"Semua sektor, mulai dari sektor riil, moneter, maupun APBN, agar dijaga betul keseimbangannya, sehingga tidak memberi ruang berspekulasi dan menimbulkan kerawanan terhadap tindakan investor jangka menengah dan jangka panjang," ungkap Abdilla kepada wartawan di Jakarta, Minggu (14/8).
Menurut dia, langkah hati-hati mutlak diperlukan pemerintah Indonesia, agar dampak dari krisis ini tidak sampai menganggu perekonomian nasional
BACA JUGA: Hotel Sepi Pengunjung, Pengusaha Khawatir Pembayaran THR
Karena itu, pemerintah semestinya bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) untuk terus meng-update informasi dan menjaga stabilitas ekonomi, agar momentum pertumbuhan tidak terganggu oleh krisis ekonomi di AS dan Eropa yang sudah mengkhawatirkan.Abdilla pun mengatakan, kesiapan pemerintah dalam mengantisipasi dampak global ini harus tercermin dalam RAPBN 2012 nanti
BACA JUGA: Mentan Ajak Kepala Daerah Berkebun
"Saya kira, cara pemerintah mengelola dampak krisis inilah yang ditunggu masyarakat sekarang," ujarnya.Lebih jauh lagi, Abdillah mengaku berharap pidato penyampaian RAPBN 2012 (Presiden) tersebut juga menyinggung prioritas tentang penggunaan anggaran negara
Abdilla Fauzi memperkirakan, asumsi makro RAPBN 2012 tidak berbeda jauh dengan APBN 2011
BACA JUGA: Ekspor Kecil, Kelapa Butiran Belum Perlu BK
Pemerintah menurutnya kemungkinan besar masih berpegang pada asumsi pertumbuhan yang moderat"Saya memprediksi, (dalam) asumsi RAPBN 2012, pertumbuhan ekonomi bergerak dari 6,7 persen hingga ke 7 persenSementara ICP (patokan harga minyak Indonesia) tidak akan jauh-jauh dari 90-95 dollar ASInflasi sekitar 5,3 persenRupiah sekitar 8.500 sampai 9.000 per dollar AS," terang sosok yang juga anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) itu.Terakhir, ia menyarankan agar RAPBN 2012 juga menyinggung langkah-langkah pengurangan utang luar negeriIndonesia katanya, tidak boleh terjebak dalam budaya utang karena jumlahnya sudah semakin memberatkan APBNBerdasarkan catatan, jumlah utang luar negeri Indonesia sampai kuartal pertama 2011 mencapai 214,5 miliar dolar AS, atau meningkat 10 miliar dolar AS dibanding posisi akhir 2010Jumlah tersebut terdiri atas utang pemerintah sebesar 128,6 miliar dolar AS dan utang swasta 85,9 miliar dolar AS.
Oleh karena itu, lanjut Abdilla Fauzi, sudah waktunya pemerintah mengganti mekanisme penyusunan RAPBN, dari rezim defisit yang selalu mengandalkan utang dalam pembiayaan pembangunan, menjadi rezim anggaran berimbang (balance budget)"Sudah banyak bukti, ada negara yang terancam bangkrut karena menggunakan rezim defisitKarena itu, kami mengingatkan pemerintah, sudah waktunya mengganti pola penyusunan APBN," tandasnya(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bertahap Kurangi Impor Sapi
Redaktur : Tim Redaksi