tiga Arahan Jokowi untuk Perkuat Sektor Pertanian dan Perikanan
Permintaan agar para menterinya menekan kebiasaan impor kembali disinggung Jokowi dalam rapat terbatas tentang penguatan neraca perdagangan di Kantor Presiden, 11 November 2019. Kemudian 22 November, dia meminta dibuat roadmap yang jelas dalam pengembangan alutsista dengan titik berat mengurangi ketergantungan pada impor.
Pada hari ini, presiden ketujuh RI itu menyodorkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukan impor bahan baku memberikan kontribusi besar yaitu 74,06 persen dari total impor di Januari 2019. Sedangkan impor barang modal angkanya mencapai 15,56 persen, dan impor barang konsumsi 9,29 persen
BACA JUGA: Jokowi Sampaikan Kabar Baik, Pengacara Novel Baswedan Tetap Pesimistis
"Kalau lihat lebih dalam lagi jenis barang bahan baku yang masih besar angka impornya antara lain besi baja, industri kimia organik petrokimia dan industri kimia dasar," sebut Jokowi.
Berkaca dari data itu, Presiden ketujuh RI ini meminta supaya peluang investasi di sektor industri substitusi impor harus dibuka lebar. Seperti besi baja, hingga petrokimia.
"Tolong ini jadi catatan Kepala BKPKM dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Harus ada langkah quick win yang betul konkret untuk mendorong industri pengolahan seperti industi besi-baja, industri petrokimia, dan juga tidak kalah penting percepatan mandatori B30 dalam rangka menurunkan impor BBM kita," tuturnya.
Dia menganggap bahwa tumbuhnya industri pengolahan bukan hanya untuk menghasilkan barang-barang substitusi impor, tetapi juga akan meberikan nilai tambah karena membuka lapangan kerja yang cukup besar.
"Itu yang kami kejar, membuka lapangan kerja. Saya juga minta ditingkatkan kampanye peningkatan penggunaan produk dalam negeri, termasuk optimalisasi kandungan TKDN dalam proyek pemerintah," pinta suami Iriana itu.
Dalam rangka meningkat ekspor, dia meminta jajarannya fokus pada sejumlah hal, seperti perecepatan negosiasi perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif atau CEPA, terutama untuk negara potensial. Tim negosisi pemerintah harus betul-betul kuat sehingga Indonesia bisa melakukan ekspor ke negara yang dituju.
"Pak Mendag, Bu Menlu betul-betul, kalau perlu tiap hari kejar terus negara potensial yang menjadi (tujuan) ekspor produk kita yang kita belum miliki perjanjian kemitraan," tandasnya. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam