JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai, terungkapnya praktek penyuapan di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) membuktikan dugaan selama ini bahwa ada bandit-bandit anggaran yang menggerogoti anggaran Negara.
Menurut Sekertaris Jenderal FITRA, Yuna Farhan, akar persoalan kasus suap Kemenakertrans adalah tumpang tindihnya Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) kawasan transmigrasi.
DPPID untuk kawasan transmigrasi baru ada pada UU APBN-P 2011Pasal 27 ayat 11, DPPID dialokasikan sebesar sebesar Rp 6.31 trilyun dengan rincian peruntukan, infrastruktur pendidikan Rp 613 miliar, insfratruktur kawasan transmigrasi Rp500 miliar dan infrasktruktur lainya Rp 5,2 trilyun.
"Persoalanya, Kemenakertrans juga mengalokasikan program yang sama, namun melalui mekanisme tugas pembantuan, program pembantuan pemukiman kawasan transmigrasi senilai Rp 469,4 miliar," kata Yuna saat diskusi bertajuk "Tabir Bandit Anggaran" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Minggu (18/9).
Munculnya kasus suap Kemenakertrans, lanjutnya, juga terjadi akibat Badan Anggaran yang melampaui kewenangan yang dimiliki. Menurut dia, adanya pernyataan dari Komisi IX yang tidak mengetahui alokasi dana tersebut, menunjukan telah terjadi pelanggaran pasal 107 ayat 2 UU 27/2009 tentang MD3 yang menyatakan Badan Anggaran (Banggar) hanya membahasa alokasi yang telah diputuskan oleh komisi.
"Artinya Banggar telah melampaui kewenanganya karena langsung membahas bersama mitra Kemenakertrans tanpa melalui komisi IX," ujarnya
BACA JUGA: Briptu Norman Kamaru Mundur Diduga Frustrasi
(kyd/jpnn)BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhaimin Anggap Ujian Kecil
Redaktur : Tim Redaksi