jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Indonesia relatif tahan banting dibandingkan dengan negara lain untuk menghadapi tapering The Fed.
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve mengumumkan bakal memperketat kebijakannya atau melakukan tapering pada Rabu lalu (15/12).
Namun, menukil data majalah The Economist pada awal Desember 2021 Sri Mulyani percaya diri dengan kemampuan Indonesia.
BACA JUGA: Sri Mulyani Pasang Kuda-Kuda, Punya Target Khusus untuk APBN
The Economist membeberkan peta negara yang sudah mulai terdampak pengetatan moneter di Negeri Paman Sam belakangan ini.
"Namun ini tidak berarti kita akan kehilangan kewaspadaan karena situasi akan sangat volatile, yang berasal dari penyesuaian kebijakan negara-negara maju sebagai akibat tekanan yang sangat tinggi dari inflasi," ucap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi Desember 2021 secara daring di Jakarta, Selasa (21/12).
Menurut Sri Mulyani, seluruh indikator yang yang diuji The Economist tak memperlihatkan Indonesia mulai terdampak tapering.
BACA JUGA: Sri Mulyani Umumkan Besaran Tarif PPh Badan, Pengusaha Jangan Kecewa Ya!
Adapun indikator itu seperti neraca pembayaran, cadangan devisa, utang pemerintah, utang luar negeri, dan inflasi Indonesia.
The Fed mengambil keputusan lebih cepat untuk mengambil keputusan tapering lantaran inflasi di AS yang telah mencapai 6,8 persen.
BACA JUGA: Ini Alasan Sri Mulyani Genjot Kenaikan Cukai Rokok, Ternyata Banyak Banget
The Fed mengurangi pembelian surat utang dari yang awalnya akan dikurangi USD 15 miliar per bulan menjadi akan dikurangi USD 30 miliar. Pada tahun depan kemungkinan suku bunga acuan AS akan naik tiga kali.
Menteri Keuangan Terbaik versi Global Markets itu menilai perubahan kebijakan tersebut pasti akan menimbulkan dampak terhadap aliran modal asing, terutama ke negara-negara emerging market dan berkembang.
Sri Mulyani membeberkan setidaknya terdapat beberapa negara yang sudah cukup terdampak dalam dari kebijakan Fed, antara lain Argentina, Mesir, Pakistan, dan Srilanka.
"Negara-negara tersebut sangat rapuh karena hampir semuanya terdampak, seperti neraca pembayarannya, utang pemerintah, cadangan devisa, inflasi, dan utang luar negeri," ujarnya.
Perempuan kelahiran Bandarlampung itu juga mengatakan beberapa negara yang cukup rapuh di antaranya Brazil dan Turki karena dampak inflasi, cadangan devisa, dan utang pemerintah.
Sri Mulyani juga menyebut negara tetangga, yakni Malaysia, juga menunjukkan kerapuhan dari segi utang pemerintah dan utang luar negeri akibat pengetatan kebijakan Fed.
"Seluruh pihak harus mewaspadai faktor di luar Covid-19 tersebut, yang sedang menjadi perhatian seluruh dunia," tegas Sri Mulyani. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia