Pemerintah Indonesia sudah menerima 333 keramik yang berasal dari kapal Tek Sing yang tenggelam di perairan Bangka Belitung pada tahun 1822 dari Pemerintah Australia.
Menteri Urusan Seni Budaya Australia, Tony Burke, secara simbolis menyerahkan enam artefak tersebut kepada Duta Besar Indonesia untuk Australia, Siswo Pramono saat upacara peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia di Canberra, Rabu kemarin (17/08).
BACA JUGA: Apakah Anda Termasuk yang Belum Tertular COVID-19? Ini Kemungkinan Penyebabnya
Keramik dari kapal Tek Sing adalah hasil sitaan pihak berwenang Australia di tahun 2019, setelah muncul informasi jika barang-barang keramik ini dilelang secara online di Perth.
Menurut Dody Harendro dari Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya, KBRI Canberra diperlukan waktu beberapa tahun untuk mengecek keaslian keramik tersebut.
"Kita dihubungi di bulan September 2020, oleh Kementerian Seni bahwa AFP [Kepolisian Federal Australia] menahan keramik tersebut yang akan dilelang secara online," katanya kepada ABC Indonesia.
Ia mengatakan KBRI Canberra bergerak cepat untuk membantu melakukan verifikasi apakah keramik yang ditahan tersebut memang berasal dari kapal Tek Sing.
BACA JUGA: Pemohon Visa Permanen Protes Kebijakan Prioritas Pemerintah Australia
Proses ini juga sempat terunda karena pandemi COVID-19.
"Setelah diperiksa oleh semua pihak di Indonesia dan juga dari berbagai kurator di Australia, mereka mengesahkan bahwa keramik ini memang asli dan berasal dari kapal Tek Sing."
Selain mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang bisa menyelamatkan artefak tersebut, Duta besar RI di Canberra Siswo Pramono juga berharap kerja sama antara Indonesia dan Australia bisa terus berjalan.
"Penyerahan hari ini merupakan yang ketiga setelah di tahun 2006 dan 2018 dan merupakan bukti nyata kemitraan strategis [Indonesia-Australia] khususnya di bidang antarbudaya dan penegakan hukum," kata Siswo Pramono.
Kapal Tek Sing karam dii tahun 1882 di perairan Laut Tiongkok Selatan yang menewaskan 1.500 orang.
Bangkai kapal tersebut baru ditemukan di tahun 1999 dan sekitar lebih dari 350 ribu keramik dalam kapal yang karam tersebut sesuai undang-undang menjadi milik Pemerintah Indonesia.
Berbagai jenis keramik tersebut dibuat di kota Dehua, Tiongkok. Kerja sama lanjutan
Wakil Komisaris AFP, Brett Pointing mengatakan Kepolisian Australia terus berusaha melakukan penyelidikan terkait ekspor ilegal benda purbakala yang memiliki nilai budaya tinggi.
"Kami memiliki petugas di 35 pos internasional di 29 negara yang bekerja keras dan bermitra dengan penegak hukum di luar negeri untuk mengidentifikasi dan menghentikan benda-benda bersejarah ini dijual di pasar gelap," katanya.
Menurut Dody Harendro dari KBRI Canberra, saat ini mereka juga masih terlibat dengan berbagai pihak di Australia untuk mengembalikan barang-barang berharga yang ditemukan di Australia ke Indonesia.
"Sekarang sudah ada beberapa barang yang berada di tangan kepolisian. Jadi kita sedang memperjuangkan hal tersebut bisa dikembalikan ke Indonesia," katanya.
"Dalam waktu bersamaan Indonesia juga berkomitmen, bila ada barang serupa dari negara lain di Indonesia, kita juga akan melakukan hal yang sama."
BACA ARTIKEL LAINNYA... WHO Minta Saran Publik untuk Nama Baru Cacar Monyet, Ini Sejumlah Usulan yang Masuk