Untuk menjadi maju seperti sekarang, Tiongkok memang perlu menderita dalam sistem komunisme selama 40 tahunanDemikian juga, untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti belakangan ini, India perlu menderita dalam sistem demokrasi murninya selama 60 tahunan.
Kini, Tiongkok memang sudah kelihatan lebih maju 20 tahun lebih cepat dari India
BACA JUGA: Diserang 320 Gugatan, Proyek Tol Berlanjut
Tapi, Tiongkok masih harus melewati satu ujian: bagaimana bisa melewati masa transisi ke bentuk demokrasinya kelakSaya sendiri memperkirakan masa transisi ke demokrasi itu akan bisa dilewati Tiongkok dengan soft landing
BACA JUGA: Kota Terbesar Keempat Masih Sekelas Makassar
Ibarat kungfu, Tiongkok akan punya banyak jurus mabuk sekali punBACA JUGA: Setahun Ganti Hati, Jauhi Bhut Jokolia India
Ibarat main kungfu pula, kelasnya mudah naik karena fisiknya sudah sangat baikKarena itu, saya memperkirakan dalam 15 tahun ke depan Tiongkok sudah akan menjadi negara demokrasiYakni, setelah Tiongkok berhasil membangun pedesaannya yang sudah dimulai sejak lima tahun yang laluMemberikan demokrasi sekarang, kelihatannya dianggap masih rawan karena kesenjangan kota-desa, timur-barat, pantai-pedalaman, dan kaya-miskin masih sangat lebarIndeks Gini Tiongkok masih berada di tingkat 4,6Saya memperkirakan Tiongkok akan membuka sistem demokrasinya setelah indeks Gini-nya mencapai 3,8 atau 4
(Indeks Gini adalah tolok ukur untuk melihat tingkat kesenjangan kemakmuran penduduknyaKian kecil angkanya, kian baik tingkat pemerataannyaIndeks Gini Inggris 3,1 dan yang terbaik Swedia 2,3Memang, indeks Gini bukan satu-satunya ukuran kebaikan, karena bisa saja di suatu negara indeks Gini-nya bagus karena masih sama-sama miskinIndeks Gini India dan Indonesia sama: 3,6)
India tidak perlu lagi melewati proses tersebutTapi, India telanjur ketinggalan jauhItu bukan berarti India tidak punya persoalan besarIndia masih harus menghadapi ujian berat: apakah teori ’’bahwa air itu pasti menetes’’ (trickle down effect theory) akan berjalan baik di IndiaArtinya, apakah uang yang beredar di lapisan atas yang mulai banyak yang kaya itu juga bisa menetes cukup deras ke bawahApakah jari-jarinya sangat rapat, sehingga air yang di telapak tangan itu tidak menetes sama sekaliMaksudnya, apakah dalam proses kemajuan ini, tetap saja yang kaya akan menjadi semakin kaya, sehingga kesenjangannya dengan yang miskin kian melebar.
Bagaimana dengan bidang sosialnya? Sangat menarik membandingkan India dengan TiongkokBahkan, saya menarik kesimpulan modal sosial-lah (social capital) yang akan membedakan capaian kemajuan di dua negaraDi Tiongkok, social capital-nya luar biasa kuatWanita di Tiongkok sama produktifnya dengan laki-laki
Itu antara lain hasil dari doktrin Mao ZedongMisalnya, wanita harus memakai celana panjang (soal di dalamnya terserah masing-masing) dan harus mengenakan baju seperti laki-lakiJuga harus angkat senjata dan memegang alat kerjaRambutnya pun diatur: harus dikepang duaProduktivitas wanita itulah yang tiada duanya dan kemudian menular ke Vietnam
Di Tiongkok, konflik ras, keyakinan, dan wilayah hampir tidak adaFleksibilitas berpikirnya seperti gerakan tai chiPeradabannya juga sangat tua, termasuk dalam peradaban baca-tulis (ingat: kertas ditemukan di Tiongkok).
Di India, social capital-nya kalah jauhWanitanya masih jauh tertinggalKonflik antar keyakinan masih rawanBukan berarti India tidak punya kekuatanPeradaban India juga sangat tua, termasuk dalam baca-tulis (perguruan tinggi pertama di dunia adalah di India)Hasil keseriusannya di bidang pendidikan kini sudah mulai berbuahHampir semua orang India bisa berbahasa Inggris, sesuatu yang belum terjadi di TiongkokBerkahnya: kini India menjadi negara No 1 di dunia dalam penerimaan hasil dari warga mereka yang bekerja di luar negeriTiongkok hanya nomor 3, jauh setelah MeksikoTahun lalu saja, TKI-nya (tenaga kerja India) mengirim uang ke kampung halamannya sebesar Rp 250 triliun! (USD 27 miliar)Maklum, tenaga kerja India adalah dari kalangan terdidik
Memang, meski negara miskin, India sangat memperhatikan pendidikanSekolah negeri di sana belajar sampai pukul 4 sore (Sabtu-Minggu libur)Makan siang siswanya ditanggung negara (pemda), sedangkan biaya pendidikannya ditanggung pusatSemua gratis: buku-buku, peralatan tulis, pakaian seragam tiga setel setahun, sepatu, dan fasilitas olahragaGurunya, meski gajinya rata-rata dengan di Indonesia, mendapat perumahan dengan listrik dan air dibayar negara.
Itulah hasil tanaman keras di IndiaPanennya lama (50 tahun), tapi begitu panen hasilnya banyak, tidak pernah berhenti dan tidak perlu menanam yang baru di setiap musimBukan saja uang dari TKI yang Rp 250 triliun itu akan terus meningkat (tiga tahun lalu baru separonya), tapi buah dari tanaman keras tersebut juga berupa kukuhnya fondasi kemajuan yang diraih sekarangDengan ’’tanaman keras’’ itu, India jadi punya modal sosial yang siap menjadi tonggak kemajuannya sekarang ini.
Di samping soal wanita, India juga masih punya persoalan besar dalam menyediakan social capital satu ini: sistem kasta di masyarakatnyaSebagai negara demokrasi yang sudah berumur 60 tahun, ternyata India belum bisa menghilangkan nilai kekastaan ituBahkan, di bawah kasta keempat (Sudra), masih ada satu lapisan masyarakat lagi yang disebut ’’tidak berkasta’’Itulah golongan yang kemudian disebut Dalit (mudah-mudahan kata tulalit tidak diambil dari sini), satu golongan yang tidak ada yang mau menyentuhnyaKarena itu, mereka itu juga disebut untouchable societyMahatma Gandhi menghaluskannya dengan sebutan anak-anak Tuhan.
Akankah sistem demokrasi India, kalau terus konsisten, akan juga bisa menyelesaikannya? (bersambung)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Selamatkan Harimau, Habis Puluhan Miliar
Redaktur : Tim Redaksi